Teror Visual Baliho

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
23/11/2020 05:00
Teror Visual Baliho
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

JALAN-JALAN di Jakarta tidak hanya dipadati tapi juga diwarnai kesemrawutan lalu lintas. Pengguna jalan masih juga dijejali iklan luar ruang dalam bentuk baliho, spanduk, dan papan reklame. Sebagian besar iklan luar ruang itu bisa disebut sebagai sampah visual.

Sampah-sampah visual itu meneror warga. Maksudnya meneror secara visual dan psikologis. Disebut meneror visual karena menghalangi pandangan untuk menikmati keindahan arsitektur bangunan, unsur lanskap kota, dan  elemen penting kota lainnya. Warga dipaksa melihat iklan luar ruang yang kadang sosok yang ditampilkan itu menakutkan atau isi pesannya menyeramkan. Pesan yang menyeramkan itulah yang meneror psikologis.

Bukan hanya meneror secara visual. Sampah-sampah visual itu juga mengabaikan secara sadar visi yang diusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yaitu Jakarta kota maju, lestari, dan berbudaya yang warganya terlibat dalam mewujudkan keberadaban, keadilan, dan kesejahteraan semua.

Privatisasi ruang publik tidak dilarang, tapi mestinya diatur secara bijak dengan tetap memperhatikan etika dan estetika. Karena itulah diterbitkan Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame.

Pada Pasal 2 ayat (1) Pergub 148/2017 disebutkan maksud pembuatannya sebagai pedoman pengendalian penyelenggaraan reklame yang berlandaskan keselamatan, keamanan, kesehatan, ketertiban umum, kemanfaatan, keagamaan, kesusilaan, kesopanan, keindahan lingkungan, kepatuhan, dan kepastian hukum serta menjaga ruang kota tetap berkualitas sesuai dengan rencana kota.

Tujuan pergub yang disebutkan pada Pasal 2 ayat (2) ialah mewujudkan ketertiban dan keindahan ruang kota; mengoptimalkan penerimaan daerah; dan menjamin adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan reklame.

Pergub yang diteken Gubernur Djarot Saiful Hidayat pada 10 Oktober 2017 dan masih berlaku sampai sekarang cukup komprehensif. Disebut komprehensif karena mengatur etika penyelenggaraan reklame pada Pasal 4 ayat (1).

Etika yang diatur antara lain menyangkut pola persebaran dan batasan teknis yang ditetapkan; norma keagamaan, etika, kesopanan, kesusilaan, estetika dan keindahan, ketertiban umum, keamanan, kesehatan, dan lingkungan; serta penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada reklame.

Poin yang tidak kalah penting dalam pergub itu, sesuai amanat Pasal 4 ayat (2), ialah ketentuan setiap penyelenggaraan reklame baru dapat diselenggarakan atau dipasang setelah memiliki perizinan dan membayar kewajiban pajak daerah, retribusi daerah, dan penerimaan lain-lain yang sah.

Kewajian membayar sebelum memasang agar memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah dan meningkatkan kualitas kota secara visual. Tidak kalah pentingnya ialah pesan yang disampaikan itu tidak merendahkan harkat dan martabat manusia.

Pesan yang merendahkan harkat dan martabat manusia kalau sudah memasuki wilayah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Jika ada baliho, spanduk, atau reklame yang menyinggung masalah SARA, dapat dipastikan iklan luar ruang itu ilegal.

Baliho, spanduk, atau reklame yang isi pesannya masuk sangat jauh masuk ke wilayah SARA telah membuat masyarakat resah. Ada kesan bahwa keberadaan iklan luar ruang seperti itu sengaja dibiarkan karena ada orang-orang yang tidak bisa disentuh hukum di balik itu.

Kesan pembiaran itu bukan mengada-ada. Iklan luar ruang ilegal sangat kasat mata, terpajang di pinggir jalan-jalan yang strategis, bahkan letaknya hanya sepelemparan batu dari kantor pemilik otoritas penertiban.

Koordinator bidang penertiban menurut Pergub 148/2017 ialah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta. Ada 14 dinas yang menjadi anggotanya termasuk lurah dan camat.

Sejauh ini, jujur diakui, penertiban sesekali dilakukan di Ibu Kota. Akan tetapi, setelah diturunkan, baliho atau spanduk yang sama kembali muncul lalu dibiarkan terus-terusan sampai TNI ikut-ikutan menurunkannya.

Semangat menertibkan iklan luar ruang kini menjalar ke daerah-daerah lainnya. Penertiban itu hendaknya bukan karena ketidaksukaan terhadap sosok yang dipajang, tapi semata-mata dalam rangka penegakan hukum.

Penegakan hukum di negeri ini belum berjalan konsisten, timbul tenggelam seperti cuaca yang tak menentu. Penegakan hukum juga bertujuan untuk mencegah teror visual dan psikologis baliho.

 

 

 

 

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima