Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Dikit-Dikit Bansos

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
15/11/2023 05:00
Dikit-Dikit Bansos
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BANYAK kalangan setuju bahwa bantuan sosial itu seperti candu. Ia akan terus-menerus ditagih penerimanya bila bansos yang dibagikan sebelumnya sudah habis dikonsumsi. Padahal, pemerintah sadar bahwa tidak mungkin membagi bansos setiap saat, saban waktu. Anggaran negara tidak akan cukup untuk membagi bansos setiap waktu.

Saya teringat pernyataan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi dalam sejumlah kesempatan yang menyebut bansos akan menciptakan ketergantungan. Tiga tahun lalu, misalnya, Muhadjir mengatakan pemerintah berencana mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap berbagai bentuk bansos, khususnya menjelang berakhirnya pandemi covid-19. "Kita melihat kecenderungan ketergantungan terhadap bantuan-bantuan sosial, ini harus kita kurangi," ujar dia.

Pada kesempatan lain, ketika berbicara tentang penanganan kemiskinan ekstrem, Menko PMK menegaskan kemiskinan ekstrem tidak cukup diatasi dengan diberi bansos. Bansos itu, kata Muhadjir, kalau untuk menangani kemiskinan ekstrem, ibarat balsam. Ia memang menjadi obat semua penyakit, tetapi sebetulnya tidak pernah menyelesaikan penyakit. Balsam hanya menyelesaikan rasa sakit, tetapi tidak menyembuhkan penyakit.

Akan tetapi, ajaibnya, kendati mengakui bahwa bansos itu nyandu, hanya seperti obat gosok, toh pemerintah tetap kecanduan untuk membagi-bagikan bansos. Rasa kecanduan bagi-bagi bansos makin menggila saat musim perhelatan politik tiba. Seperti yang terjadi di bulan-bulan penghujung tahun ini, ketika perhelatan kampanye pemilu legislatif dan pilpres dimulai.

Dengan alasan hendak mengatasi korban El Nino dan menangani menurunnya konsumsi rumah tangga rakyat Indonesia, bansos digeber dalam dua bulan, November dan Desember. Dana Rp10 triliun lebih siap digerojokkan untuk dibagikan kepada lebih dari 24 juta orang miskin. Juga, bantuan beras 10 kilogram tiap keluarga miskin juga siap didistribusikan.

Saat pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2023 meleset dari target (hanya tumbuh 4,94%, padahal ekspektasinya 5,1%), ketika penurunan angka kemiskinan tidak kunjung signifikan, saat target kemiskinan ekstrem 0% tahun depan masih jauh dari harapan, bansoslah resepnya. Pokoknya, apa pun masalahnya, resepnya bansos.

Banyak analis dan peneliti mengkritik cara-cara pemerintah mengatasi tantangan ekonomi. Mereka menyebut pemerintah tidak kreatif, kecuali mengandalkan bansos yang cuma mengatasi pusing dalam sekelebat. Bahkan, ada yang mengkritik mentang-mentang bansos bisa menjaga tingkat kepuasan publik terhadap Presiden di angka 60% lebih, cara itu dijadikan pola rutin, seperti menu wajib dalam restoran.

Memang begitulah adanya. Saya sepakat dengan suara kritis itu. Bantuan sosial kini memiliki citra negatif bagi sebagian orang. Mereka menganggap rupa-rupa bantuan tunai itu membuat orang malas dan hanya menimbulkan ketergantungan.

Anggapan itu muncul karena pembelanjaan bantuan hanya masuk pada sektor konsumtif. Ketika dana bantuan habis dikonsumsi, rakyat akan kembali mengharap uluran tangan pemerintah. Hal itu terjadi terus-menerus sehingga menciptakan siklus ketergantungan tanpa ada upaya menjadikan orang mandiri.

Saya tidak antibansos. Saya juga tidak menyebut bantuan langsung tunai itu 'haram'. Lebih-lebih bila bantuan itu untuk 3,2 juta warga yang dibekap kemiskinan ekstrem. Namanya miskin ekstrem, mereka tidak punya makanan untuk dikonsumsi, tidak punya daya untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, tidak juga punya rumah. Untuk mereka, bansos hukumnya wajib.

Namun, sebagaimana dinyatakan Menko PMK Muhadjir Effendi, bansos itu tidak bisa menghilangkan kemiskinan, baik yang ekstrem maupun nonekstrem, secara permanen. Butuh lebih dari sekadar balsam untuk mengatasi hal itu. Selain itu, bansos yang digerojokkan secara besar-besaran pada saat kampanye pemilu, sulit untuk tidak dimaknai 'ada udang di balik batu'.

Bansos mestinya diberikan pada saat-saat tertentu, dalam situasi tertentu, yang tolok ukurnya juga sudah ditentukan. Misalnya, bansos akan dibagikan kepada masyarakat yang paling terkena dampak karena harga beras naik sekian persen dalam dua bulan. Atau, dibagikan kepada kaum miskin ekstrem akibat inflasi tinggi dalam satu kuartal. Semua syarat itu harus disampaikan secara terbuka.

Dengan tolok ukur yang jelas, sudah memakai metode tertentu, memenuhi syarat tertentu, dalam waktu tertentu, semuanya jadi menentu. Bukan seperti yang beberapa kali terjadi, bansos dibagi secara ndak tentu, tapi menjadi tentu ketika menjelang pemilu.

Bukankah pemerintah sudah berkali-kali berjanji hanya akan menjadikan bansos sebagai katup pengaman darurat dan sementara? Bahkan, di kampanye Pilpres 2014, Presiden Jokowi menolak cara-cara gampangan membagi BLT. Kalau nyatanya kini dikit-dikit bansos, dikit-dikit bansos, jangan-jangan memang situasi ekonomi kita darurat sepanjang waktu.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.