Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kecerdasan Buatan

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
30/11/2023 05:00
Kecerdasan Buatan
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MENYARING antara fakta dan fiksi menjadi sebuah tantangan tersendiri di era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) saat ini. Itu sama sulitnya dengan membedakan antara informasi dan disinformasi. Memilah mana yang asli dan mana yang palsu. Mana realitas, mana imajinasi.

Batas-batas itu kian kabur karena ulah teknologi yang tak sedetik pun berhenti berkembang dan bertransformasi. Semakin canggih teknologi AI, yang salah satunya berperan memunculkan deepfake, pada dasarnya semakin memperumit kemampuan orang untuk memahami kenyataan.

Boleh jadi ketika kecanggihan teknologi AI generatif kian tak terbendung, akan tiba masanya ketika manusia betul-betul tidak mampu lagi membedakan fakta dan fiksi. Bagaimana tidak, semua fakta dan informasi bisa dimanipulasi dengan AI. Segala yang tidak nyata bisa diolah menjadi seolah-olah nyata.

Panggung demokrasi dengan segala instrumennya juga mendapat tantangan serius dengan hadirnya AI. Memang, ada sisi positifnya ketika, misalnya, AI didayagunakan untuk menaikkan partisipasi publik dalam setiap proses politik dan demokrasi. Dalam konteks pemilu, kecanggihan AI juga bisa dimaksimalkan sebagai deteksi dini dari kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecurangan dan pelanggaran.

Namun, pada sisi yang lain AI dapat menghadirkan petaka. Kita lihat saat ini betapa mudahnya AI digunakan untuk membuat sekaligus menyebarkan konten-konten kampanye negatif. Tidak perlu kecerdasan alami karena dengan kecerdasan buatan setiap orang bisa menciptakan teks, audio, ataupun video rekaan yang untuk tujuan buruk sekalipun.

Dengan kekuatan algoritmanya AI dapat mengarahkan pengguna selalu beranggapan berada di pihak yang benar dan pihak lain selalu salah.

Menurut salah satu studi, penerapan AI bahkan dapat merangsang konflik politik secara algoritmik. Artinya, AI benar-benar sudah memengaruhi praktik politik dan demokrasi dalam tataran praktis, bukan lagi sekadar konsep.

Fenomena itu tentu berpotensi mengancam stabilitas negara-negara demokrasi bila mereka tidak segera mempersiapkan diri. Yang sudah mempersiapkan diri pun dituntut untuk konsisten meng-upgrade sistem keamanan dan pengawasannya. Jadi, sudah bisa dibayangkan manakala ada negara yang mesti menghadapi laju perkembangan teknologi kecerdasan buatan tanpa persiapan apa-apa. Bisa ambyar.

Bagaimana di Indonesia? Kiranya tidak sulit menjawab pertanyaan itu karena tingkat pemahaman dan literasi digital kita yang masih rendah. Pada Februari 2023 lalu, ekonom senior Indef, Aviliani, pernah memaparkan data bahwa tingkat literasi digital di Indonesia hanya 62%. Anga itu paling rendah jika dibandingkan negara di ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70%.

Angka itu juga menunjukkan kemampuan masyarakat Indonesia menghindar dari segala jenis bentuk penipuan berbau teknologi masih minim. Kesiapan kita menghadapi era yang serbadigital ke depan juga amat lemah. Hal itu juga yang barangkali menyebabkan masyarakat kita mudah terpapar berita bohong (hoaks), berita fitnah, dan lain sebagainya yang disebar melalui media sosial ketika musim politik mulai datang.

Nah, kalau di era media sosial saja sesama teman dekat, kerabat, bahkan keluarga bisa bertengkar hanya karena kesalahpahaman, lantas bagaimana jadinya kalau teknologi AI juga mulai bermain? Kalau di Pemilu 2019 lalu ketika AI belum berkembang sepesat sekarang saja media sosial dan ruang-ruang digital sudah teramat kotor hampir tanpa kontrol, lalu bagaimana kalau AI sudah ikut pula mengisi ruang-ruang itu?

Membayangkan saja ngeri. Apalagi, pemerintah sendiri, dari beberapa pernyataan yang disampaikan justru memperlihatkan ketidaksiapan. Kementerian Komunikasi dan Informatika bebrapa waktu lalu menyebut bahwa saat ini pemerintah masih dalam tahap proses kajian untuk mengembangkan regulasi terkait bahaya teknologi AI.

Nah lo, teknologinya saja sudah teraplikasi dan merasuk ke semua lini, tapi regulasinya masih dalam proses kajian. Apa enggak tambah ngeri kalau begitu?

Karena regulasi yang selalu tertinggal jauh, bangsa ini pada akhirnya menyerahkan urusan mencerna sekaligus menahan gempuran serbuan konten negatif di ruang digital kepada kecakapan warganya. Publik pula yang, lagi-lagi, dituntut lebih pintar menyaring hasil olahan si kecerdasan buatan itu, memilah mana yang fakta, mana yang setengah nyata, dan mana yang betul-betul fiksi.

Kita bukannya tidak mau, tapi apa iya negara selemah itu? Apa iya negara dengan segala sumber daya yang dimiliki tidak mampu mendefinisikan dampak buruk dari penerapan AI yang semakin masif dan sekaligus menciptakan obat penawarnya?

Ini yang dipertaruhkan masa depan demokrasi dan persatuan bangsa, lho. Bukankah negara yang semestinya mengendalikan teknologi, masa malah sebegitu gampangnya takluk dipermainkan kecerdasan buatan manusia?



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.