Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BERAGAMALAH secara rileks. Bertuhanlah dengan riang, penuh sukacita. Jangan beragama secara tegang, berkerut, mudah mengafirkan yang berbeda karena Tuhan maha pengampun.
Sudah puluhan kali pesan itu digaungkan oleh sejumlah ulama dan ahli agama. Dasar utama pesan itu juga amat benderang: setiap agama meyakini Tuhan maha pengasih, maha penyayang, dan maha 'memaklumi' keterbatasan hamba-Nya.
Kendati begitu, masih ada sekelompok orang yang 'mengambil alih' porsi Tuhan, atau setidaknya mengatasnamakan perintah Tuhan, sambil meneror dan menyerang orang lain. Dalihnya macam-macam, tapi umumnya karena ada perbedaan atas interpretasi pemahaman keagamaan.
Kasus terakhir ialah teror penembakan di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia. Seseorang yang mengaku nabi, bahkan terakhir meningkatkan klaimnya dengan mengaku sebagai Tuhan, memberondong Kantor MUI dengan tembakan, Selasa (2/5), kemarin.
Sebelum mengeklaim diri sebagai Tuhan, pelaku mengaku sebagai nabi dan sudah dua kali datang ke kantor MUI di Jakarta. Ia akhirnya datang kali ketiga dan melakukan aksi penembakan. Saat beraksi melakukan penembakan di kantor MUI, pria asal Lampung itu tak lagi mengaku nabi, tetapi mengaku sebagai Tuhan.
Dua pekan sebelumnya, seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang, mengancam siap membunuh satu per satu warga Muhammadiyah. Pangkal permasalahannya karena perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah. Sang pengancam emosional karena warga Muhammadiyah 'ngeyel' berlebaran lebih dulu daripada yang ditetapkan Kementerian Agama.
Itulah komplikasi dan risiko saat orang beragama secara tegang, zakelijk (saklek), tekstual, skriptualis, sebagaimana kerap dikritik oleh sejumlah tokoh agama. Beragama menjadi kering. Agama seperti kehilangan spiritualitas. Kata seorang teman, "Tuhan dihadirkan dengan sangat menyeramkan."
Karena cara beragama yang kaku itulah, dalam beberapa tahun belakangan muncul dugaan tren peningkatan orang meninggalkan agama. Bukan agamanya yang salah, melainkan tafsir yang melahirkan ekspresi keagamaan jadi musababnya. Ada beberapa survei yang memaparkan fakta demikian.
Pada 2019, dalam survei BBC International menunjukkan terjadi peningkatan persentase penduduk yang tidak beragama, dari awalnya hanya 8% pada 2013 menjadi 13% pada 2019. Beberapa lembaga juga pernah melakukan jajak pendapat dalam tingkat regional. Di Iran, dalam risetIranian's Attitudes Toward Religion (2020) terungkap bahwa 47% dari 40 ribu responden mengaku telah beralih dari beragama menjadi ateis.
Di Turki, setali tiga uang. Ada peningkatan jumlah ateis dalam kurun 10 tahun terakhir. Dalam laporan lembaga survei Konda pada 2019, ditemukan jumlah orang Turki yang mengaku menganut Islam telah turun dari 55% menjadi 51%. Penurunan ini bukan beralih ke agama lain, tetapi menjadi ateis.
Adapun di Mesir, mengutip Deutsche Welle, Universitas Al-Azhar Kairo pada 2014 juga melakukan survei tentang topik serupa. Hasilnya menunjukkan bahwa 10,7 juta dari 87 juta penduduk Mesir mengaku menjadi ateis. Angka itu mencapai 12,3% dari total populasi Mesir. Hal sama juga terjadi di Arab Saudi. Dengan mengutip laporan Saudi Arabia 2021 International Religious Freedom Report (2021), tercatat ada 224 ribu yang memilih tidak beragama, baik ateis maupun agnostik.
Hannah Wallace dalam artikel Men without God: The Rise of Atheism in Saudi Arabia (2020) menjelaskan tren itu tidak terlepas dari sikap politik pemerintah yang menggunakan agama. Penduduk yang kritis menolak dan menganggap sikap seperti itu sebagai politisasi.
Kasus di Arab Saudi juga terjadi di Turki. Kepemimpinan Erdogan diklaim menggeser konsep beragama yang longgar menjadi amat ketat membuat sebagian penduduk mulai tidak nyaman.
Tamer Fouad, koresponden hubungan internasional Guardian berpendapat meningkatnya orang meninggalkan agama akibat adanya pandangan negatif terhadap agama karena pemberitaan buruk. Mulai penghancuran masjid, pembakaran gereja, hingga aksi kekerasan lain atas nama agama.
Survei-survei di atas kiranya menjadi genderang peringatan keras, khususnya bagi para tokoh agama, untuk terus menyebarluaskan dan menghadirkan cara beragama yang sejuk. Ajakan agar kita bertuhan secara riang, rileks, penuh toleransi tidak boleh senyap dalam pesan-pesan komunikasi keagamaan.
Menyeru bahwa perbedaan pendapat dalam keyakinan keagamaan ialah rahmat, bukan laknat, mesti meninggalkan jejak yang pasti di kalangan umat. Biar tidak ada lagi ancaman pembunuhan karena perbedaan, apalagi penembakan karena klaim berlebihan sebagai nabi, bahkan Tuhan.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved