Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HARI pencoblosan Pemilu 2024 sudah di depan mata. Namun, langit cerah menyongsong pemimpin baru Indonesia tak juga tampak, bahkan diselimuti langit mendung yang semakin gelap.
Kondisi berbangsa dan bernegara mengalami titik nadir. Sesama anak bangsa bukannya bersatu menggelar pesta demokrasi yang penuh kegembiraan, melainkan terjadi gelombang protes, penuh kecemasan.
Petisi demi petisi bergulir dari kampus. Terus bergulir seperti bola salju yang dimotori para guru besar. Puluhan kampus, baik negeri maupun swasta, menyelenggarakan mimbar akademik.
Selain guru besar, hadir dosen dan mahasiswa. Mereka memiliki kegelisahan yang sama tentang kondisi teranyar di republik ini yang mengancam kehidupan demokrasi. Sistem kedaulatan rakyat yang direbut dengan susah payah hingga mengorbankan nyawa mahasiswa pada 1998.
Mereka mencemaskan pemilu saat ini seperti mengulang praktik politik Orde Baru yang menggusur etika dan hukum. Salah satunya ialah rekayasa hukum melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.
Suara lantang dari kampus yang selama ini kerap dituding berada di menara gading juga mengenyam cawe-cawe Presiden Jokowi yang diduga menguntungkan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran. Belum lagi dugaan keberpihakan aparatur negara dan politisasi bansos yang menguntungkan paslon tersebut.
Genderang perlawanan kampus pertama kali ditabuh Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi, Rabu (31/1), kampus tempat Presiden Jokowi yang merupakan salah satu alumnusnya.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar UGM," kata Prof Koentjoro Soeparno, dosen senior di Fakultas Psikologi UGM, saat membacakan Petisi Bulaksumur di Balairung UGM.
Setali tiga uang, sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersuara nyaring. Setidaknya 18 guru besar turun gunung dalam pernyataan sikap alumnus dan sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertajuk Seruan Ciputat.
Mereka mendesak Presiden Jokowi bersungguh-sungguh mengelola pemerintahan. "Bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok," kata Prof Saiful Mujani saat membacakan seruan di Taman Landmark UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, kemarin.
Menurut Saiful, aktivitas Presiden Jokowi akhir-akhir ini terlihat lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu paslon. "Itu bukanlah sikap negarawan," tandasnya.
Namun, gelombang manifesto dari kampus ditanggapi miring oleh pihak istana. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai ada upaya orkestrasi narasi politik untuk kepentingan elektoral. Gerakan sivitas akademika, lanjutnya, ialah politik partisan yang ditunggangi kepentingan politik.
Manifesto sivitas akademika patut diapresiasi. Mereka berani ‘pasang badan’ mempertaruhkan status dan jabatan di kampus. Tak sedikit di antara mereka ‘balik kanan’ ketimbang mengkritisi pemerintahan Jokowi.
Aksi sivitas Universitas Sriwijaya (Unsri) yang bertajuk Deklarasi Kebangsaan Forum Dosen Unsri untuk Konstitusi dan Demokrasi Beradab dan Bermartabat yang sedianya dilaksanakan kemarin, mendadak batal, karena tidak mendapat lampu hijau dari Rektorat Kampus Unsri.
Padahal, aksi sivitas akademika senapas dengan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perlawanan kampus tidak bermaksud melengserkan Presiden Jokowi. Mereka hanya ingin mengingatkan Jokowi agar kembali ke jalan yang benar sesuai dengan konstitusi.
Meluasnya mosi tidak percaya dari kampus, lembaga sipil, dan tokoh-tokoh masyarakat tak bisa dianggap enteng karena akan menggerus legitimasi moral Presiden Jokowi. Apalagi, pelanggaran etika di bawah rezim Jokowi terjadi bertubi-tubi.
Setelah pelanggaran etika di MK, kini Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya melanggar kode etik karena menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden terkait dengan pendaftaran paslon nomor urut 2.
Perlawanan kampus ialah gerakan moral. Kedalaman ilmu, ketajaman pikiran, dan keluhuran budi kalangan sivitas akademika, lebih-lebih guru besar, seyogianya mampu membuat Presiden Jokowi kembali ke tujuan bernegara seperti alinea keempat Pembukaan UUD 1945, di antaranya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Setiap orang, kata Abraham Lincoln, mampu menghadapi kesengsaraan. "Namun, kalau ingin mengujinya, beri dia kekuasaan," kata Presiden ke-16 Amerika Serikat itu. Tabik!
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved