Administrasi Menaklukkan Akademisi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
03/3/2021 05:00
Administrasi Menaklukkan Akademisi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI.Ebet)

SUATU ketika, seorang akademikus Lampung curhat kepada saya tentang mengapa penelitian di Indonesia kurang berkembang. Lalu saya bertanya balik sembari menebak, “Apa karena akademisi di Indonesia kurang bermutu?” Ia menjawab, “Tidak.”

Di negeri ini, lanjut dia, banyak orang pintar. Berjibun pula para saintis, akademikus, dan peneliti jempolan. Namun, tetek bengek administrasi membuat orang-orang hebat tersebut ‘mati gaya’, ‘mati angin’, ujung-ujungnya mati kreativitas.

Bayangkan, bermacam-macam proposal penelitian yang canggih-canggih itu ‘sekarat’ karena dominannya kepentingan administratif. Aparat pemeriksa penelitian lebih mementingkan
kuitansi, ada atau tidaknya bukti pengeluaran pembayaran ojek, atau bukti pembayaran di warung makan ketimbang substansi isi penelitian.

Belum lagi soal aturan waktu dan lamanya pencairan uang penelitian. Waktu mengajukan proposal Januari, misalnya, uang baru cair Juli atau Agustus. Begitu cair, penelitian baru berjalan dua bulan, eh di bulan Oktober sudah harus melaporkan penggunaan uang lengkap dengan aturan administratif yang sangat rapat.

Pemerintah memang kerap mendorong akademisi di Indonesia untuk berkiprah secara global. Tapi anehnya, aturan yang dipakai justru menjadi penghambat upaya itu. Perlu terobosan agar ilmuwan sibuk dengan penelitian, bukan laporan keuangan.

Walhasil, banyak peneliti justru sibuk mengurus surat pertanggungjawaban (SPJ) untuk program penelitian daripada menyusun laporan hasil penelitian itu sendiri. “Kadangkala duitnya tidak seberapa, tetapi prosedur keuangannya lebih rumit, dan meminta output yang lebih tinggi, misalnya ke jurnal nasional atau internasional. Padahal, secara bujet tidak begitu banyak. Kadang juga duit belum cair, SPJ sudah harus seratus persen selesai,” kata akademikus tersebut.

Hingga kini banyak temuan hasil penelitian tidak terpublikasi dengan baik, indeksnya masih rendah, dan rasa percaya pada ilmuwan dalam negeri belum berkembang. Salah satu faktornya karena di perguruan tinggi, ilmuwan mendapatkan porsi kecil, tertutupi administrasi dan birokrasi.

Kampus masih disamakan dengan kantor kecamatan, desa, atau pemda. Kinerja dosen dianggap sama dengan PNS atau ASN yang menangani administrasi. Birokrasi telah mengontrol ilmu pengetahuan dan kehidupan. Semua kegiatan harus dilakukan dengan administrasi panjang dan melelahkan. Ilmu pengetahuan pun dibuat tunduk pada birokrasi.

Pada akhir penelitian, yang diurus bukan publikasi, tetapi justru hal-hal tidak penting seperti surat izin dekan, rektor, sekretaris negara, laporan tiket, hotel, makan, dan biaya taksi.
Padahal, idealnya yang ditanyakan ialah rencana publikasi, paten, prototipe, kekayaan intelektual, nama jurnal atau nama penerbit jika dalam bentuk buku, serta outline publikasi.

Waktu lebih banyak untuk urusan administrasi. Hanya sedikit waktu untuk penelitian. Kurang waktu untuk menulis karya ilmiah, tidak menjadi ilmuwan tetapi menjadi birokrat dan ahli
administrasi. Dan, yang terakhir, menjadi ahli aturan dan mencari celah bagaimana untuk mengakali aturan tersebut.

Dosen, yang seharusnya menjadi ilmuwan yang berpikir terbebaskan, harus menjalani prosedur rumit yang tidak ilmiah. Birokrasi dan administrasi selama ini memegang kendali riset,
pengembangan institusi, dan jejaring internasional. Kegiatan penelitian di Indonesia kurang daya tawar di hadapan administrasi. Riset tidak mengatur kebijakan, tetapi kebijakan birokrat mengatur riset.

Beberapa akademisi asal Indonesia, misalnya, memilih berkarier di Amerika karena tidak memperoleh fasilitas riset memadai di Indonesia. Karena itu, masalahnya bukan kualitas ilmuwan, melainkan terletak pada minimnya iklim pendukung.

Maka, jalan menuju kian masifnya riset bermutu di Tanah Air ialah segera merombak aturan. Pertama, menyederhanakan laporan keuangan penelitian. Di banyak negara maju, riset
merupakan ‘nyawa’ kemajuan. Bagi mereka, soal administrasi bukan menu utama dalam penelitian. Hasil riset dan inovasi itulah yang harus dipertanggungjawabkan. Di Australia, misalnya, proposal riset yang lulus seleksi tak perlu menunggu lama untuk pencairan anggaran sehingga secepat kilat bisa dimulai.

Terobosan kedua, perbesar alokasi anggaran untuk riset. Dengan alokasi yang leluasa, para peneliti dapat bekerja dengan fokus, teliti, punya presisi, dan hasilnya bisa diuji. Akhirnya, hasil penelitian pun mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima