Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SIAPA bilang menjadi pemimpin itu gampang? Ia harus punya mata yang panjang, telinga yang lebar, dada yang lapang, tapi muka tak boleh tebal. Jangan sebaliknya: matanya pendek, telinganya kecil, dadanya sempit, tetapi mukanya justru tebal setebal-tebalnya alias tidak tahu malu.
Mata yang panjang menyiratkan ia punya visi jauh ke depan. Kata orang, lahirnya pemimpin hebat berawal dari visi yang hebat pula. Tanpa visi atau pandangan yang jelas, si pemimpin dan yang dipimpin tak punya arah pedoman yang pasti untuk menggapai tujuan. Semuanya tampak buram, seburam pandangan pemimpinnya.
Telinga lebar. Artinya, dia harus mau dan mampu mendengarkan setiap aspirasi. Mendengarkan dengan saksama, tidak sekadar membiarkan suara itu lewat begitu saja, seperti ungkapan zaman dulu 'masuk telinga kanan, keluar telinga kiri'. Pun tak memilih-milih suara yang ingin didengar. Suara semua lapisan mesti didengar, selembut atau sekencang apa pun suara itu.
Dada lapang menandakan sebuah hati yang terbuka. Seorang pemimpin hendaknya selalu lapang dada mendengarkan segala bentuk keluhan, kritik, hujatan, bahkan caci maki. Jangan mudah panas telinga dan panas hati, apalagi kalau bahasa anak sekarang, gampang baper (terbawa perasaan) alias baperan.
Betapa repotnya kita kalau dipimpin orang yang baperan. Apalagi, yang kinerjanya minimal, tapi bapernya maksimal. Dikasih keluhan sedikit, ngambek. Diberi kritik, marah, tersinggung, lalu mengintimidasi, melaporkan si pengkritik ke polisi karena dianggap telah menghina atau mencemarkan nama baik. Rasa-rasanya, mereka yang baperan cenderung menjelma menjadi pemimpin yang antikritik.
Celakanya, pemimpin-pemimpin model seperti itu ternyata banyak di Indonesia. Tempo hari ada Gubernur Lampung yang 'berseteru' dengan Bima Yudho Saputro, seorang Tiktoker warga Lampung yang tengah kuliah di Australia, gara-gara kritikan Bima perihal jalan-jalan rusak yang tersebar di provinsi yang letaknya di ujung bawah Pulau Sumatra itu.
Padahal, kritikannya benar, jalan di Lampung memang banyak yang kondisinya parah. Tapi memang dasar dadanya tidak lapang, reaksi pertama yang ditunjukkan Sang Gubernur ialah emosi. Alih-alih meminta anak buahnya untuk memperbaiki jalan-jalan rusak itu, ia malah mengintimidasi orangtua Bima. Maka, habislah ia di hadapan publik. Sampai kapan pun ia bakal dikenang sebagai Gubernur baperan, Gubernur antikritik.
Belakangan terjadi lagi kejadian serupa di Kota Jambi. Ini bahkan lebih parah. Kalau di Lampung, Gubernur melawan mahasiswa; di Jambi, Wali Kota melawan pelajar SMP. Tidak hanya itu, sudahlah anak SMP, dilaporkan pula ke polisi. Sungguh aneh, dikritik 'anak kecil' saja sebegitu paniknya. Sudah kehilangan kewarasankah pemimpin-pemimpin kita ini?
Awalnya, Syarifah Fadiyah Alkaff, nama pelajar SMPN 1 Kota Jambi itu, membuat empat video kritik yang ditujukan kepada Pemkot Jambi, dalam hal ini Wali Kota Jambi Syarif Fasha, dan perusahaan Tiongkok. Kritiknya sederhana. Menurut Syarifah, selama 10 tahun rumah neneknya terkena dampak aktivitas mobil bertonase melebihi kapasitas jalan yang berlalu lalang di jalan dekat rumah itu. Ia meminta Wali Kota, pemkot, dan perusahaan bertanggung jawab.
Namun, kritik yang sederhana itu ternyata sudah cukup membuat Wali Kota dan para ASN di Pemkot Jambi (katanya) panas telinga, baper dan tersinggung. Kebaperan si pemimpin itu kali ini rupanya tidak main-main. Lewat Kabag Humas Pemkot Jambi, Gempa Alwajon, Syarifah dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Menurut pelapor, video Syarifah yang viral di media sosial bukan kritikan, melainkan pelanggaran SARA karena ada kata Firaun dan iblis yang dikaitkan dengan Pemkot Jambi. Tampaknya mereka tersinggung disamakan dengan iblis. Karena itu, mereka melaporkan Syarifah.
Lagi-lagi ini sebuah contoh reaksi yang berlebihan, lebai dari pemimpin yang baperan alias antikritik. Jangankan mencari solusi, substansi kritikan pun mereka tak sentuh. Dalam pikiran mereka hanya satu, segera bungkam si pelontar kritik. Mereka tidak sadar, di era media sosial yang memungkinkan semua kejadian bisa viral, pikiran dan perilaku seperti itu justru akan menggali kubur mereka sendiri.
Filsuf besar Yunani, Aristoteles pernah berpesan, "Hanya ada satu cara untuk menghindari kritik: tidak melakukan apa-apa, tidak mengatakan apa-apa, dan tidak menjadi apa-apa."
Ada baiknya, orang-orang baperan dan antikritik itu berpikir ulang lagi perihal kepantasan mereka menjadi pemimpin. Mungkin sepantasnya mereka tidak menjadi apa-apa.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved