Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ADA kisah sufi yang masyhur di Timur Tengah. Kisah itu bercerita tentang rasa waswas, rasa cemas, dan rasa takut dari penguasa despotik yang usia kekuasaannya sudah renta, di ujung senja.
Di sebuah negeri, sang penguasa despotik itu menyangka dirinya seorang penyair besar. Ia amat mengagumi syair-syair yang ditulisnya dan dideklamasikan sendiri. Bagi dia, tulisan dan vokalnya itu tiada tanding, tiada banding.
Sang penguasa makin besar kepala karena ia dikelilingi para penjilat yang saban hari memuji-muji syair-syairnya. Adrenalinnya membuncah saban pujian itu mengalir deras. Seperti yang terjadi di suatu waktu, saat sang penguasa mengumpulkan orang-orang demi menyaksikan dan mendengarnya mendeklamasikan syair-syair dari atas podium yang megah.
Seusai pembacaan syair-syair itu, ia menyuruh orang-orang yang hadir untuk menilainya. Maka, puja-puji berhamburan. "Sangat indah, Tuanku," seru mereka bak kor terorkestrasi. "Tuan, ini teramat indah. Tidak disangkal, Tuan adalah penyair terbesar di negeri ini," timpal yang lainnya disertai tempik sorak membahana.
Sang penguasa itu pun semringah. Ia bersiap membacakan syair-syair selanjutnya hingga tatapan matanya tertumbuk pada seorang tua yang diam membatu. "Hei, kau orang tua, mengapa diam saja? Kau tidak bisa mengagumi syair-syairku?" tanya sang penguasa.
Orang tua itu pun menjawab, "Menurut saya, syair-syair yang Tuan baca tadi buruk. Sangat buruk. Begitu pula suara Tuan saat membacakan syair-syair tadi, sangat buruk. Saya diam karena tidak kunjung bisa menikmati syair dan bacaan Tuan terhadap syair itu."
Di tengah kor 'sangat bagus', ada seorang renta usia berani mengatakan sebaliknya, 'sangat buruk', tentu ini masalah serius bagi sang penguasa yang tidak mau didebat itu. Orang tua yang berani itu bernama Nasruddin. Di kalangan sufi ia dikenal dengan nama Nasruddin Hoja.
Selain Abu Nawas, peradaban Islam juga mengenal sosok Nasruddin Hoja. Lantaran banyak dikisahkan dengan pelbagai cerita dan anekdot tentang kehidupannya, Nasruddin Hoja dikira tokoh fiksi. Padahal, sebenarnya ia sosok nyata, bahkan punya julukan mullah atau tokoh sufi.
Dalam kisah penguasa lalim itu, Nasruddin tampil sebagai sosok antagonis yang berani jujur mengkritik sang penguasa. Pasti, sang penguasa marah. Ia mengusir Nasruddin dan memerintahkan pasukan keamanannya untuk menyeret Nasruddin ke kandang kuda. "Kamu harus mendekam di kandang kuda untuk tiga hari sebagai hukuman atas kekurangajaranmu," tandas sang penguasa.
Sejak saat itu, Nasruddin sadar diri. Ia akan lari ke kandang kuda saban mendengar sang penguasa mendeklamasikan syair-syairnya. Ia terlihat konyol, tapi genius nan teguh pendirian. Ia memilih berada di kandang kuda ketimbang mengubah suara yang bertentangan dengan nuraninya.
Nasruddin mewakili perlawanan rakyat yang tertindas. Ia suara pengingat bagi penguasa yang mulai bernafsu memiliki semuanya sembari cemas kekuasaannya tergerus dan dicampakkan alias tidak dilanjutkan. Penguasa despotik yang cemas akan menggunakan rasa takut untuk menjaga kekuasaannya.
Seperti kata Ignazio Silone, peraih Nobel Sastra asal Italia, yang menyebutkan bahwa penguasa yang cenderung otoriter biasanya berangkat dari rasa cemas terus-menerus. Maka, suara yang berbeda, tindakan yang berbeda, akan selalu tidak menyenangkan baginya. Saat tidak senang, saat cemas, penguasa otoriter pun akan mengembangbiakkan ketakutan.
Di negeri Nasruddin, rasa cemas sang penguasa itu kian hari makin menggulung. Itu karena tembok-tembok dan pagar-pagar tebal kekuasaan yang ia bangun mulai rontok. Sejak Nasruddin yang diidentifikasi sebagai orang tua yang lemah bersuara berbeda, banyak orang makin percaya bahwa Nasruddin benar adanya. Kepercayaan itu meletupkan keberanian yang juga kian menggunung.
Suara yang tadinya sayup-sayup dan senyap mulai berubah menjadi pekikan yang makin membuat sang penguasa tambah cemas. Di sisi lain, pujian demi pujian, jilatan demi jilatan, sudah tidak segegap gempita sebelumnya.
Kini, tiap malam tiba, ketika hendak tidur, sang penguasa dihinggapi rasa cemas bertalu-talu. Sembari menatap langit-langit, berkali-kali ia bergumam, "Oh Nasruddin, kamu memang terlalu...."
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved