Siapa yang Pandir?

Usman Kansong, Ketua Dewan Redaksi Media Group
01/6/2021 05:00
Siapa yang Pandir?
(MI/EBET)

Adakah yang begitu idiotnya sampai berpikir ‘nenek moyang kita membangun mahakarya Borobudur dan Prambanan, sehingga sekarang kita pasti mampu membikin pusat teknologi  dunia di Muntilan’? Saya mencoba mencari di google dengan kalimat ‘muntilan pusat teknologi dunia’ dan tidak menemukannya.

Saya melakukan itu setelah membaca tulisan Bre Redana di Kompas yangviral dan  beredar di aplikasi pertukaran pesan yang saya ikuti. Dalam tulisan berjudul “Mengenang Pak Pandir,” Bre mencontohkan atau menganalogikan cara berpikir idiot lebih kurang begini: nenek moyang kita membangun mahakarya Borobudur dan Prambanan, oleh karenanya sekarang kita pasti mampu membikin pusat teknologi  dunia di Muntilan.

Akan tetapi, sependek pengetahuan saya belum ada orang mengatakan itu atau berpikiran serupa itu. Mungkin Bre sekadar mencontohkan, memisalkan, mengandaikan. Kalau pun ada, saya kira konteksnya menyemangati.

Bre lalu mencontohkan keidiotan lain begini: mereka mengkritik pemerintah; mereka kadrun; mereka yang mengritik pemerintah adalah kadrun. Yang berpikir seperti ini saya kira ada bahkan banyak. Model pemikiran seperti ini sering dicontohkan dalam kuliah logika dan banyak menjadi soal ujian.

Bre kiranya menyetarakan contoh pertama dan contoh kedua, sama-sama idiot. Saya lebih suka menyebut keduanya, meminjam istilah Robert Arp, dkk,  sebagai “bad arguments,” argumen buruk, ketimbang idiot. Menyebutnya argumen buruk ialah menyasar argumennya. Menyebutnya idiot menyasar orangnya. Dalam ilmu logika, menyasar orang disebut “ad
hominem” dan “ad hominem” termasuk “bad argument.”

Dulu kita sering menyebut mereka yang punya ‘keterbelakangan mental’ sebagai idiot.  Kini kita menyebut mereka ‘berkebutuhan khusus.” Mungkin di balik sebutan ‘berkebutuhan khusus’ atau ‘argumen buruk’ terkandung eufimisme atau pelembutan. Namun, pelembutan semacam ini positif, mengandung penghormatan kepada sesama manusia. Bila kita mengatakan “pass away”,  kita melakukan pelembutan untuk menunjukkan penghormatan kepada orang yang meninggal.

Holdier menyebut contoh seperti ‘Muntilan pusat teknologi dunia’ sebagai argumen buruk kategori “chronological snobbery”, gagah-gagahan kronologis. Kita biasa menyebut contoh tentang ‘kadrun’ sebagai argumen buruk kategori generalisasi  atau stereotyping.

Generalisasi atau stereotip juga terkandung dalam pemikiran begini: mereka membela pemerintah; mereka adalah cebong; mereka yang membela pemerintah adalah cebong. Sayang, Bre tak menyebutkan contoh ini. Baiklah, saya menambahkan contoh ini di sini supaya berimbang meski dengan risiko disebut cebong oleh mereka yang berpikiran idiot dalam bahasa Bre atau oleh orang berargumen buruk dalam bahasa saya.

Bre juga mencontohkan sejumlah pemikiran pandir.  Salah satunya begini: orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya. Saya tidak tahu mengapa menguji wawasan kebangsaan pegawai KPK disebut pandir. Di mana letak pandirnya?

Bre kiranya hendak mengatakan orang sudah babak belur mengejar koruptor tidak perlu-lah diuji wawasan kebangsaannya karena pastilah, yakinlah, wawasan kebangsaan mereka hebat. Ini argumen buruk, kira-kira sama buruknya dengan argumen ‘tak perlulah ditanya seorang dokter pastilah tidak merokok demi menjaga ksehatan karena dia semestinya paham betul merokok itu merusak kesehatan’; padahal, tidak sedikit dokter perokok.

Di balik pemikiran ‘orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya’  terkandung pemikiran lain, yakni ‘uji wawasan kebangsaan sekadar upaya menyingkirkan orang-orang hebat di KPK yang akan melemahkan KPK.’  Ini pemikiran, imajinasi, ilusi, narasi atau tuduhan yang sengaja diamplifikasi kepada masyarakat? Bila pemikiran, itu masuk kategori cerdas, buruk, idiot, atau pandir? Pemikiran seperti ini kiranya argumen buruk kategori “gagah-gagahan kronologis”: dulu waktu ada mereka, KPK gagah, dan kelak KPK lemah tanpa mereka.

Bre mengatakan kebodohan semacam ‘orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya’ diamplifikasi secara konsisten oleh para influencer ke berbagai saluran media supaya masyarakat mendukungnya.  Begitupun argumen buruk serupa ‘mereka yang babak belur mengejar koruptor tak perlu diuji wawasan kebangsannya’ diamplifikasi secara konsisten oleh para influencer ke berbagai saluran media agar rakyat mendukungnya. Bukankah mantan pimpinan KPK, presenter televisi, aktivis antikorupsi, guru besar, juga influencer?



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima