Teror Sigi yang Menyakiti

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
02/12/2020 05:00
Teror Sigi  yang Menyakiti
(MI/EBET)

AKSI teror selalu menyergap kita secara acak dan tak terduga. Ia kerap memanfaatkan ‘kesibukan’ kita terhadap hal-hal lain sehingga kita lengah terhadapnya. Saat kita yakin terorisme sudah berhasil kita tekuk, ia tiba-tiba muncul kembali untuk meledek ‘kejemawaan’ kita.

Begitu pula dengan aksi keji teroris dalam bentuk penyerangan dan pembakaran rumah tempat ibadah yang menewaskan empat orang sekeluarga di Dusun Tokelemo, Desa Lemba Tongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Jumat (27/11). Polisi menduga pelaku teror merupakan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora. Teror yang sangat mengagetkan, di tengah kita sedang berjibaku melawan covid-19.

Hampir saban memasuki Desember, sebagian orang merasa waswas. Bulan yang mestinya disambut sebagian kita sebagai bulan kegembiraan dan kedamaian, mesti dilalui dengan suasana menegangkan dan rasa waswas. Pemicunya ialah karena negeri ini kerap menoleransi aksi, sikap, dan pandangan intoleransi.

Ketika aksi keji terorisme kembali meledak di tengah kita, seperti biasa, pemuka politik dan masyarakat muncul melancarkan kecaman untuk kemudian tak berkutik hingga teror kembali terjadi. Mungkin kita teramat reaktif saat api sudah membesar dan ‘bom’ sudah meledak. Kita masih tenang-tenang saja saat aksi-aksi intoleransi berlangsung secara telanjang di depan mata kita.

Sikap-sikap intoleran banyak muncul dari benih yang disemai dalam konservatisme keagamaan. Terorisme itu mencerminkan kemiskinan kehidupan keagamaan. Dalam konservatisme keagamaan, semangat ketuhanan tidak terlalu mengembangkan keadaban nilai-nilai kasih sayang. Padahal, spirit rahman-rahim itu menjadi kaidah emas semua agama.

Modus beragama yang berhenti sebagai pemujaan formalisme peribadatan, tanpa kesanggupan menggali nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, sama seperti orang berselancar di permukaan gelombang bahaya. Tanpa menyelam di kedalaman pengalaman spiritual, keberaga­maan menjadi kering dan keras.

Agama yang seharusnya membantu manusia untuk menyuburkan rasa kesucian, kasih sayang, dan perlin­dungan justru acap memantulkan rasa keputusasaan dan kekerasan dalam bentuk terorisme, permusuhan, dan intoleransi. Cara pandang seperti itu kian menemukan justifikasinya saat terjadi ‘pertemuan-pertemuan’ transnasionalisme melalui dunia maya.

Maka, ruang toleransi kian menyempit digantikan klaim-klaim kebenaran sepihak. Kerelaan untuk menerima yang berbeda digerus hasrat menggebu memaksakan kebenaran tunggal versi orang per orang atau kelompok. Jika sikap itu sudah memuncak, bukan aksi intoleran lagi yang muncul, melainkan aksi kejam dan brutal terorisme.

Politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) secara berlebihan di masa lalu membuat ekspresi dan wacana perbedaan menjadi tabu. Akibatnya, sebagian besar warga hidup dalam kepompong budaya SARA yang relatif seragam dengan mengembangkan sikap hidup monolit, monokultural. Padahal, bangsa Indonesia sebagai masyarakat plural mestinya mengembangkan sikap hidup multikultural, yang mengembangkan penyerbukan silang budaya dan pergaulan lintas budaya.

Lalu, apa yang mesti negara dan kita lakukan agar aksi teror yang bersumbu pada intoleransi bisa dihentikan? Negara dan kita sudah saatnya menghambat perkembangan konservatisme agama yang menjadi bibit intoleransi. Penajaman semangat dan nilai-nilai Pancasila tidak boleh kendur, baik lewat media sosial, komunitas-komunitas, kelompok penggerak masyarakat, maupun melalui institusi pendidikan.

Jangan beri ruang bagi konservatisme untuk berkembang. Jangan menoleransi sekecil apa pun aksi-aksi intoleransi. Jangan memberikan kesempatan kepada para demagog yang dengan klaim kebenaran dan janji-janji surga menguasai panggung publik.

Negara harus hadir. Bentuk kehadiran negara dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia, salah satunya ialah memberi rasa aman bagi warganya. Kita menunggu aksi tegas negara untuk mematikan api saat api masih kecil agar tidak membesar dan membakar kita.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima