Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Peneliti atau Gali?

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
27/4/2023 05:00
Peneliti atau Gali?
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAMPAI hari ini barangkali tidak ada satu pun preman yang menyambi menjadi peneliti. Sama sekali tak nyambung, memang. Yang satu mengandalkan otot, satu lagi menjadikan kemampuan otak sebagai panglima. Kerja preman berdasarkan spontanitas, sedangkan kerja peneliti mesti diawali dengan landasan berpikir yang jelas, rasional, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Namun, jika dibalik, peneliti yang berkelakuan seperti preman, rupanya ada. Alih-alih memaksimalkan keilmuwan dan keenceran otak yang dimiliki, peneliti jenis seperti itu justru tak sungkan mengedepankan otot dan emosi. Pikirannya pendek, merasa paling benar. Ujung-ujungnya main ancam, bahkan mengancam membunuh orang-orang yang tak sependapat dengannya. Duh Gusti, ini sebetulnya peneliti atau gali?

Bahkan gali sekalipun mungkin masih berpikir ulang beberapa kali untuk berani mengirimkan ancaman kepada satu kelompok organisasi masyarakat besar, bukan sebatas ancaman kepada individu. Tetapi rupanya peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin punya kenekatan melebihi gali.

Ia tak perlu berpikir panjang untuk berani menebar ancaman kepada Muhammadiyah yang dianggapnya tidak taat terhadap pemerintah dalam hal penetapan 1 Syawal 1444 H. Ancamannya pun tidak main-main. Ia mengancam membunuh satu-satu warga Muhammadiyah sekaligus menantang siap dilaporkan dengan ancaman pasal pembunuhan. Mengerikan.

Benarlah seperti yang dikatakan seorang kawan, negeri ini semakin ke sini rasanya semakin semrawut dengan pikiran-pikiran dan perilaku yang nyaris tak masuk akal. Ketika orang awam sudah bisa menghargai perbedaan pandangan, orang-orang yang kita anggap pintar malah berpikiran amat kerdil, memanfaatkan perbedaan itu untuk memprovokasi dan main ancam.

Di saat negara berupaya menjunjung penghormatan terhadap perbedaan sikap dan pendapat, seorang peneliti di sebuah lembaga riset milik negara justru dengan pongah menginjak-injaknya. Sangat disayangkan, kewarasan dan intelektualitasnya (kalau dia punya) kalah oleh kebenciannya terhadap kelompok tertentu.

Jika dibiarkan, ia berpotensi melakukan kejahatan dengan latar kebencian (hate crime) seperti banyak kisah yang sering kita baca tentang pembunuhan massal di luar negeri, yang diawali dengan kebencian terhadap kelompok dengan latar identitas tertentu. Ia bahkan mungkin bisa ditempatkan satu tingkat di bawah teroris karena sama-sama menebar teror dan ancaman terhadap satu kelompok masyarakat yang dibencinya.

Muhammadiyah barangkali bisa menghadapinya dengan kalem dan memilih menjauh dari provokasi murahan semacam itu. Tetapi siapa yang menjamin orang yang sama tidak akan melakukan ancaman serupa terhadap kelompok lain atau bahkan terhadap individu lain? Kalau organisasi besar dan sangat dihormati seperti Muhammadiyah saja berani ia ancam dan maki-maki, bagaimana dengan orang biasa yang tak punya kekuatan apa-apa?

Karena itu, semestinya polisi tidak boleh kalem. Mengancam untuk membunuh adalah kejahatan serius. Sama sekali tak boleh diabaikan. Kiranya polisi bisa menindaknya tanpa menunggu dia merealisasikan ancamannya, bukan? Apalagi kini sudah ada pihak yang melaporkan ancaman si peneliti itu, rasanya tak elok kalau polisi tak segera mengusutnya meskipun permintaan maaf secara terbuka sudah ia sampaikan.

Namun, buat saya, yang paling menjengkelkan ialah kok bisa-bisanya orang sejenis AP Hasanuddin, yang punya pikiran sepicik itu, bekerja sebagai peneliti di BRIN? Bukankah salah satu karakter peneliti itu harus mampu berpendapat secara ilmiah dan kritis? Fatsunnya, setiap pendapat peneliti harus didasari fakta yang telah teruji kebenarannya, tidak mengada-ada tanpa bukti yang bisa dipertanggungjawabkan.

BRIN jelas bukan lembaga abal-abal. Ia milik pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 secara efektif menetapkan BRIN sebagai satu-satunya badan penelitian nasional, meneruskan Komite Inovasi Nasional. Peraturan itu memutuskan bahwa semua lembaga penelitian milik pemerintah bergabung menjadi BRIN. Dalam benak saya, juga publik awam pada umumnya, orang-orang hebat nan pandai yang berkumpul di situ, bukan orang-orang yang berjubah peneliti tapi kelakuan, cara berpikir, dan tutur katanya bak preman jalanan.

Mestinya tidak masuk akal kalau badan sekaliber itu masih bisa 'disusupi' orang-orang yang berlagak peneliti tapi sejatinya berwatak preman. Jangan-jangan AP Hasanuddin bukan satu-satunya. Jangan-jangan banyak peneliti BRIN yang kadar moral dan intelektualitasnya seperti itu. Lantas, salahkah bila publik juga mulai meragukan kekaliberan BRIN sebagai lembaga? Entahlah, biar BRIN yang menjawabnya.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.