Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Alarm untuk Demokrasi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
03/6/2023 05:00
Alarm untuk Demokrasi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

HANYA butuh waktu 25 tahun bagi Republik ini untuk 'memukul' mundur demokrasi. Begitu sejumlah kritikus menggambarkan situasi yang terjadi di Tanah Air saat ini. Dalam bahasa pendiri Partai Amanat Nasional yang kini menjadi penulis, Abdillah Toha, banyak hal yang dilakukan petinggi negeri ini malah sudah 'membahayakan demokrasi'.

Abdillah merujuk pada ikut cawe-cawenya Presiden Jokowi untuk mengatur strategi ihwal siapa yang bakal menggantikannya di Pemilu 2024 kelak. Juga, tendensi Mahkamah Konstitusi yang 'rela' direcoki tangan-tangan kekuasaan sehingga membuat keputusan yang di luar lingkup pekerjaan mereka sebagai penjaga konstitusi.

Para kritikus, termasuk Abdillah, umumnya merisaukan ketidaknetralan Kepala Negara dalam urusan Pemilu 2024 dengan dalih kepentingan nasional berupa keberlanjutan pembangunan. Mereka mengkritik dengan mengatakan bahwa seolah-olah apa yang sudah dicapai saat ini serbabenar, serbasempurna, sehingga harus dilanjutkan dan haram dikoreksi.

Rakyat, kata para kritikus, diharap percaya saja. Diminta manut saja. Kalau ada yang mbalelo, siap-siaplah dipersalahkan dan ditendang dari barisan. Itulah inti pokok dari kerisauan terhadap nasib demokrasi yang alih-alih ditegakkan, justru malah dirobohkan. Demokrasi itu dianggap penghambat ekonomi.

Jadilah hubungan antara demokrasi dan jalan ekonomi kembali dipisahkan. Demokrasi yang memberikan ruang terbuka terhadap suara berbeda dianggap menebar kegaduhan. Para kritikus yang cerewet, gaduh, dan berbeda itu bisa-bisa dicap sebagai pengganggu stabilitas ekonomi. Bisa dimasukkan golongan para pemutus keberlanjutan pembangunan.

Padahal, mereka merasa sedang mempraktikkan jalan demokrasi. Mereka itu tidak sekadar berbeda, tapi sedang menawarkan jalan alternatif. Mereka justru sedang berpartisipasi secara aktif untuk mewujudkan sebagian janji yang belum bisa ditunaikan.

Mereka yang mengkritik pembangunan infrastruktur yang mereka nilai serbasimsalabim dan mentah dalam perencanaan bukan berarti menolak pembangunan infrastruktur. Bukan. Mereka paham bahwa infrastruktur kita ketinggalan. Namun, demi memangkas ketertinggalan itu, bukan berarti semua harus selesai pada 2024 tanpa memedulikan ketahanan imfrastruktur tersebut untuk jangka panjang.

Demokrasi yang benar itu ada kebebasan untuk mengoreksi ketergesa-gesaan yang berpotensi menimbulkan keburukan dalam jangka panjang. Demokrasi kerap gaduh, tapi kegaduhan yang perlu. Lain cerita kalau kita memang menolak demokrasi. Di kalangan penolak demokrasi, berkembang pendapat pokoknya demokrasi itu selalu gaduh, penuh ketidakpastian, merongrong kenyamanan, memicu instabilitas.

Padahal, berbagai literatur dan penelitian menunjukkan sebaliknya. Ada korelasi positif antara demokrasi dan kesejahteraan ekonomi. Demokrasi diyakini membawa pengaruh positif terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut akan membawa implikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tingkat kesejahteraan yang tinggi banyak dijumpai di negara-negara yang menerapkan demokrasi secara teguh. Hasil kajian Morton Halperin dan kawan-kawan menunjukkan dalam kurun lima dekade terakhir, statistik pertumbuhan ekonomi di negara-negara demokrasi tercatat 25% lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara otoriter.

Benar bahwa pengalaman Singapura dan Tiongkok menunjukkan hal berbeda. Kedua negara itu seolah mengirim sinyal bahwa ada jalan lain di luar demokrasi untuk mencapai kesejahteraan. Tiongkok, misalnya. ‘Negeri Tirai Bambu’ tersebut mencoba bereksperimen dengan mengawinkan sistem politik otoriter dan sistem ekonomi pasar bebas. Alhasil, pertumbuhan ekonomi Tiongkok dewasa ini menjadi momok menakutkan bagi negara-negara Barat.

Kolumnis Fareed Zakaria mengistilahkan negara-negara tersebut sebagai illiberal democracy. Istilah yang diperkenalkan pada 1997 itu menggambarkan fenomena kemunculan negara pseudo democracy. Negara penganut sistem politik nondemokrasi, tetapi memiliki pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi juga termasuk dalam kategori pseudo democracy ala Fareed Zakaria ini.

Kiranya pengalaman Tiongkok dan Singapura itulah yang mengilhami elite kita untuk mengutak-atik demokrasi. Namun, itu hanya pengecualian. Pengecualian itu terjadi karena Singapura dan Tiongkok tidak semajemuk Indonesia. Pula, di dua negara tersebut, angka korupsi dan kolusi bisa ditekan. Mereka sangat keras terhadap perilaku korup dan kolutif.

Skor indeks persepsi korupsi Tiongkok yang 43 juga naik signifikan, lebih dari lima poin dalam waktu sewindu. Skor IPK Singapura malah stabil di atas 83 poin. Untuk Indonesia, skor IPK masih naik-turun. Skor IPK Indonesia masih di rentang 36 hingga 38. Dalam kondisi seperti itu, demokrasi justru mesti dikuatkan dan disuntik vitamin, bukan malah terus-terusan dirongrong.

Adanya jaminan kebebasan berpendapat, kebebasan mengkritik, kebebasan untuk berbeda tanpa dihalang-halangi yang menjadi roh demokrasi justru akan lebih memastikan pertumbuhan ekonomi berlangsung lebih langgeng, adil, dan merata. Demokrasi juga memastikan ruang sebesar-besarnya bagi perlindungan ekologis terhadap sumber daya alam yang kita miliki.

Namun, bila yang berbeda sikap terus dihalang-halangi, yang tidak puas tidak diberi ruang mengekspresikan ketidakpuasan, bahkan malah dikucilkan, berarti kita memang mesti membunyikan alarm bahaya bagi demokrasi. Kalau alarm itu mati, mungkin hari ini demokrasi kita sedang rebah. Namun, bisa-bisa, besok roboh. Semoga tidak.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.