Pilih-Pilih Teken UU

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
29/10/2020 05:00
Pilih-Pilih Teken UU
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

APAKAH boleh presiden tidak meneken undang-undang (UU) yang rancangannya dibahas bersama kemudian disetujui bersama DPR? Jawabannya boleh dan sesuai dengan ketentuan konstitusi meski secara etis boleh-boleh saja dipersoalkan.

Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 menyatakan bahwa dalam hal rancangan undang-undang (RUU) yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Frasa ‘sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan’ sempat menimbulkan perdebatan saat pembahasan di Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR pada 1999. Perdebatannya ialah apakah frasa tersebut tidak bermakna memaksa presiden?

Ada pendapat yang muncul dalam rapat Panitia Ad Hoc III Badan Pekerja MPR pada 11 Oktober 1999. Pendapat itu mengatakan frasa itu memang bertujuan memaksa presiden. Argumentasinya, ada praktik pemerintahan yang ikut membahas RUU, malah dibahas kalimat per kalimat, tiba-tiba di ujungnya presiden tidak mau meneken.

Contoh yang diberikan dalam rapat itu antara lain RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya. RUU itu disetujui DPR bersama presiden pada 23 September 1999, tapi tak kunjung disahkan presiden. Tidak disahkan karena ada penolakan masyarakat.

Ada istilah bahasa Jawa yang muncul dalam rapat Panitia Ada Hoc III Badan Pekerja MPR, yaitu muspro. Artinya ialah melakukan sesuatu perkerjaan yang sia-sia. Disebutkan bahwa frasa ‘sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan’ bukanlah upaya memaksa, melainkan agar pembahasan bersama RUU oleh pemerintah dan DPR  tidak mengalami hal-hal yang muspro.

Pemfinalan Pasal 20 ayat (5) itu baru disahkan pada Sidang MPR 15 Agustus 2000. Disahkan setelah ada pemahaman bahwa Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 itu merupakan sebuah penegasan bahwa karena presiden telah memberikan persetujuan bersama DPR atas RUU, tidak ada alasan lagi buat presiden untuk menolak. Dengan demikian, RUU yang telah mendapat persetujuan bersama tidak sia-sia dan berlaku walaupun presiden tidak menandatangani.

Dengan demikian, ada empat ayat dalam Pasal 20 UUD 1945 yang diputuskan pada Sidang MPR 1999 dan ayat (5) diputuskan dalam Sidang MPR 2000. Selengkapnya bunyi Pasal 20 ayat (1) ialah Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk UU. Ayat (2) ialah setiap RUU dibahas DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

Selanjutnya, ayat (3) jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Ayat (4) presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU dan ayat (5) dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

UU yang berlaku otomatis diatur lebih lanjut di Pasal 73 UU 12/2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kalimat pengesahannya, menurut Pasal 73 ayat (3), UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. Kalimat pengesahan itu, menurut ayat (4), harus dibubuhkan pada halaman terakhir UU sebelum pengundangan naskah UU ke dalam lembaran negara.

Ambil contoh UU 19/2019 tentang KPK. Di lembaran terakhir tidak ada tanda tangan Presiden Joko Widodo. Di halaman itu ditulis: Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2019, diteken Tjahjo Kumolo selaku Plt Menkum dan HAM. Di bawah nama Kumolo tertera tulisan: UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.

Megawati Soekarnoputri selama menjabat presiden, 23 Juli 2001-20 Oktober 2004, juga tidak menandatangani lima UU yang telah disetujui bersama dalam Sidang Paripurna DPR. Kelima UU itu ialah UU tentang Kepulauan Riau (2002), UU tentang Penyiaran (2002), UU tentang Profesi Advokat (2003), UU tentang Keuangan Negara (2003), serta UU tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan (2003).

Mengapa presiden pilih-pilih untuk teken UU? Bukankah RUU diajukan ke DPR disertai amanat presiden (ampres) yang didalamnya terdapat penugasan menteri untuk ikut membahas dan menteri itu membacakan persetujuan pemerintah dalam Rapat Paripurna DPR? Jika ada substansi RUU yang disetujui untuk diundangkan tidak sesuai dengan keinginan presiden, ada dua kemungkinan.

Pertama, lemahnya kontrol presiden atas menteri yang memberikan persetujuan tersebut. Tersirat bahwa menteri tidak pernah melaporkan perkembangan pembahasan RUU kepada presiden. Kedua, presiden berubah sikap setelah muncul penolakan masyarakat.

Meskipun UUD 1945 memungkinkan suatu RUU menjadi UU tanpa pengesahan presiden, apakah persetujuan semacam itu tidak merupakan anomali praktik ketatanegaraan? Itulah pertanyaan mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan ketika menjadi saksi ahli dalam uji materi UU 19/2019 tentang KPK.

Anomali yang dimaksud Bagir Manan ialah, baik prosedural maupun substansial, tidak sesuai dengan asas atau prinsip umum pembentukan UU yang baik. Menurut Bagir, sebagai suatu beleid atau diskresi dalam tatanan demokrasi dan negara hukum, presiden seharusnya memberikan penjelasan kepada publik terkait dengan alasan tidak menandatangani UU KPK hasil revisi tersebut.

Eloknya, ke depan, presiden perlu menjelaskan secara terbuka alasan tidak membubuhkan tanda tangan untuk mengesahkan UU agar tidak muncul tafsiran liar.

 

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima