Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
GONJANG-GANJING dugaan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan masih amat ringkihnya tata kelola pemerintahan kita. Banyak aturan tentang tata kelola dibuat, tapi aturan itu tidak berdaya menutup lubang, bahkan celah yang sempit sekalipun.
Mengapa bisa serapuh itu? Saya menduga karena runtuhnya moral obligation. Tidak tampak kewajiban moral untuk menjaga integritas pribadi dan muruah institusi. Yang penting keinginan pribadi tersalurkan, berhasil menumpuk privilese, status sosial merambat naik, habis perkara.
Maka jadilah rupa-rupa aturan itu ornamen 'penting', tapi bukan utama. Saya sebut 'penting' karena aturan itu harus ada. Namun, kalau bisa disiasati dan enggak ketahuan sedang disiasati, mengapa tidak dilakukan? Begitu kira-kira yang bersemayam dalam alam pikiran sejumlah pejabat yang sekarang sedang ditelusur harta kekayaan mereka itu.
Sikap seperti itu lebih menyerupai pemburu rente ketimbang pelayan publik. Padahal, dalam beberapa fase tingkatan, pejabat publik sudah masuk level pemimpin. Pemimpin, juga pejabat, punya kewajiban moral untuk menggenggam kemuliaan dan menjaga kehormatan. Dengan bersalin rupa menjadi 'pemburu rente', seorang pemimpin pada hakikatnya tengah melepas kemuliaan dan kehormatannya.
Kata kawan saya: kemuliaan itu ada, kehormatan juga tidak beranjak pergi. Akan tetapi, kedua kata itu tidak menyatu dengan para pemiliknya. Ia hanya menjadi harapan yang tidak lekas hadir kembali.
Ada pepatah kuno Prancis noblesse oblige, yang artinya di dalam jabatan melekat tanggung jawab. Frasa itu mengafirmasi bahwa tugas para pemimpin, termasuk di dalamnya pejabat, ialah sebuah keluhuran, sebuah tanggung jawab. Bahwa semakin puncak posisi seseorang, kian tinggi pula tanggung jawab dan kehormatannya. Tingginya posisi baru punya arti bila tanggung jawabnya yang besar nyata dan terasa.
Moral noblesse oblige itu yang kosong. Tata kelola disusun, tapi tidak kunjung muncul good governance, tata kelola yang baik, karena ruang kosong itu tidak kunjung diisi. Tolok ukurnya sekadar sesuai atau tidak dengan aturan, bukan lagi 'pantas atau tidak', 'luhur atau rendahan', 'terhormat atau tercela'.
Kalau sekadar sesuai dengan aturan atau tidak, akan banyak bias. Aturan bisa saja didesain untuk berada di wilayah abu-abu. Rangkap jabatan hingga bertumpuk-tumpuk tidak masalah asal tidak melanggar aturan. Padahal, selain tidak ada manusia super yang bisa memegang tanggung jawab puluhan jabatan, rangkap jabatan juga dikesankan sebagai bagian dari kerakusan dalam berburu rente.
Huru-hara dugaan penyalahgunaan jabatan di Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai hingga diduga menyelewengkan uang negara Rp300 triliun itu mestinya jadi pintu masuk mengisi 'ruang kosong' itu. Saatnya meneguhkan kembali bahwa tata kelola yang bersendi dari prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas di pemerintahan mesti benar-benar hidup, nyata, dan terasa.
Apalagi, di banyak negara moderen, good governance telah menjadi elemen mahapenting untuk menjamin kesejahteraan nasional (national prosperity). Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan menyebutkan prinsip transparansi, pertanggungjawaban (responsibility), akuntabilitas, partisipasi, dan ketanggapan (responsiveness) yang merupakan prinsip kunci good governance ialah bagian penting hak asasi manusia.
Sementara itu, The Canadian International Development Agency menyebutkan good governance tercapai bila kekuasaan organisasi (atau pemerintah) dijalankan dengan efektif, adil (equitable), jujur, transparan, dan akuntabel. Prinsip-prinsip itulah yang mestinya segera dihadirkan di ruang-ruang kosong birokrasi dan pemerintahan di Republik ini.
Bila ruang-ruang itu disesaki prinsip-prinsip besar tata kelola yang baik, tidak ada lagi celah menyimpangkan uang negara, mengeruknya, lalu mencucinya demi menumpuk pundi-pundi pribadi. Sekali lagi, noblesse oblige, di dalam jabatan melekat tanggung jawab. Di dalam jabatan, ada kemuliaan dan kehormatan yang hidup, nyata, dan terasa.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved