Polusi Akhlak

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
01/12/2020 05:00
Polusi Akhlak
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BELAKANGAN viral di media sosial video anak-anak menonton seseorang berceramah dengan kata-kata kasar. Begitu kasarnya pernyataannya sampai ada yang menyimpulkan sang penceramah memaki-maki, bukan berkhotbah. Pula, begitu kasarnya saya berat hati menuliskannya di sini. Toh, kebanyakan kita kiranya sudah menyaksikan video itu. Sebagian besar kita kiranya tahu apa kata-kata yang diucapkan sang penceramah.

Video itu paling tidak punya dua tujuan. Pertama, mengkritik si penceramah. Sang penceramah yang bercita-cita melakukan revolusi akhlak justru menghamburkan polusi akhlak. Alih-alih memperbaiki akhlak, si penceramah mengotori akhlak.

Kedua, video itu mengampanyekan perlindungan anak dari polusi akhlak. Di bagian akhir video itu tertulis ‘selamatkan anak dari polusi akhlak’. Banyak orangtua mengajak anak mereka menghadiri ceramah penuh makian dan kata-kata kasar itu. Teman saya mengatakan akan mengirim video itu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Merevolusi akhlak memang menjadi tujuan utama para nabi diutus ke muka bumi. Para ulama, pendeta, rabi, biku, dan pemuka agama  sebagai ahli waris para nabi selayaknya melanjutkan misi nabi-nabi merevolusi atau mengubah akhlak umat.

Dalam tataran cita-cita, proyek revolusi akhlak yang dicanangkan sang pengkhotbah itu sudah betul. Celakanya, dalam tataran praktis, sang penceramah justru melontarkan kata-kata jauh, sangat jauh, untuk disebut berakhlak. Ini namanya beda cita-cita dengan kata-kata.

Padahal, lebih dari sekadar ahli waris nabi, sang penceramah mengklaim atau diklaim dirinya keturunan Nabi. Nabi, sebelum merevolusi akhlak umat, merevolusi akhlaknya sendiri supaya menjadi teladan bagi umatnya.

Sebagai ahli waris nabi, pemuka agama, apalagi yang mengaku keturunan Nabi, mesti menjadi teladan bagi umatnya. Untuk menjadi teladan, para pemuka agama mesti merevolusi akhlak mereka lebih dulu. Tanpa merevolusi akhlak mereka sendiri lebih dulu, alih-alih menjadi teladan, para pemuka agama justru menebar polusi akhlak, meracuni akhlak.

Karena para nabi telah merevolusi mereka sendiri dalam perkataan, mereka senantiasa berkata-kata santun. Nabi mengajarkan, jika tak bisa berkata santun, lebih baik diam.

Sang penceramah yang mengaku keturunan nabi itu kiranya alpa merevolusi akhlaknya sendiri lebih dulu. Itulah sebabnya ia mengeluarkan kata-kata kasar dalam ceramahnya. Alih-alih merevolusi akhlak, dia malah menebar polusi akhlak umat.

Bukan cuma dalam perkataan, sang penceramah juga tak bisa dijadikan teladan dalam perbuatan. Dia, misalnya, menciptakan sejumlah kerumunan yang terang benderang melanggar protokol kesehatan pencegahan penularan covid-19.

Dia menolak Satgas Penanganan Covid-19 yang akan melakukan tes swab terhadapnya. Dia memilih lembaga lain melakukan tes swab
terhadapnya. Namun, ketika Satgas Covid-19 hendak meminta informasi hasil tes, dia menolaknya dengan dalih kerahasiaan data pasien. Padahal, satgas memerlukan hasil swab test bukan untuk mengumbarnya ke publik, melainkan untuk keperluan pelacakan (tracing) jika hasilnya positif. Dia juga memaksa keluar dari rumah sakit, bila tak boleh dikatakan kabur dari rumah sakit.

Sang penceramah keturunan Nabi itu semestinya yang mengumumkan sendiri bila dia positif covid-19, serupa Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj yang mengumumkan dirinya terpapar covid-19. Kiai Said telah memberikan teladan. Orang mendoakan Kiai Said segera sembuh.

Para nabi juga sudah merevolusi akhlak mereka dalam perbuatan. Para nabi ialah kitab suci berjalan, kitab suci hidup (living holy book). Para nabi mempraktikkan kitab suci dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perbuatan mereka menjadi teladan umat.

Sebaliknya, perbuatan yang mengaku keturunan nabi, serupa contoh sepak terjangnya dalam kasus covid19, tidak bisa menjadi teladan. Alih-alih memperlihatkan keteladanan akhlak, ia justru menciptakan polusi akhlak. Itu disebabkan dia belum selesai merevolusi perbuatannya.

Ada satu cerita seseorang yang akan melakukan revolusi. Ia awalnya ingin merevolusi dunia. Namun, ia tak sanggup melakukannya sehingga dia menurunkan targetnya menjadi ingin merevolusi negaranya. Merevolusi negara pun tak sanggup ia lakukan hingga ia menurunkan cita-citanya menjadi merevolusi organisasinya. Boro-boro merevolusi organisasinya, mengubah keluarganya pun ternyata dia tak mampu. Dia akhirnya memutuskan merevolusi diri sendiri.

Hanya ada satu kata buat dia yang bernafsu merevolusi akhlak: revolusi akhlakmu dulu! 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima