Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DI antara riuhnya pemberitaan soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi setelah rampung mengadili dugaan pelanggaran etik para hakim Mahkamah Konstitusi, terselip satu berita dari luar negeri yang menurut saya cukup menarik. Berita itu memang tidak punya magnitude besar sehingga tidak banyak mendapatkan ruang pemberitaan di media, tapi sesungguhnya sangat relate dengan situasi Indonesia saat ini.
Berita itu datang dari Portugal. Perdana Menteri Portugal Antonio Costa pada Selasa (7/11) mengumumkan pengunduran dirinya setelah kabar penyelidikan atas dugaan kasus korupsi yang melibatkannya menyeruak ke publik. Investigasi tersebut mencakup dugaan penyalahgunaan dana, korupsi aktif dan pasif oleh tokoh politik, dan penjualan pengaruh. Penyelidikan terpisah kabarnya juga dilakukan terhadap Costa yang diduga melakukan intervensi pribadi untuk mempercepat kontrak.
Mengapa ini menarik, karena di saat yang sama, di Republik ini ada seorang pejabat sangat tinggi, seorang hakim di lembaga yang amat dihormati yakni Mahkamah Konstitusi, justru tidak punya niat untuk mundur walaupun dia sudah terbukti melanggar kode etik sebagai hakim konstitusi. Namanya Anwar Usman.
Dialah sumber keriuhan berita soal MK hingga MKMK belakangan ini, setelah dianggap telah mengacak-acak konstitusi lewat putusan MK pada Perkara No 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres dan cawapres yang sarat dengan kepentingan keluarganya. Atas dasar itu, akhirnya MKMK memberi sanksi pemberhentian dirinya dari jabatan sebagai Ketua MK. Hakim senior tersebut terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Bayangkan, di sana, di Portugal ada Costa yang baru diduga terlibat dalam kasus kejahatan saja sudah rela mengundurkan diri. Di sini, di Indonesia, ada Anwar Usman yang sudah divonis oleh majelis kehormatan lembaganya karena perilakunya yang tidak etis, malah masih mau bertahan sebagai hakim MK. Tak secuil pun niat atau ucapan mundur keluar dari mulutnya. Jangankan mundur sukarela, sudah didesak-desak pun dia bergeming. Ngeyel. Merasa tak bersalah. Ujung-ujungnya playing victim.
Benar saja, belakangan ia mengaku merasa dizalimi dan menjadi korban atas putusan MKMK tersebut. Harkat, derajat, martabatnya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun, kata dia, dilumatkan oleh fitnah yang keji. Anwar merasa difitnah telah memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga. Padahal, menurut pengakuannya, ia adalah seorang negarawan yang mengambil keputusan demi generasi yang akan datang.
Apa pun dalihnya, pada intinya Anwar ogah mundur sebagai hakim konstitusi. Kita pun mafhum, ia tidak ada bedanya dengan rata-rata pejabat kita yang selalu keukeuh memegang prinsip: kalau masih bisa lanjut, kenapa harus mundur? Meski jelas-jelas gagal, walau nyata-nyata membuat kesalahan, kendati terang benderang terjerat kasus korupsi, mereka biasanya bergeming. "Mundur? Apa itu?" barangkali begitu jawaban mereka kalau ditanya soal keinginan mundur.
Ya, mengundurkan diri bagi seorang pejabat amatlah langka di negeri ini. Saking langkanya, keengganan mundur pejabat bermasalah itu seolah menjadi sebuah standar moralitas baru. Seakan-akan itu menjadi nilai moral dan etika bahwa kita boleh saja mempertahankan kursi empuk jabatan sekalipun kita gagal mengemban tanggung jawab, sekalipun ada setumpuk kesalahan, pelanggaran, bahkan kejahatan yang kita lakukan saat berada di kursi jabatan itu.
Kita berbeda jauh dengan Jepang yang sangat kuat memegang nilai bushido sebagai landasan etika di negara itu. Salah satu cabang dari konsep nilai bushido ialah meiyo yang merupakan nilai penjagaan harga diri melalui perilaku terhormat. Maka, bagi penduduk maupun pemimpin di Jepang, mengundurkan diri secara terhormat jauh lebih baik ketimbang kehilangan harga diri.
Pun kita tak seperti Taiwan, Korea Selatan, Yunani, Jerman, atau negara-negara lain yang memandang langkah pengunduran diri pejabat ialah suatu bentuk tanggung jawab ketika mereka gagal mengemban tugas atau terjerat dalam suatu skandal. Tak perlu heran bila pengunduran diri pejabat atau perdana menteri seperti yang dilakukan Antonio Costa di Portugal sudah berulang kali terjadi di negara-negara tersebut.
Sementara itu, di sini, yang ada malah kebalikannya. Hakim yang sudah melanggar etik enggak mau mundur. Menteri-menteri yang mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres pada Pilpres 2024 (yang dikhawatirkan bakal memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan politik mereka) pun ogah lengser. Kiranya keteladanan sudah betul-betul punah di negeri ini.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved