Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ruang Remang-Remang

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
27/5/2023 05:00
Ruang Remang-Remang
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TIDAK ada yang salah dengan kebijakan subsidi. Hampir semua negara melakukannya. Yang keliru ialah bila subsidi itu dirancang asal-asalan, bahkan ugal-ugalan. Yang sesat ialah bila subsidi itu salah alamat.

Selama subsidi dijalankan atas dasar prinsip-prinsip yang jelas, sah-sah saja. Secara teoritis, pemberian subsidi dapat dibenarkan hanya jika terjadi kegagalan pasar (market failures) dalam mengalokasikan sumber daya secara efisien. Prinsipnya, subsidi bisa disalurkan ketika ada orang atau industri menghadapi permasalahan tertentu atau berada di posisi lemah.

Namun, kendati prinsip subsidi sudah terpenuhi, pelaksanaan pemberian subsidi enggak bisa ugal-ugalan. Rancangan dan pelaksanaan subsidi mesti lebih jelas dan terukur. Tanpa itu, pemberian subsidi bukan hanya tidak tepat, tetapi juga tidak adil dan berpotensi dijadikan bancakan pemburu rente.

Dalam semangat mewaspadai kemungkinan salah sasaran itulah banyak yang mengkritisi pemberian subsidi kendaraan listrik itu. Subsidi pembelian kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), itu bertujuan mengejar investasi produsen kendaraan listrik dan mengerem polusi udara yang kelewat ekstrem.

Insentif pembelian kendaraan listrik itu akan diberikan kepada 200 ribu unit motor listrik, 50 ribu konversi motor listrik, 39.900 unit mobil listrik, dan 138 unit bus listrik pada 2023. Subsidi yang diberikan sebesar Rp7 juta per unit untuk pembelian sepeda motor baru dan konversi sepeda motor.

Sementara itu, untuk pembelian mobil listrik, pemerintah memberikan subsidi berupa insentif PPN (pajak pertambahan nilai) yang berlaku hingga Desember 2023. Lewat insentif, masyarakat yang mau membeli mobil listrik hanya perlu menanggung PPN 1%, bukan 11%.

Secara prinsip, para ahli menilai subsidi pembelian kendaraan listrik memang masih bisa dibenarkan. Apalagi, subsidi itu diyakini dapat mendorong produksi dan konsumsi kendaraan listrik yang berdampak penurunan polusi udara. Selain itu, juga bisa membantu pengembangan teknologi dan industri kendaraan listrik di Indonesia.

Namun, kebijakan itu juga berpotensi menciptakan inefisiensi dan mendorong perilaku pemburuan rente jika tidak dirancang dan dijalankan secara baik dan hati-hati. Apalagi, hingga kini masih belum jelas kriteria dan target orang yang akan mendapatkan subsidi tersebut. Masih banyak pertanyaan yang belum kunjung memdapatkan jawaban memadai.

Misalnya, bagaimana pembagian alokasi subsidi itu untuk tiap-tiap produsen? Siapa saja orang yang berhak mendapatkan subsidi tersebut? Apakah subsidi itu akan diberikan kepada semua orang tanpa mempertimbangkan tingkat penghasilan dan lokasi tempat tinggal atau seperti apa?

Belum lagi pertanyaan tentang bagaimana mengatasi potensi adanya konflik kepentingan karena ada nama-nama pejabat penting yang disebut-sebut terkait dengan bisnis di industri kelistrikan dan bakal menerima 'berkah' dari subsidi itu? Apakah adil seperti itu? Bukankah itu mengarah ke praktik rent seeking (berburu rente)?

Ketidakjelasan tersebut tidak hanya akan menggagalkan kebijakan subsidi dalam mencapai tujuan, tetapi juga berpotensi menciptakan distorsi pasar. Pemberian subsidi yang tidak jelas dan terukur akan membebani perekonomian dan menciptakan ketidakadilan. Amat mungkin subsidi yang serba remang-remang itu sebagian besar akan dinikmati mereka yang mampu. Padahal, beban subsidinya akan ditanggung seluruh rakyat pembayar pajak.

Subsidi tersebut juga berpotensi memperparah polusi udara dan kemacetan di Indonesia. Itu disebabkan sebagian besar sumber energi listrik di Indonesia masih berasal dari energi fosil yang kotor, yaitu batu bara dan minyak bumi. Kendaraan listrik juga tidak otomatis mengurangi kendaraan bermotor konvensional.

Ketimbang pemberian subsidi tunai langsung yang memberatkan anggaran negara, mengganggu rasa keadilan, dan rentan praktik korupsi, pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif kebijakan lain yang lebih efektif dan efisien. Kebijakan itu misalnya pembangunan infrastruktur pengisian baterai, insentif keringanan pajak, serta penciptaan peraturan dan iklim berusaha yang kondusif untuk pengembangan industri kendaraan listrik.

Jika itu pun tidak siap, tidak ada salahnya mengalihkan subsidi kendaraan listrik ke subsidi lainnya yang lebih mendesak. Baik kiranya ditimbang usul Fraksi Partai NasDem DPR yang meminta subsidi mobil listrik dialihkan ke subsidi pupuk untuk petani.

Apalagi, angka subsidi pupuk malah terus turun dalam lima tahun terakhir. Pada 2019 Rp34,3 triliun. Namun, pada 2020 turun menjadi Rp31 triliun, tahun 2021 Rp 29,1 triliun, tahun 2022 hanya Rp25,3 triliun, dan pada 2023 tinggal Rp24 triliun.

Jangan terus beri kesempatan para pemburu rente leluasa 'berenang' di kolam remang-remang.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.