Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Korupsi Kecil

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
30/3/2023 05:00
Korupsi Kecil
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MENTANG-MENTANG kecil minta dimaklumi. Karena ada pemakluman, yang kecil-kecil terus dilakukan, lama-lama menjadi kebiasaan. Akhirnya, yang awalnya kecil berkembang menjadi besar, semakin besar. Si pemberi maklum pun belakangan menyesal kenapa dulu menganggap sepele perkara yang kecil-kecil itu. Namun, ya, namanya juga penyesalan, selalu datang terlambat. Si kecil kadung membesar, tak bisa lagi dibendung.

Kira-kira mungkin seperti itu bakal alur cerita tentang bahayanya menyepelekan korupsi kecil. Cerita itu terinspirasi dari pernyataan anggota DPR Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng saat rapat kerja dengan Kementerian Keuangan, awal pekan ini. "Kebanyakan makan uang haram itu. Kalau makan uang haram kecil-kecil tidak apalah. Ini makan uang haram sampai begitu berlebih maka Tuhan marah," kata Mekeng.

Ia mengeluarkan pernyataan tersebut saat membahas gaya hidup mewah pejabat di lingkungan Kemenkeu. Menurut Mekeng, terkuaknya gaya hidup mewah pejabat-pejabat itu merupakan imbas dari perilaku memakan duit haram yang terlalu banyak. Sampai di situ sebetulnya sudah bagus, tapi sayang, ada embel-embel di belakangnya soal pemakluman dia terhadap perilaku yang sama, tapi dengan jumlah kecil.

Sekitar dua bulan lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin juga pernah melontarkan wacana yang sebangun dengan itu. Dalam rapat bersama Komisi III DPR, Januari lalu, ia menyampaikan pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta cukup diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara. Menurutnya, penyelesaian kasus dengan mekanisme itu akan lebih cepat dan murah.

Meskipun spirit dan tujuannya agak berbeda, pernyataan Jaksa Agung itu juga mengandung makna pemakluman. Memang tak sefrontal Mekeng, tapi sebetulnya sama saja. Sama-sama bernuansa menganggap enteng korupsi dalam skala kecil. Seolah-olah, di mata Tuhan, korupsi kecil-kecilan tak menimbulkan dosa, atau kalaupun dosa, kadarnya tak sebesar korupsi yang jumbo. Di mata hukum, seakan-akan rasuah kelas receh layak diberikan impunitas atau perlakuan khusus.

Padahal, besar ataupun kecil, korupsi tetaplah korupsi. Sama saja dengan maling, mau cuma mencuri seekor ayam atau mencuri sekilo emas batangan, tetap saja maling. Nyatanya, banyak maling ayam diproses hukum, kok. Lha, kenapa kini justru maling uang negara yang nilainya pasti lebih besar dari seekor ayam malah dianggap 'tak apalah', bahkan mau diampuni asal kembalikan kerugian negara yang ia tilap.

Tidak semudah itu, Bro. KPK pun pernah bilang, korupsi kecil atau petty corruption tidak bisa dianggap sepele karena dapat membentuk kebiasaan buruk dalam birokrasi sekaligus merenggut hak rakyat. Jika negara permisif, para pelakunya justru dapat berbuat lebih jauh dengan melakukan kejahatan yang lebih besar lagi.

Mungkin lama-lama nanti akan muncul jargon seperti ini. "Berlatihlah menjadi koruptor kakap dengan melakukan korupsi kecil-kecilan. Dijamin tidak akan diproses hukum. Apes-apesnya kalau ketahuan paling hanya diharuskan bayar uang pengganti kerugian. Jadi, jangan kendur. Teruslah berlatih demi korupsi yang lebih besar."

Maaf kalau imajinasi saya terlalu liar. Namun, bukankah itu mungkin saja terjadi kalau kita terus-terusan menganggap remeh dan terlalu gampang memberi pemakluman terhadap praktik kejahatan kecil? Apalagi, kejahatan yang dimaksud ialah tindak pidana korupsi alias pencurian uang negara yang punya dampak merugikan masyarakat secara langsung. Salah-salah, nanti, masyarakat akan menganggap itu lumrah dan biasa.

Lagi pula korupsi kecil hampir selalu menyangkut sisi kehidupan sehari-hari masyarakat, rasuah skala kecil yang biasanya dilakukan pejabat publik dalam interaksinya dengan masyarakat. Karena itu, ketika dibiarkan terus-menerus, yang bakal muncul ialah masyarakat yang permisif, toleran, bahkan merasa nyaman dengan perilaku koruptif. Dengan masyarakat seperti itu, bisakah kita berharap mereka memberikan kontribusi dalam pemberantasan korupsi? Rasanya, tidak.

Namun, kalau boleh saya berprasangka baik, para pemberi maklum itu sebenarnya bukan sedang menganggap enteng korupsi kecil-kecilan. Mereka juga bukan tidak tahu bahayanya korupsi kecil. Saat ini mungkin mereka lagi betul-betul fokus membantu KPK dan kejaksaan mengejar korupsi kelas kakap. Karena itu, korupsi kecil terpaksa ditaruh di prioritas belakang dulu.

"Korupsi kecil-kecilan? Ah, sudahlah. Jangan repotin kami dengan perkara-perkara kecil seperti itu. Kami sedang sibuk dengan korupsi yang besar," begitu kata mereka dalam bayangan prasangka baik saya. 

Namun, di ujung cerita, mereka akhirnya menyesal melihat situasi negara yang tak mampu lagi terlepas dari cekikan korupsi gara-gara keteledoran mereka mengabaikan korupsi kecil.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.