Menghentikan Kekerasan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
01/12/2021 05:00
Menghentikan Kekerasan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

ADA dua jenis kekerasan yang kerap dilakukan oleh sejumlah ormas di negeri ini. Pertama, kekerasan berbasis ideologis. Kelompok yang satu ini mengatasnamakan 'jihad keyakinan dan surga' dalam melakukan aksi. Kedua, mereka yang melakukan kekerasan untuk tujuan penguasaan aset-aset ekonomi, juga demi mendapat jatah proyek.

Baik golongan pertama maupun kedua memiliki misi yang sama, yakni mendelegitimasi negara. Wibawa negara dibuat rontok di hadapan warganya. Dua-duanya juga mengancam rasa aman publik. Dua-duanya berusaha membuat kuku-kuku negara tumpul, kaki-kaki negara lemah.

Dua-duanya lahir dari rahim ibu kandung yang sama, yakni demokrasi. Akan tetapi, setelah lahir, mereka menjadi musuh utama demokrasi karena kekerasan bertentangan dengan spirit dan substansi demokrasi. Jalan hidup melalui demokrasi dengan seperangkat institusinya adalah sarana nonkekerasan.

Di bawah kondisi demokratis, kepentingan dan kekuasaan tidak bisa diperoleh lewat jalan pemaksaan, tetapi melalui konsensus yang memerlukan penghormatan publik. Prinsip-prinsip yang dilakukan pun atas dasar aturan hukum, bukan maunya sendiri.

Maka, masuk akal bila umumnya publik berharap negara bertindak keras atas pelaku kekerasan itu. Negara sudah menunjukkan taringnya untuk pelaku kekerasan atas nama keyakinan, meski akar-akarnya masih belum sepenuhnya habis. Kini, yang juga ditunggu ialah tangan kuat negara untuk membekuk pelaku kekerasan bermotif penguasaan aset dan proyek yang mulai kerap muncul akhir-akhir ini.

Tanpa ketegasan itu, wibawa negara akan dirongrong terus. Ujung-ujungnya, kualitas demokrasi akan merosot. Manakala perkembangan demokrasi belakangan ini diwarnai berbagai ekspresi kekerasan, baik fisik maupun verbal, maka kondisi demokrasi kita jelas berada di ambang bahaya. Lebih mengerikan lagi bila berbagai ekspresi kekerasan di ruang publik itu makin merebak, seolah-olah di luar kapasitas negara untuk mengendalikannya.

Perkembangan ini, bila dibiarkan, mengarah pada pelaksanaan demokrasi yang masih bersandar pada gerak sentripetal kekuasaan. Gerak seperti itu sekadar bersifat narsistik. Sebaliknya, bila negara bertindak dan spiral kekerasan bisa dihentikan, demokrasi kita menuju ke gerak sentrifugal yang berorientasi pada kemaslahatan umum.

Jurnalis dan penulis asal Inggris, Humphrey Hawksley, pernah mengingatkan betapa bahayanya demokrasi yang lemah atau dilemahkan oleh kekerasan. Dalam bukunya, Democracy Kills, ia memperlihatkan potret yang mengerikan, penduduk di bawah sistem demokrasi lemah otoritas berpeluang mati lebih besar ketimbang di bawah sistem kediktatoran. Sebagai contoh, harapan hidup warga negara demokratis Haiti hanya 57 tahun, jauh jika dibandingkan dengan mereka yang hidup di bawah kediktatoran Kuba yang mencapai 77 tahun.

Demokrasi memang bermaksud menghilangkan pemerintahan otoriter, tetapi tak bisa ditegakkan tanpa wibawa otoritas. Tanpa wibawa otoritas negara hukum, kata Humphrey, demokrasi bisa mengarah pada anarki. Dalam kondisi itu, demokrasi melakukan tindakan bunuh diri.

Pada titik tertentu, orang kemudian berimajinasi tentang masa lampau. Kalimat 'Piye kabare? Penak jamanku toh’ sebenarnya juga bagian ekspresi kekesalan masyarakat atas pembiaran tindakan kekerasan yang mengancam rasa aman. Kalimat yang kerap dijumpai dalam meme atau di bagian belakang mobil truk itu memuat sindiran agar negara bertindak memperbaiki keadaan.

Apalagi, beberapa aksi kekerasan itu bahkan memakan korban jiwa. Ada juga kekerasan yang menimpa perwira menengah polisi. Saya mendengar polisi segera bertindak atas beragam aksi brutal itu. Semoga yang saya dengar benar, bukan halu.

John Stuart Mill, filsuf Inggris yang hidup di abad ke-19, menekankan tidak ada pembenaran atas kekerasan. Satu-satunya justifikasi bagi tindakan melawan ialah perlindungan diri (self-protection), dan satu-satunya rintangan atas kebebasan yang bisa dijustifikasi ialah untuk mencegah bahaya bagi orang lain.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima