Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Becermin dari India

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
01/7/2023 05:00
Becermin dari India
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PEKAN lalu, media foreignpolicy.com menurunkan sebuah artikel menggugah berjudul Will India Surpass China to Become the Next Superpower?. Graham Allison, guru besar bidang pemerintahan di Harvard Kennedy School, memotret bagaimana India punya potensi menyalip Tiongkok menjadi pemimpin ekonomi dunia.

Potensi itu ia apungkan ketika India mengambil alih posisi Tiongkok untuk menjadi negara terpadat di dunia, April lalu. Populasi India mencapai 1,428 miliar orang, atau 3 juta orang lebih banyak ketimbang penduduk Tiongkok yang mencapai 1,425 miliar orang.

Para pengamat pun bertanya-tanya, akankah New Delhi melampaui Beijing untuk menjadi negara adidaya global berikutnya? Tingkat kelahiran India hampir dua kali lipat dari Tiongkok. Selain itu, India telah melampaui Tiongkok dalam pertumbuhan ekonomi selama dua tahun terakhir (PDB India tumbuh 6,1% pada kuartal terakhir, sedangkan Tiongkok 4,5%).

Sekilas, statistik itu terlihat menjanjikan. Pertanyaan Allison kian relevan ketika Perdana Menteri India Narendra Modi bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington, pekan ini. Dari sudut pandang AS, jika India benar-benar dapat mengalahkan Tiongkok, itu akan menjadi 'sesuatu yang patut diteriakkan dengan gegap gempita'.

India adalah musuh alami Tiongkok. Semakin besar dan kuat pesaing Tiongkok di Asia, semakin besar prospek keseimbangan kekuatan yang menguntungkan Amerika Serikat. Namun, sebelum menghirup terlalu dalam narasi tentang India yang bangkit dengan cepat, tulis Allison, kita harus berhenti sejenak untuk merenungkan sejumlah fakta yang tidak menyenangkan.

Fakta itu di antaranya analisis yang salah tentang kebangkitan India di masa lalu. Pada 1990-an, para analis meneriakkan pertumbuhan populasi muda India yang akan mendorong liberalisasi ekonomi untuk menciptakan 'keajaiban ekonomi'.

Salah satu analis yang juga jurnalis Fareed Zakaria mencatat dalam kolomnya di Washington Post bahwa dia terjebak dalam gelombang kedua euforia ini pada 2006, ketika Forum Ekonomi Dunia di Davos menyatakan India sebagai 'demokrasi pasar bebas dengan pertumbuhan tercepat di dunia' dan Menteri Perdagangan India saat itu mengatakan ekonomi India akan segera melampaui Tiongkok. Faktanya, kendati ekonomi India tumbuh, Zakaria menunjukkan prediksi tersebut tidak menjadi kenyataan.

Salah satu persoalan krusial ialah perbedaan kualitas tenaga kerjanya. Tenaga kerja Tiongkok lebih produktif ketimbang India. Tiongkok secara 'ajaib' telah menghilangkan kemiskinan. Sebaliknya, India terus memiliki tingkat kemiskinan dan kekurangan gizi yang tinggi. Pada 1980, 90% dari 1 miliar warga Tiongkok memiliki pendapatan di bawah ambang batas kemiskinan versi Bank Dunia. Hari ini, angka kemiskinan itu mendekati nol.

Sebaliknya, lebih dari 10% dari 1,4 miliar penduduk India terus hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia. Sebanyak 16,3% populasi India juga kekurangan gizi pada 2019-2021, sedangkan Tiongkok kurang dari 2,5% populasi, menurut laporan United Nations State of Food Security and Nutrition in the World baru-baru ini. India juga memiliki salah satu tingkat kekurangan gizi anak terburuk di dunia.

Bapak pendiri dan pemimpin Singapura Lee Kuan Yew, yang sangat menghormati orang India, punya cerita. Lee yang bekerja dengan Perdana Menteri India berturut-turut, termasuk Jawaharlal Nehru dan Indira Gandhi, berharap dapat membantu mereka membuat India cukup kuat untuk menjadi pengawas serius di Tiongkok.

Tetapi, seperti yang dijelaskan Lee dalam serangkaian wawancara yang diterbitkan pada 2014, setahun sebelum kematiannya, ia menganalisis bahwa kombinasi dari sistem kasta yang mengakar di India yang merupakan musuh meritokrasi, juga birokrasi yang masif dan keengganan para elitenya untuk mengatasi klaim persaingan dari berbagai kelompok etnik dan agama, membuat India sulit menyerupai Tiongkok.

India pun terjebak menjadi negara berpendapatan menengah secara 'permanen'. Situasi seperti itu amat ditakuti negara-negara yang diprediksi menjadi negara maju dalam beberapa dekade mendatang, termasuk Indonesia.

Secara jumlah penduduk, India boleh saja melampaui Tiongkok, tapi secara ekonomi dan produksi masih terlampau berat. Banyak yang terus dan terus berharap India menjadi negara maju, tapi semakin ke sini semakin seperti fatamorgana.

Akankah kita, Indonesia, bernasib sama seperti India? Apalagi, berkali-kali Presiden dan sejumlah menteri kerap mengutip narasi bahwa dalam dua dekade ke depan Indonesia bakal menjadi negara maju. Di sisi lain, problem struktural kita yang mirip dengan India tidak pernah dibereskan secara tuntas.

Kita sering diberi harapan tinggi, tapi diam-diam dicekam ketakutan terkena jebakan sebagai negara berpendapatan menengah tanpa sanggup mengetahui dari mana titik jebakan itu bisa diurai. Atau, kita berada di dalam labirin yang terus berputar-putar tidak menemukan jalan keluar.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.