Jokowi dan Hal-Hal yang belum Selesai

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
20/11/2020 05:00
Jokowi dan Hal-Hal yang belum Selesai
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SAYA dalam satu kesempatan Selasa lalu mendengar politikus PDIP Budiman Sujatmiko kira-kira mengatakan rezim otoriter di masa lalu semestinya selesai membangun infrastruktur. Budiman menunjuk Jerman di bawah Otto von Bismarck dan Korea Selatan di era Park Chunghee sukses merampungkan pembangunan infrastruktur. Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, kata Budiman, juga membangun infrastruktur, tetapi tak rampung. “Pak Jokowi yang harus menyelesaikannya,” ucap Budiman.

Perkataan Budiman mengingatkan saya pada majalah The Economist edisi 15 Oktober. Dalam ‘Banyan’, rubrik analisis tentang Asia, The Economist menyamakan Jokowi dengan Pak Harto. Jokowi, tulis The Economist, ‘Suharto with a saw’, ‘Soeharto dengan sebilah gergaji’. Majalah terkemuka itu kiranya menyetarakan Jokowi dan Pak Harto karena kedua presiden sama-sama bekerja membangun infrastruktur. The Economist juga terkesan hendak mengatakan Jokowi dan Pak Harto sama-sama otoriter.

Betul kata Budiman, Presiden Soeharto, terutama pada era 1980-an, saat booming minyak, getol membangun infrastruktur. Namun, di awal 1990-an hingga 1998, Pak Harto disibukkan dengan perkara politik, yakni mempertahankan kekuasaannya. Pembangunan infrastruktur terbengkalai.

Kepentingan ekonomi rezim Orde Baru terhadap negara lain ikut menghambat pembangunan infrastruktur Orde Baru. Saya mendapat cerita moda raya terpadu (MRT) semestinya sudah mulai dibangun sejak 1980-an. Namun, karena lobi negara produsen otomotif, MRT batal dibangun saat itu.

Celakanya, pemerintahan di era reformasi, mulai Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kurang getol melanjutkan atau merampungkan pembangunan infrastruktur. Jokowi ‘terpaksa’ melanjutkan dan merampungkannya. Jokowi mengambil risiko semisal dipersamakan dengan Presiden Soeharto yang otoriter serupa yang disimpulkan The Economist.

Hal lain yang tak selesai ialah meredam kelompok-kelompok radikal agama. Pemerintahan Orde Baru bisa dikatakan sukses meredam radikalisme agama. Namun, kelompok-kelompok ini bertumbuhan kembali di era reformasi. Era reformasi tak ubahnya conservative turn, dalam istilah Martin van Bruinessen. Kelompok-kelompok konservatif agama ini menemukan habitatnya di sepanjang 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Robin Bush menulis, ‘Tak disangsikan bahwa selama periode kepresidenan Yudhoyono, Indonesia mengalami peningkatan kadar intoleransi beragama, ditambah meningkatnya kekerasan agama dan kontraksi dalam hal hak minoritas agama. Penganut Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen menjadi korban serius dari kecenderungan semacam itu, tetapi meningkatnya intoleransi agama juga dirasakan kalangan muslim Sunni liberal dan ateis. Pemerintah pusat secara signifi kan menjadi kunci pendorong di belakang kecenderungan tersebut dan Yudhoyono, sebagai kepala pemerintahan sepanjang 2004-2014, harus bertanggung jawab…’.

Presiden Jokowi ‘terpaksa’ menyelesaikan persoalan radikalis me dan konservatisme agama yang tak diselesaikan, malah dipelihara, pendahulunya itu. Pemerintahan Presiden Jokowi, misalnya, membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Jokowi dengan nyali besar mengambil risiko, misalnya disebut menerapkan demokrasi iliberal (illiberal democracy) oleh para pengamat, kelompok prodemokrasi, serta masyarakat sipil.

Satu lembaga swadaya masyarakat secara resmi mengkritik pembubaran HTI yang mereka anggap melanggar kebebasan berkumpul atau berorganisasi. Namun, kawan saya yang aktivis di LSM itu, ketika berjumpa di satu forum, berbisik kepada saya memuji editorial harian ini yang mengapresiasi keberanian Jokowi membubarkan HTI.

Begitulah, Presiden Jokowi harus bekerja menyelesaikan hal-hal yang tidak diselesaikan oleh presiden-presiden pendahulunya. Andai saja hal-hal tersebut terselesaikan, Jokowi tinggal berkonsentrasi memajukan sumber daya manusia serta ekonomi. Karena hal-hal tersebut belum terselesaikan, Jokowi mesti menyelesaikannya sembari bekerja memajukan ekonomi dan sumber daya manusia.

Presiden Jokowi kiranya sedang membentangkan karpet merah bagi para penerusnya kelak. Presiden-presiden penerus Jokowi tinggal menikmati, merawat, meneruskannya, serta berkonsentrasi mencapai kesejahteraan rakyat. Bila kelak mereka merusak hal-hal yang dirampungkan Jokowi, rakyat akan bertanya, “Nikmat mana lagi yang kalian dustakan?”



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima