Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Rakyat kian 'Mantab'

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
12/7/2023 00:05
Rakyat kian 'Mantab'
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DI tengah situasi ekonomi global yang kian genting, angka-angka statistik ekonomi kita justru disebut-sebut 'masih stabil'. Pertumbuhan ekonomi diprediksi masih bisa di atas 5%. Angka ketimpangan juga tidak jauh dari capaian tahun lalu di 0,381 (ketimpangan rendah). Begitu pula tingkat pengangguran terbuka juga diperkirakan tidak jauh dari 5,86% (2022).

Namun, mulai banyak yang meragukan ketepatan angka-angka yang 'tenang dan menenangkan' di tengah gejolak tersebut. Mereka yang skeptis membuat perbandingan antara angka-angka di atas kertas itu dan angka-angka pembanding lain yang lebih mikro dan mendetail.

Salah satu data pembanding itu berasal dari hasil survei Bank Indonesia, akhir bulan lalu. BI melaporkan bahwa rata-rata proporsi pendapatan konsumen yang ditabung (saving to income ratio) tercatat menurun pada Mei 2023, yaitu menjadi sebesar 15,7%. Porsi tabungan terhadap pendapatan terindikasi menurun di seluruh kategori pengeluaran masyarakat.

Namun, kelompok dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta (masyarakat bawah) menjadi catatan paling miris. Porsi tabungan terhadap pendapatan kelompok ini terindikasi menurun menjadi 17,6% pada Mei 2023, dari sebelumnya 15,6% pada April 2023, atau turun sebesar 2,1%.

Sejalan dengan catatan tersebut, porsi utang terhadap pendapatan kian naik menjadi 7,6% dari sebelumnya 6,7%. Angka ini menjelaskan bahwa masyarakat bawah dipaksa kian 'mantab' (makan tabungan) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mencicil utang-utang yang terus terkerek.

Dalam survei itu, BI juga mencatat indeks ketersediaan lapangan kerja untuk kelompok pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta ini juga turun 6,7 menjadi 110,1 dari sebelumnya 116,8. Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dari kelompok pengeluaran ini juga turun dari 129 menjadi 124,5.

Penurunan juga terjadi pada indeks penghasilan saat ini. Angkanya turun dari 110 menjadi 108,3. Melalui catatan survei BI ini dapat dilihat bahwa posisi kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta semakin sulit dan terjepit.

Data pembanding lainnya ialah hasil penelitian tim yang dipimpin Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Sosiologi Perdesaan IPB University Sofyan Sjaf. Dalam tulisannya di Kompas dengan judul Lampu Kuning Indonesia dari Desa, Sofyan menyebutkan bahwa ukuran-ukuran sensitif pembangunan saat ini berada di bawah angka normal.

Ukuran-ukuran sensitif itu ialah ketimpangan (indeks rasio gini), angka pengangguran (persentase penganguran terbuka), dan indeks pembangunan manusia (IPM). Ada kondisi paradoks antara angka yang ditunjukkan pemerintah melalui statistik makro dan capaian pembangunan yang jauh berbeda di realitas lapangan.

Hasil studi Tim Peneliti IPB University di 10 provinsi, 21 kabupaten, dan 171 desa (di luar Pulau Maluku dan Papua) dalam dua tahun terakhir menunjukkan angka ketimpangan di perdesaan Indonesia berada di level sedang (antara 0,40 dan 0,50) hingga ketimpangan tinggi (di atas 0,5). Angka ketimpangan tinggi terdapat di desa-desa Kalimantan (0,71), Bali dan Nusa Tenggara (0,67), Sumatra (0,59), dan Jawa (0,53).

Hanya Sulawesi yang memiliki angka ketimpangan sedang (0,48). Padahal, data BPS menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan kita secara nasional termasuk rendah.

Demikian juga dengan data tingkat pengangguran terbuka. Pemerintah memprediksi pengangguran terbuka akan ada di kisaran 5,8%. Hasil studi tim IPB menunjukkan sebaliknya: hanya Kalimantan yang memiliki tingkat pengangguran terbuka di perdesaan di bawah persentase dua digit (9,91%). Empat pulau lain berada di atas persentase dua digit, yakni Sumatra (13,20%), Jawa (12,60%), Bali dan Nusa Tenggara (22,31%), serta Sulawesi (19,88%).

Dua data pembanding dari dua institusi kredibel itu penting untuk diapungkan agar kita tidak lekas menepuk dada seusai Bank Dunia menyebut Indonesia sudah naik kelas karena Indonesia telah kembali menjadi negara berpenghasilan menengah atas. Kabar itu bagus untuk memupuk harapan. Namun, kita bisa terkecoh, bahkan tersesat, bila bersikap 'fanatik buta' pada statistik makro itu.

Rasa terkecoh itu mirip penggalan lirik lagu Balada Pengangguran milik grup Kantata Takwa: Pembangunan oh!

Pengangguran ya!

Penerangan oh!

Kegelapan ya!



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.