Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SUDAH berkali-kali Presiden Joko Widodo meyakinkan investor, khususnya investor asing, bahwa di era pemerintahannya investasi di Indonesia bakal memikat. Kepastian hukum dan layanan cepat bakal dijamin. Tim saber pungli dibentuk, tim percepatan izin investasi pun disiapkan. Pokoknya, Indonesia kini bukan Indonesia dulu, begitu kira-kira gambaran ringkas yang dijanjikan.
Namun, sebagian fakta berkata berbeda. Di sektor hulu minyak dan gas serta sebagian proyek strategis nasional, kepastian dan kecepatan layanan masih terus menjadi ganjalan. Tidak mengherankan bila ada beberapa investor kakap akhirnya memilih hengkang dari sejumlah proyek strategis nasional andalan Jokowi tersebut.
Pemerintahan era Jokowi memiliki sejumlah proyek prioritas yang disebut Proyek Strategis Nasional (PSN). Daftar proyek strategis ini pun tertuang dalam Peraturan Presiden No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Peraturan tersebut direvisi menjadi Peraturan Presiden No 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Namun, sejumlah perusahaan asing satu per satu memutuskan untuk hengkang dari proyek penting tersebut, baik dari sektor minyak dan gas bumi (migas) maupun petrokimia. ConocoPhillips, misalnya. Perusahaan minyak asal Amerika Serikat ini bahkan sudah resmi melepas asetnya di Indonesia pada awal 2022 lalu.
ConocoPhillips sebelumnya merupakan operator dan juga pemegang hak partisipasi (participating interest/ PI) sebesar 54% di Blok Corridor, lepas pantai Sumatra Selatan. Selain ConocoPhillips, perusahaan AS lainnya, yakni Chevron, juga menyatakan akan keluar dari proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development di Kalimantan Timur.
Perusahaan selanjutnya yang memutuskan untuk hengkang dari Indonesia ialah Shell. Perusahaan asal Belanda itu sejak beberapa tahun lalu menyatakan bakal keluar dari proyek gas raksasa Blok Masela di Maluku dengan menjual kepemilikan hak partisipasi sebesar 35%. Dengan keluarnya Shell dari proyek Blok Masela, pemerintah pun mendorong agar Pertamina dapat masuk untuk mengambil 35% hak partisipasi milik Shell tersebut.
Proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether dan metanol juga ditinggalkan investor asing. Investor yang cabut tersebut, yaitu Air Products and Chemicals Inc, perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Keputusan hengkangnya perusahaan raksasa asal Amerika Serikat itu disampaikan melalui surat kepada pemerintah Indonesia.
Kendati perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang hengkang itu sudah mendapatkan pengganti, kondisi itu tetap memperburuk citra Indonesia sebagai negara yang ramah tujuan investasi sebagaimana digembor-gemborkan. Apalagi, alasan hengkangnya para raksasa global itu seperti yang diduga oleh sejumlah analis.
Hasil analisis sejumlah ahli dan lembaga menyimpulkan hengkangnya perusahaan raksasa global itu dari Tanah Air karena tiga hal klasik. Ketiga faktor itu ialah kepastian hukum lemah, fiskal keekonomian rendah dalam pengembalian investasi, dan birokrasi perizinan yang masih berlapis.
Jika benar semua hasil analisis itu, lalu di mana letak autentiknya janji para pemimpin? Di sektor hulu migas, misalnya, banyak investor menganggap janji memberi 'karpet merah' kepada mereka itu masih pepesan kosong.
Revisi Undang-Undang Migas yang dijanjikan segera dibahas dan diselesaikan antara DPR dan pemerintah hingga kini jalan di tempat. Faktor ini saja sudah serupa sinyal bagi iklim investasi, seberapa serius Indonesia menunaikan janjinya.
Investor migas asing meninggalkan Indonesia boleh jadi tidak semata-mata karena sektor migas tidak ekonomis lagi. Mereka hengkang karena investasi migas kita kalah kompetitif jika dibandingkan dengan portofolio investasi dan kesempatan investasi para raksasa investor migas asing itu di tempat lain. Itulah masalah utama kita.
Jika persoalan utama itu tidak diatasi, di sektor migas, misalnya, target produksi 1 juta barel minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari di 2030 tidak akan bisa dicapai. Bagaimana tercapai, menjaga tingkat produksi saat ini saja kepayahan.
Jadi, ketimbang sibuk soal copras-capres, berpikir menyiapkan calon pengganti, atau sibuk membisiki relawan satu per satu ihwal siapa yang layak menjadi penggantinya, Presiden sebaiknya lebih intens merealisasikan janjinya memastikan Indonesia bersahabat dengan investor, khususnya di sektor migas. Fokus ke soal itu, di samping memang tugas Kepala Negara, juga agar sektor yang masih jadi andalan itu tidak kian kepayahan melawan zaman.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved