Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
'MARI kita tunggu datangnya hujan
Duduk bersanding di pelataran
sambil menjaga mendung di langit
agar tak ingkar, agar tak pergi lagi
Kau dengar ada jeritan
ilalang yang terbakar dan musnah
Usah menangis
simpan di langit
Jadikan mendung
segera luruh jatuh ke bumi
Basahi ladang kita yang butuh minum
basahi sawah kita yang kekeringan
basahi jiwa kita yang putus asa
Kemarau ini begitu mencekam'
Petikan lirik lagu Doa Sepasang Petani Muda karya Ebiet G Ade itu pas untuk menggambarkan kondisi hari-hari ini hingga beberapa waktu ke depan. Umur lagu itu sudah 42 tahun, tapi lagu itu masih relevan hingga kini, saat negeri ini memasuki musim kemarau. Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan sudah mewanti-wanti bakal panjangnya musim kering tahun ini.
Namun, peringatan itu jauh kalah riuh bila dibandingkan dengan cawe-cawe Presiden Joko Widodo menuju Pemilu 2024. Padahal, peringatan dini itu amat serius. Tahun ini, kata BMKG, kondisi musim kemarau di Indonesia akan lebih kering. Kondisi itu serupa dengan 2019 lalu. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan hal itu disebabkan semakin menguatnya intensitas El Nino dan Indian Ocean dipole (IOD).
"Untuk kali ini, dua fenomena itu terjadi bersamaan sebagaimana 2019, El Nino dan IOD positif. El Nino dikontrol suhu muka air laut di Samudra Pasifik dan IOD positif dikontrol suhu muka air laut di Samudra Hindia yang keduanya mengakibatkan wilayah Indonesia jadi lebih kering," kata Dwikorita awal pekan ini.
Jelas, peringatan itu kiranya tidak boleh ditanggapi dengan sambil lalu. Apalagi, akibat dua gejala itu, BMKG memprediksi curah hujan akan sangat rendah dalam satu bulan ke depan. Bila normalnya 85%-115%, curah hujan di pertengahan tahun ini amat rendah, kurang dari 30%.
Itulah yang membutuhkan cawe-cawe para pemangku kepentingan, dari level daerah hingga presiden. Itu cawe-cawe yang hukumnya wajib 'ain, keharusan mutlak para pemimpin. Mereka mesti memastikan waduk-waduk yang dibangun dengan dana puluhan triliun rupiah bisa berfungsi optimal.
Para pejabat juga harus menggaransi bahwa pompa-pompa bisa terdistribusi merata kepada petani. Data BPS menyebutkan ada 10,5 juta hektare lahan pertanian di seluruh Indonesia. Bila tiap 10 ribu hektare lahan butuh sekitar 300 pompa air, para pemangku kebijakan mesti menyebar setidaknya 300 ribu pompa ke seluruh Indonesia.
Anggaran yang dibutuhkan pun tidak terlampau besar untuk ukuran sebuah penyelamatan besar petani dan potensi paceklik pangan. Dengan asumsi harga pompa air beserta peralatannya sekitar Rp3 juta per buah, hanya dibutuhkan Rp900 miliar untuk menyubsidi pompa itu.
Soal waduk dan pompa barulah elemen dasar untuk memastikan agar tidak terjadi kerawanan pangan. Selain itu, negara harus memastikan dampak kekeringan terhadap pangan tidak terlalu masif. Apalagi, para pejabat di Republik ini kerap menebar janji mewujudkan ketahanan pangan.
Beberapa waktu lalu bahkan Presiden Joko Widodo mengajak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terjun ke sawah sembari berfoto bertiga. Ketiganya pun bicara tentang kedaulatan pangan kendati media sosial lebih meramaikan tafsir bahwa ketiganya sedang unjuk politik ketimbang tengah bersungguh-sungguh mengantisipasi kerawanan pangan.
Ketahanan pangan itu jalan inklusif. Kata FAO, ketahanan pangan ialah memastikan semua orang memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap makanan dasar yang mereka butuhkan. Hal itu dilatarbelakangi penelitian Amartya Sen di India dan Afrika. Peraih Hadiah Nobel Ekonomi 1998 itu menemukan ketidaktahanan pangan dan kelaparan terjadi karena ketiadaan akses atas pangan bahkan ketika produksi pangan berlimpah.
Apalagi kita di sini, akses ke pangan masih belum sepenuhnya beres. Belum lagi petani kita yang dari waktu ke waktu terus bergelut dengan ketidakberdayaan, baik kesulitan mengakses pupuk hingga tipu daya tengkulak, lalu ditambah dengan bencana hama dan kekeringan.
Petani butuh aksi. Lahan kering perlu cawe-cawe. Bila tidak ada itu, haruskah petani tidak usah menangis agar air mata bisa ditabung jadi mendung di langit? Bukankah mendung tidak berarti hujan?
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved