Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SUNOTO dan Ujang ialah stakeholder tempe di negeri ini. Yang satu perajin tempe di Sunter, Jakarta, yang satunya lagi pedagang tempe di Pasar Way Halim, Bandar Lampung. Kendati statusnya berbeda (Sunoto produsen, Ujang distributor), dua-duanya dipusingkan oleh hal yang sama: melambungnya harga kedelai.
Harga kedelai sebagai bahan baku tempe melonjak 30%, dari Rp7.000 per kilogram menjadi Rp9.100 per kg dalam dua pekan terakhir. Karena sama-sama pusing, keduanya pun mengambil langkah yang sama, yakni mengikuti ajakan asosiasi perajin dan pedagang tempe untuk mogok selama tiga hari. Saat mogok produksi dan mogok berjualan dari tanggal 1-3 Januari tersebut, mereka berikhtiar mencari solusi.
Sejak harga kedelai melambung, para perajin tempe memang diliputi kebimbangan. Mereka bingung memilih menaikkan harga atau memangkas ukuran tempe. Menaikkan harga berisiko turunnya pembeli, sedangkan mengecilkan ukuran bisa mengancam kredibilitas di mata konsumen.
Akhirnya, diambillah solusi beragam: ada yang menaikkan harga 25%, ada yang memangkas ukuran dengan harga tetap, ada pula yang mengambil langkah kombinasi sedikit menurunkan harga dan sedikit mengerutkan ukuran. Sejak Senin (4/1), para stakeholder pertempean mengakhiri mogok. Mulai kemarin, tempe juga sudah tersedia lagi di lapak-lapak para pedagang. Konsumen pun, termasuk saya yang maniak tempe, girang.
Namun, apakah masalah sebenarnya telah dipecahkan? Jawabnya jelas: belum. Potensi bakal terjadinya ‘turbulensi’ harga tempe dan pasar tempe, juga tahu, akan tetap terjadi selama hulunya tidak dituntaskan. Akar masalah ada pada ketergantungan kita atas kedelai impor karena produksi kedelai dalam negeri tak mencukupi kebutuhan industri.
Dalam soal perkedelaian, kita memang tergolong aneh. Data statistik menunjukkan Indonesia ialah negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia setelah Tiongkok. Ini wajar, mengingat kedelai jadi bahan baku bagi tempe dan tahu, dua makanan yang sangat lazim disantap masyarakat Tanah Air. Tempe bahkan telah dikenal di Nusantara (terutama Jawa) sejak sebelum abad ke-16 sebagaiamana termaktub dalam Serat Centhini.
Namun, kendati sangat strategis, produksi kedelai kita tak pernah mencukupi sejak tiga dekade terakhir. Produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800 ribu-900 ribu ton per tahun. Angka itu sangat jauh jika dibandingkan dengan kebutuhan kedelai dalam negeri. Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) diperkirakan kebutuhan kedelai untuk produksi para anggotanya sekitar 150.000-160.000 per bulan. Artinya, tiap tahun kebutuhan kedelai berkisar 1,8 juta-1,92 juta ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai US$510,2 (sekitar Rp7 triliun). Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya diimpor dari Amerika Serikat. Padahal, negeri ini pernah menikmati swasembada kedelai. Itu terjadi pada 1990-1992.
Dalam periode tersebut, produksi kedelai nasional mencapai 1,6 juta-1,8 juta ton per tahun, dengan kebutuhan yang tidak sampai 1 juta ton. Perjanjian dengan IMF tahun 1997 membuat segalanya berubah: pemerintah (Bulog) tak boleh mengurusi tata niaga kedelai, produksi kedelai tak menghasilkan keuntungan bagi petani, lahan yang kian berkurang lebih menarik ditanami komoditas lainnya. Terjadilah kemerosotan produksi kedelai, diikuti ketergantungan pada kedelai AS yang harganya tak terduga.
Maka, pemerintah perlu mencermati betul saran dari Puskopti (Pusat Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia). Pertama, tata niaga kedelai perlu dipegang pemerintah agar bisa menjaga stabilitas harga. Tujuannya memberikan kenyamanan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah tahu-tempe yang jumlahnya sangat besar. Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006.
Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor. Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal di sektor hilir, di kalangan petani. Kebijakan di hilir mesti sejalan agar budidaya kedelai makin ekonomis sehingga petani tertarik menanam kedelai.
Dengan menyelesaikan masalah dari hulu hingga hilir, gejolak harga kedelai yang memusingkan perajin, pedagang, dan penikmat tempe bisa diakhiri. Ingat, tempe tak bisa lagi diasosiasikan sebagai lambang ‘bangsa yang lembek’ seperti pernah dipidatokan Bung Karno pada 10 November, tahun 1965. Tempe telah menjelma menjadi makanan strategis, menyehatkan, disukai bahkan di lebih dari 20 negara di dunia. Tempe juga bisa jadi masalah bangsa. Karena itu, tak bisa diremehkan, apalagi didiamkan.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved