Benci tapi Rindu

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
06/3/2021 05:00
Benci tapi Rindu
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MENDIANG Rinto Harahap memang jeli menangkap gejala yang hidup di masyarakat lalu digoreskannya menjadi lirik lagu. Salah satu yang fenomenal ialah lagu Benci tapi Rindu yang dipopulerkan penyanyi Diana Nasution (almarhumah) pada 1978. Setahun kemudian, sutradara Ratno Timoer mengangkat lagu populer tersebut ke layar perak.

Tulisan ini bukan bermaksud membahas baik lagu maupun film yang meledak pada lebih dari empat dekade lalu itu. Namun, saya hendak memotret fakta bahwa frasa 'benci tapi rindu' masih hidup di alam nyata, saat kita memperlakukan produk-produk buatan luar negeri. Sebagian dari kita berteriak lantang membenci produk asing (yang sudah bisa dibuat di dalam negeri, tentunya), tapi hati kita rindu setengah mati terhadap produk-produk luar negeri itu.

Walhasil, sikap 'benci tapi rindu' itu membuat produk asing yang sudah ada padanannya di negeri sendiri amat mudah membanjiri pasar di Tanah Air. Contohnya di lapak-lapak toko daring alias marketplace.

Produk lokal hanya mengambil porsi sebesar 6%-7% dari total barang yang diperdagangkan di marketplace. Sisanya, lebih dari 90% ialah produk luar negeri.

Padahal, banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mampu memproduksi barang-barang yang dijual di lapak toko daring, hanya mereka belum mendapatkan akses memadai. Bayangkan jika porsi di toko daring itu berubah: 90% produk UMKM, sisanya produk luar negeri. Secepat kilat ekonomi negeri ini bisa melesat dan harkat rakyat terangkat.

Data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, pada 2018, Indonesia memiliki 64,19 juta UMKM atau sekitar 99,99% dari total unit usaha yang tersebar di seluruh negeri. Dari angka 64,19 juta tersebut, usaha mikro masih yang terbesar, yakni 63,35 juta usaha (98,68%), disusul usaha kecil 783 ribu usaha (1,22%), dan usaha menengah sebanyak 60,7 ribu (0,09%) usaha.

Dari sisi serapan tenaga kerja, UMKM merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada 1997, jumlah tenaga kerja di sektor UMKM sebanyak 65,5 juta tenaga kerja. Lima belas tahun kemudian (2013), tenaga kerja di sektor UMKM tumbuh 74% menjadi 114,1 juta tenaga kerja. Data terbaru dari BPS menunjukkan UMKM menyerap 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha pada 2018.

Wajar belaka bila Presiden Joko Widodo meminta agar kampanye cinta produk-produk Indonesia terus digaungkan. Bersamaan dengan itu, ia ingin agar ajakan untuk 'membenci' produk-produk luar negeri disuarakan. Jokowi menyampaikan hal itu saat membuka rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/3).

Jokowi menyebutkan kampanye cinta produk Indonesia dan benci produk luar negeri penting dikumandangkan supaya masyarakat loyal terhadap hasil karya anak negeri. "Bukan hanya cinta, tapi benci. Cinta barang kita, benci produk dari luar negeri sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal sekali lagi untuk produk-produk Indonesia," ujar Kepala Negara.

Selain kampanye tersebut, ada sejumlah langkah yang bisa ditempuh Kementerian Perdagangan untuk mengembangkan pasar produk nasional. Misalnya, tandas Jokowi, memberikan ruang kepada produk-produk hasil UMKM. Jokowi tidak ingin ruang depan atau lokasi-lokasi strategis di pusat perbelanjaan justru diisi merek-merek luar negeri. Menurut Presiden, sudah saatnya menggeser produk dari luar ke tempat yang tidak strategis dan mengisi lokasi strategis untuk merek-merek lokal.

Seperti biasa, ada saja yang sinis dengan ajakan Jokowi. Mereka menyebut ajakan Presiden paradoks dengan fakta masih 'giatnya' pemerintah mengimpor barang luar negeri. Bahkan, ada yang secara serampangan menyandingkan kampanye 'benci produk asing' ini dengan ajakan 'beri karpet merah investasi asing'. Padahal, itu benar-benar hal berbeda. Tidak berbanding lurus. Kampanye menggaungkan 'benci produk asing' diperuntukkan barang-barang yang jelas-jelas bisa diproduksi di dalam negeri.

Impor jelas mustahil dihindari apabila impor tersebut untuk bahan baku atau barang-barang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, atau bisa diproduksi, tapi jumlahnya sangat kurang alias terbatas. Sebaliknya dengan investasi asing, tentu kita sangat membutuhkannya karena modal yang masuk akan digunakan untuk mendirikan industri di dalam negeri dengan menyerap tenaga kerja dalam negeri.

Kampanye Jokowi juga bukan barang baru. Beberapa dasawarsa lalu pemimpin India Mahatma Gandhi sudah menggaungkan Swadeshi. Gandhi mendefinisikan Swadeshi sebagai 'panggilan bagi konsumen untuk waspada terhadap bahaya yang ditimbulkan dari mendukung industri asing (atau penjajah) yang menghasilkan kemiskinan dan berbahaya bagi para pekerja dan manusia serta makhluk-makhluk lain'. Hasilnya, India merajai bidang teknologi informasi, farmasi, dan juga produk tekstil.

Jadi, selama ajakan itu masuk akal dan bisa kita lakukan, kenapa tidak? Hanya, hati-hati dengan urusan 'cinta dan benci' karena batas keduanya kerap tipis, setipis kulit bawang. Apalagi bila cintanya 'setengah mati' dan 'benci tapi rindu'.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima