Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ironi Negara Demokrasi Agraris

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
07/12/2023 05:00
Ironi Negara Demokrasi Agraris
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KONDISI politik Indonesia, hari ini, pada dasarnya nyaris serupa dengan situasi yang dihadapi sektor pertanian. Sama-sama sedang galau, gamang perihal kejelasan 'status' mereka.

Sejak berpuluh tahun lalu, keduanya merupakan tulang penyangga dari sebutan mentereng untuk Indonesia: 'negara demokrasi' dan 'negara agraris'. Tak berlebihan bila sektor politik dan pertanian diekspektasikan terus bergerak maju demi menguatkan status tersebut. Namun, sayang, realitanya justru makin menjauh dari itu.

Sektor politik dengan segala dinamika, perangai para pelakunya, serta bumbu-bumbu lain yang tak selalu menyedapkan, belakangan makin diragukan kontribusinya dalam pembangunan demokrasi yang tegak dan lurus. Alih-alih menguatkan Indonesia sebagai negara demokrasi, praktik politik culas dari tokoh-tokohnya, akhir-akhir ini, malah dinilai semakin merusak demokrasi.

Maka, kian sering pertanyaan muncul, sampai kapan Indonesia masih pede menyebut dirinya sebagai negara demokrasi bila rongrongan dan perusakan dari dalam, yang tanpa disadari kian mengikis spirit demokrasi, terus dilakukan?

Riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit (EIU) mengonfirmasi kekhawatiran kita soal demokrasi itu. EIU mencatat tren indeks demokrasi Indonesia di era Presiden Joko Widodo cenderung turun. Pada 2022, indeks demokrasi Indonesia hanya meraih skor 6,71, persis sama dengan nilai tahun sebelumnya atau 2021. EIU menggolongkan skor indeks tersebut sebagai demokrasi cacat (flawed democracy).

Kalau terus-terusan cacat, jangan-jangan, lama-lama, roh demokrasinya makin hilang. Negara demokrasi menjadi sebatas klaim tanpa praktik. Jangan-jangan memang benar, Indonesia sesungguhnya tengah menuju situasi seperti yang dikatakan ulama sekaligus penyair KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam salah satu bait puisinya bertajuk Zaman Kemajuan, yakni republik rasa kerajaan.

Sama pula yang terjadi di sektor pertanian. Dengan stagnasi, bahkan kemerosotan yang terus terjadi, sektor ini belakangan makin sering dipertanyakan apakah masih pantas menjadi etalase sebuah negara yang disebut negara agraris.

Kalau dari sisi awam, sederhana saja pertanyaannya, kalau memang Indonesia (masih) negara agraris, kok sektor pertaniannya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya seutuhnya? Negara agraris kok untuk urusan beras saja sulit banget bisa swasembada?

Ada baiknya kita lihat data untuk menjawabnya. Terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil sensus pertanian 2023 tahap I yang kembali menunjukkan penyusutan sektor pertanian. Menurut data itu, jumlah usaha pertanian di Indonesia di 2023 turun 2,35 juta unit atau 7,42% jika dibandingkan dengan 2013 alias dalam 10 tahun terakhir.

Artinya, kalau dirata-rata, setiap tahun kita kehilangan 235 ribu unit usaha pertanian. BPS menengarai seretnya regenerasi petani dan semakin sempitnya lahan pertanian menjadi penyebab utama penurunan itu. Sudah petaninya didominasi kaum tua, sebagian besar kelas gurem pula. Petani guram artinya kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektare.

Lahan pertanian yang terus menyempit akhirnya berpengaruh pada kemampuan produksi dan berakhir pada tergerusnya pendapatan petani. Ketika usaha pertanian tidak lagi dianggap menguntungkan, makin engganlah anak muda atau milenial menjadi petani. Mereka berpikir rasional dengan memilih bekerja di sektor usaha nonpertanian.

Dampak berikutnya, sektor pertanian tak lagi menjadi lapangan usaha penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) kita. Kalau lihat PDB 2022 lalu, kontribusi sektor pertanian (dan kehutanan) bahkan hanya di posisi ketiga dengan share 12,4%. Di paling atas ada industri pengolahan (18,34%) dan posisi kedua, perdagangan dan reparasi (12,85%).

Boleh jadi dalam 5-10 tahun ke depan posisi sektor pertanian itu kembali akan tergeser oleh sektor lain. Dengan data sahih bahwa pertanian tidak lagi menjadi penopang utama ekonomi nasional seperti itu, bukankah itu indikasi keagrarisan Indonesia memang semakin meluntur?

Pergantian kepemimpinan di tahun depan semestinya menjangkau dua persoalan besar ini: demokrasi dan pertanian. Demokrasi dan sektor pertanian harus dikembalikan ke rel yang benar. Perlu upaya luar biasa, memang, tapi ya begitulah tugas pemimpin bangsa. Kalau cuma bisa berpikir dan bertindak begitu-begitu saja, apa bedanya mereka dengan 'Pak Lurah'?



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.