Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Suhu kian Panas

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
25/5/2023 05:00
Suhu kian Panas
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TAHUN ini dan tahun depan, Indonesia akan menghadapi ancaman dua suhu panas. Yang namanya suhu atau cuaca panas pasti membuat gerah, kadang bikin sesak napas, bahkan bisa memunculkan amarah yang tak jelas kalau kita tidak bisa mengatasinya. Salah-salah kesehatan mental kita yang bakal kena.

Dalam konteks negara, ancaman dua suhu panas itu juga tak bisa disepelekan. Keduanya, kalau tidak bisa dimitigasi dan diantisipasi, mungkin pula akan membahayakan kesehatan negara. Tidak saja kesehatan secara ekonomi, tapi juga kesehatan lingkungan dan demokrasi.

Ancaman pertama datang dari suhu panas dalam arti sebenarnya, yaitu suhu udara yang dalam skup global bakal meningkat akibat fenomena alam dan ulah manusia penghuni Bumi. Pekan lalu, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan bahwa lima tahun ke depan akan menjadi periode terpanas di bumi.

Pemicu utamanya ialah kembali datangnya El Nino setelah absen selama hampir empat tahun terakhir. Menurut organisasi di bawah PBB itu, dengan 'dukungan' El Nino yang bakal datang sekitar Juli-Agustus tahun ini, suhu global akan terungkit lebih tinggi hingga sangat mungkin mencatatkan rekor panas baru.

El Nino ialah sebuah fenomena alam global berupa pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal. Fenomena ini menyebabkan perubahan pola cuaca secara ekstrem dan secara langsung akan berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah dunia.

El Nino ialah 'saudara' sekaligus antitesis dari La Nina yang dalam tiga-empat tahun terakhir rajin menyambangi bumi dan baru berakhir pada awal tahun ini. Meski berlawanan, kedua fenomena itu sebetulnya sama-sama merusak tatanan normal. Dalam konteks dampaknya terhadap perubahan suhu, El Nino memanaskan, La Nina mendinginkan.

La Nina ibarat rem, ia menahan suhu Bumi yang secara tren peningkatannya terus melaju. Namun, karena begitu berlebihannya efek gas rumah kaca (akibat ulah manusia) yang menyebabkan pemanasan global secara masif, rem La Nina pun menjadi tak terlalu pakem. Itu bisa dilihat dari laporan WMO yang menyebutkan bahwa delapan tahun terakhir ialah tahun terhangat yang pernah tercatat di bumi.

Itu artinya, meskipun ada efek pendinginan dari fenomena La Nina yang terjadi selama hampir setengah dari periode itu, suhu global nyatanya tak beranjak turun. Tetap naik walaupun tipis-tipis.

Maka, bisa dibayangkan bila yang datang kali ini Ialah El Nino. Lonjakan suhu, seperti yang diprediksikan WMO, akan lebih tinggi dan lebih cepat, perubahan iklim dan kekeringan pun akan lebih ekstrem. Indonesia tentu saja termasuk yang terdampak. Musim kemarau di Tanah Air sangat mungkin bakal lebih panjang dan lebih kering.

Ancaman suhu panas yang kedua ialah suhu politik. Ini sama, tapi tidak serupa dengan suhu cuaca panas. Kalau panasnya cuaca disebabkan 'kenakalan' bocah laki-laki (El Nino), panasnya suhu politik biasanya dipicu oleh tingkah polah bocah tua nakal.

Seperti cuaca panas, meningkatnya suhu politik di tahun-tahun menjelang dan selama berlangsungnya pemilu juga merupakan fenomena yang selalu berulang di negeri ini. Tidak terkecuali yang terjadi pada hari-hari ini, sembilan bulan sebelum Pemilu 2024. Meski baru sebatas riak-riak kontestasi, suhu sudah mulai menghangat, bahkan memanas.

Sampai di situ sebetulnya lumrah. Aneh juga kalau kita membayangkan sebuah proses kompetisi demokrasi direspons dengan adem-adem saja. Pasti akan hambar. Enggak seru. Kurang greget. Namanya juga kompetisi, wajar kalau ada sedikit panasnya. Seperti saat ini, 'pertarungan' sesungguhnya belum dimulai, ‘kandidasi’ pun baru sebatas deklarasi, tetapi para pendukung sudah heboh dan panas.

Namun, memang, yang disayangkan ialah kehebohan mereka terkadang terjebak pada pola-pola yang keliru. Menjelek-jelekkan lawan, provokasi, menyebar fitnah dan perilaku-perilaku kotor lainnya. Ujaran-ujaran kebencian dan berita bohong (hoaks) pun semakin sering kita lihat berseliweran di lini-lini masa media sosial. Hal-hal itulah yang membuat suasana panas yang sejatinya wajar menjadi tampak menakutkan.

Patut kita ingat, saat ini mungkin baru para pendukung, relawan, dan simpatisan saja yang menjadi pemicu panas. Sebentar lagi, partai-partai politik akan mulai menyalakan mesinnya demi berlomba merebut dukungan dan aspirasi publik. Ketika semua mesin sudah menyala, bukankah sudah pasti suhu bakal kian memanas?

Pada satu titik nanti nanti, suhu politik nasional makin panas, suhu panas global pun kian memuncak. Apakah kita mesti ikut-ikutan panas? Saran saya sih tidak. Tak perlu berlebihan kita menyikapi dua fenomena itu. Kita pilih yang hangat-hangat saja, yang sedang-sedang saja, daripada pusing, gerah, sesak napas, dan gampang marah-marah sendiri.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.