Mata Air Kita, Air Mata Tionghoa

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
23/3/2021 05:00
Mata Air Kita, Air Mata Tionghoa
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

PENEMBAKAN yang menewaskan delapan orang, enam di antaranya perempuan Asia, di Atlanta, akhir pekan lalu, menunjukkan eskalasi anti-Asia di Amerika sejak setahun lalu.

Setahun lalu bertepatan pandemi covid-19 melanda dunia. Rasialisme anti-Asia merebak karena prasangka orang Asia menyebarkan virus mematikan itu. Kaum rasis menyebutnya virus Tiongkok karena ia berasal dari Wuhan, Tiongkok. Itulah sebabnya yang menjadi korban rasialisme ini kebanyakan orang Tionghoa. Sebelum penembakan yang menewaskan enam perempuan Asia di Atlanta pekan lalu, tiga orang dari satu keluarga pada 2020 ditikam seorang lelaki yang menyangka mereka orang Tionghoa yang menginfeksi orang-orang dengan virus korona.

Rasialisme terhadap orang Tiongkok yang bermigrasi ke Amerika sejak 1850-an sebagai buruh bukan perkara baru. Pada 1871, para perusuh berkulit putih menduduki Chinatown di Los Angeles, menembaki dan menggantung 18 laki-laki dewasa dan anak laki-laki Tionghoa. Pada 1882, Presiden Chester Arthur menandatangani Chinese Exclusion Act yang menyetop migrasi legal orang Tiongkok ke Amerika sampai 1943. Pada 1982, Vincent Chin, seorang Tionghoa-Amerika dibunuh di Detroit oleh dua pekerja pabrik mobil yang menyangkanya orang Jepang dan mempersalahkannya sebagai penyebab merosotnya industri otomotif.

Amerika ada karena kaum pendatang. Serupa mata air, kaum pendatang hadir dari berbagai sumber, berbagai tempat, dari Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Latin. Kaum pendatang menjadi mata air bagi demokrasi dan ekonomi di Amerika sebagai tanah yang dijanjikan (the promised land). Namun, kekerasan anti-Asia mendatangkan air mata.

Di Indonesia, rasialisme terhadap orang Tionghoa bisa ditelusuri paling tidak hingga awal abad ke-20 dengan terbentuknya Syarikat Islam. Syarikat Islam merupakan metamorfosis dari Syarikat Dagang Islam (SDI). SDI terutama bergerak dalam penguatan ekonomi kalangan pengusaha muslim, terutama dalam menghadapi kekuatan bisnis Tionghoa yang didukung Belanda. Ketika itu hidup anggapan ekonomi umat terpinggirkan kekuatan ekonomi Tionghoa.

Perubahan dari SDI menjadi SI ditandai dengan sejumlah insiden anti-Tionghoa di sejumlah kota di Jawa, antara lain Kudus, Surakarta, dan Surabaya. Di kota-kota tersebut, persaingan bisnis antara orang Indonesia dan Tionghoa sangat tajam. Islam digunakan untuk menumbuhkan sikap dan perilaku anti-Tionghoa. Di Kudus, Jawa Tengah, huru-hara anti-Tionghoa ditengarai dilakukan pengikut SI karena kelompok pelakunya diidentifikasi sangat islami.

Di masa revolusi, perampokan, penjarahan, hingga pembunuhan menyasar orang-orang Tionghoa. Pada November 1945, rumah dan toko-toko milik orang Tionghoa di Medan, Sumatra Utara, dijarah. Pada awal 1946, permukiman Tionghoa di Medan diserang laskar. Di Perbaungan, sekitar 50 kilometer dari Medan, pada Maret 1946, toko-toko milik orang Tionghoa di sepanjang jalan Medan-Perbaungan-Tebing Tinggi dijarah, lalu dibakar massa dan beberapa orang Tionghoa dibunuh.

Pada 1965, ketika meletus peristiwa G-30-S, pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dianggap membantu mengirim senjata untuk gerakan itu. Massa pemuda berunjuk rasa ke kantor Konsulat RRT di Medan. Seorang demonstran tewas tertembak. Peristiwa itu memicu kemarahan massa pemuda kepada orang-orang Tionghoa. orang Tionghoa yang dilihat, sekalipun tidak tahu- menahu, ditangkapi, dipukuli, dirampok, dan dihabisi nyawanya. Lebih dari 100 orang Tionghoa Medan tewas dalam peristiwa itu.

Era Reformasi dan demokratisasi yang diawali kejatuhan Presiden Soeharto memakan korban kalangan Tionghoa. Mereka menjadi sasaran, penjarahan, kekerasan, dan pembunuhan. Banyak perempuan Tionghoa menjadi sasaran pemerkosaan.

Pada 2016, massa membakar 3 vihara, 8 kelenteng, dan 1 balai pengobatan di Tanjung Balai, Sumatra Utara. Peristiwa itu pecah setelah Meilana, perempuan Tionghoa, mengeluhkan terlalu kerasnya volume pengeras suara masjid. Meiliana divonis 1,5 tahun penjara. Rasialisme menjadikan korban serupa pelaku.

Sebagian rasialisme di Tanah Air mengatasnamakan Islam, seperti kasus huru-hara anti-Tionghoa oleh pengikut SI di sejumlah kota di Jawa dan pembakaran vihara, kelenteng, serta balai pengobatan di Tanjung Balai. Menurut teori mata air, Islam di Nusantara berasal dari berbagai sumber atau tempat, dari Arab, Mesir, Irak, India, termasuk Tiongkok. Tiongkok menjadi salah satu sumber mata air Islam kita. Rasialisme di Tanah Air menjadi air mata bagi kalangan Tionghoa.

Air mata yang tumpah akibat rasialisme sesungguhnya air mata kita semua. Kita mesti menghapus air mata rasialisme dari hadapan mata kita. Ini pekerjaan besar, tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima