Harmonisasi Data

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
18/8/2021 05:00
Harmonisasi Data
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI.Ebet)

SEORANG kawan mengingatkan saya agar lebih tepat dalam memilih kata saat menulis. Ia meluruskan penggunaan diksi 'menyembunyikan' kematian dalam tulisan di rubrik ini, akhir pekan lalu, dengan bahasa yang sangat sopan: mari kita berdiskusi.

Menurut sang kawan, penggunaan kata 'menyembunyikan' tidak tepat (saya artikan salah) karena memang bukan itu yang dimaksudkan komandan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan. LBP, begitu inisial Luhut dikenal, menyatakan kasus kematian covid-19 dikeluarkan dari indikator penentuan pelevelan PPKM, bukan dikeluarkan dari laporan harian perkembangan kasus covid-19.

"Setiap sore, Kemenkes (Kementerian Kesehatan) tetap mencantumkan data kematian. Jadi, tidak disembunyikan. Karena tidak dikeluarkan dari laporan harian, berarti enggak ada pembatalan. Pengeluaran kasus kematian dari indikator untuk menentukan level PPKM suatu daerah juga bersifat sementara guna harmonisasi data," begitu sang kawan menjelaskan secara detail dalam diskusi 'sedikit' tersebut.

Selama ini, penentuan level PPKM dari 1 hingga 4 memang memasukkan indikator kematian sebagai salah satu bahan evaluasi. Selain angka kematian, indikator lainnya untuk menilai naik-turunnya level PPKM ialah persentase kasus positif covid-19, reproduksi virus, juga tingkat keterisian ranjang (bed occupancy rate) rumah sakit, serta tingkat keterisian ICU rumah sakit.

Karena itu, ketika data kematian hendak dikeluarkan dari indikator penentuan pelevelan PPKM, sebagian besar ahli meminta agar hal itu diurungkan. Mereka sepakat bahwa kematian ialah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah.

Kalau yang meninggal banyak, berarti wabah itu parah banget. Untuk menilai tingkat keparahan di awal, tentu yang dipakai ialah positivity rate. Namun, kalau di akhir, ya, sudah tentu pakai data kematian. Kalau data kematian dikeluarkan, ibarat mobil, ia mobil yang kehilangan kaca spion.

Namun, saya jadi paham duduk perkara mengapa data kasus kematian covid-19 itu untuk sementara, sekali lagi untuk sementara, dikeluarkan dari indikator evaluasi penanganan covid-19. Tujuannya harmonisasi data. Itu artinya selama ini data kasus kematian covid-19 tidak 'harmonis', tidak sinkron. Ada perbedaan data kasus kematian korona antara yang diumumkan (dilaporkan) dan jumlah kematian sesungguhnya.

Di situlah saya larut dalam spekulasi, jangan-jangan ada yang disembunyikan. Atau, jangan-jangan ada data yang disimpan, lupa dicatat, belum diinput, salah menginput, dan sebagainya. Yang berbahaya, jangan-jangan memang ada yang sengaja 'menyimpan' data kematian agar wilayah mereka cepat turun level, tidak berada di level 4 atau 3 lagi. Padahal, faktanya jumlah yang mati lebih banyak.

Sekali lagi, itu spekulatif meski ada dugaan sejumlah wilayah memang melakukan itu untuk tujuan tertentu. Bahkan, ada suara-suara bahwa beberapa daerah tidak gencar dan gesit melakukan testing, tracing, treatment (3T) agar kasus positif covid-19 tidak membeludak. Ditakutkan, bila 3T digencarkan dan kasus positif terus naik, wilayah itu akan berlama-lama dalam zona merah. Itu menyakitkan.

Data Worldometers mengonfirmasikan jumlah tes deteksi covid-19 di Indonesia memang belum masif. Baru 104,7 ribu per 1 juta penduduk yang dites. Kita masih kalah jika dibandingkan dengan Filipina yang sudah mengetes 157 ribu orang per sejuta populasi, Malaysia 611 ribu per 1 juta orang, dan Thailand 116 ribu per 1 juta penduduk.

Lebih-lebih bila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang angka testingnya sudah 1,66 juta per sejuta penduduk, atau United Kingdom yang 3 juta lebih per sejuta penduduk, kita masih jauh ketinggalan.

Intinya ialah kekacauan data kerap terjadi karena ada maksud-maksud terselubung, niat-niat tersembunyi, serta harapan-harapan indah demi mendulang citra positif. Dulu, di era penuh ketertutupan, data tentang kemiskinan, misalnya, sering menjadi perdebatan karena ada yang 'disimpan'. Di zaman serbatertutup, data rasio gini yang menggambarkan kesenjangan ekonomi amat susah diakses secara luas karena amat sensitif. Bisa memicu benturan karena kesenjangan teramat menganga.

Namun, kini era serbaterbuka. Aksi 'menyimpan' data akan percuma. Teknologi membuat akses data dan verifikasi data menjadi serbamudah. Ketertutupan hanya melahirkan syak wasangka, curiga, bahkan bahan gibah atau malah amunisi fitnah.

Ini zaman merdeka. Kata Bung Karno: 'Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal. Kemerdekaan justru membangunkan soal-soal baru. Tapi, kemerdekaan menyediakan jalan keluar untuk mengatasi soal-soal. Hanya ketidakmerdekaan yang tidak menyediakan jalan keluar untuk mengatasi soal-soal'. Semoga harmonisasi data cepat terjadi dan itu bagian dari jalan keluar mengatasi soal-soal.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima