Mari Rayakan Keterbatasan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
12/5/2021 05:00
Mari Rayakan Keterbatasan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI. Ebet)

'ALANGKAH bahagianya Papa berlebaran bersamamu semua, walaupun tidur berdesakan di lantai. Ketahuilah, kebahagiaan itu terletak di dalam hati, bukan pada benda-benda mewah, pada rumah mentereng dan gemerlapan. Benda sama sekali tak menjamin kebahagiaan hati. Cintaku kepadamu semuanya yang membikin hatiku bahagia. Hati tidak bisa digantikan oleh apa pun iuga. Papa orang yang sudah banyak makan garam hidup. Hanya kejujuran, kepolosan, apa adanya yang bisa memikat hatiku. Bukan hal-hal yang berlebih-lebihan'.

Kutipan di atas saya nukil dari surat yang ditulis kolumnis amat masyhur di dekade '70-an hingga '80-an, Mahbub Djunaidi. Tokoh yang mendapat julukan 'pendekar pena' itu menulis surat untuk anak-anak dan istrinya dari balik penjara di Nirbaya. Waktu itu, di tahun 1977, Mahbub Djunaidi dipenjara rezim Orde Baru tanpa pengadilan.

Musabab dipenjarakannya tokoh Nahdlatul Ulama itu diduga dipicu dua hal: pertama, karena tulisan-tulisan kritis dan sindiran pedasnya kepada pemerintah Orde Baru; kedua, Mahbub termasuk orang yang menginginkan suksesi kepemimpinan nasional. Isu suksesi makin marak memasuki 1978, tahun bersidangnya MPR hasil Pemilu 1977.

Pada tahun-tahun itu, sebagai salah seorang politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Mahbub aktif keluar-masuk kampus memenuhi undangan mahasiswa untuk memberikan ceramah dan menyampaikan makalah. Akibat kegiatannya itu, Mahbub pun ditahan selama hampir setahun.

Di dalam penjara di Nirbaya, ia menyelesaikan sebuah novel, Angin Musim, yang membidik politik Indonesia dari sudut pandang seekor kucing.

Di Rumah Tahanan Nirbaya itu pula, Mahbub terpaksa melewatkan Lebaran bersama keluarga. Ia lalu berkirim surat kepada keluarganya. Surat itu dibacakan salah seorang anaknya, Fairus, di Pemakaman Assalam, Bandung, saat Mahbub dikebumikan pada 1995.

Di surat itu Mahbub seolah ingin merayakan Lebaran dalam keterbatasan. Ia membesarkan hati anggota keluarganya bahwa kebahagiaan tetap bisa datang dalam keterbatasan walau di tempat yang berjauhan.

Surat yang berusia lebih dari empat dasawarsa tersebut kini terasa relevan untuk dimunculkan kembali. Apalagi, tahun ini merupakan kali kedua sejak Indonesia merdeka, umat Islam di Tanah Air harus berlebaran dalam keterbatasan. Pandemi covid-19 telah 'memenjarakan' kita dari kemerdekaan untuk melaksanakan tradisi mudik, juga silaturahim tatap muka secara paripurna.

Pemerintah telah melarang masyarakat mudik ke kampung halaman. Kebijakan yang diterapkan sejak 6 sampai 17 Mei ini sudah barang tentu demi menyetop laju penularan covid-19 yang biasanya melonjak seusai libur Lebaran.

Pelarangan yang termaktub dalam Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 itu sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Sebab, tahun lalu pun diterbitkan kebijakan serupa, tapi dengan penerapan yang masih lemah dan setengah-setengah.

Dari tahun lalu pula kita mestinya belajar bahwa keterkaitan jumlah pemudik dan lonjakan angka positif korona ini bukan cuma akal-akalan. Akibat banyak yang abai dan membandel, angka penularan covid-19 seusai libur Idul Fitri 2020 terkerek hingga 93%.

Meskipun terbilang sudah lebih tegas, toh masih bobol juga. Survei Kementerian Perhubungan menyebut bahwa 7% alias 18 juta warga tetap nekat mudik. Data menunjukkan bahwa di saat petugas melakukan tes covid-19 secara acak pada sekitar 6.000 pemudik membandel ini ditemukan hasil positif covid-19 sebanyak 4.123 orang. Itu artinya, sebanyak 61% pemudik yang bobol hari itu amat potensial membawa dan menularkan virus korona ke kampung halaman mereka.

Banyak dari kita yang sepertinya belum ikhlas merayakan Lebaran dalam keterbatasan. Padahal agama mengamanatkan bahwa menjaga jiwa dan keselamatan manusia ialah kewajiban. Segala keterbatasan, 'penjara' itu dibuat demi ikhtiar besar menjaga jiwa dan keselamatan manusia.

Pada titik itu, apa yang dirayakan dalam keterbatasan sebagaimana ditulis oleh Mahbub Djunaidi kepada keluarganya relevan untuk kita renungkan. Ikhlaskan keterbatasan ini karena hati yang ikhlas ialah sumber kebahagiaan. Mari mundur selangkah untuk melesat ke depan.

Selamat merayakan Lebaran. Mari rayakan keterbatasan.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima