Equality before The Covid-19

Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group
04/4/2020 05:30
Equality before The Covid-19
(MI/EBET)

PERANG melawan korupsi dan koruptor sudah permanen, sulit berubah. Begitu permanennya peperangan itu, sampai-sampai ketika pemerintah memutuskan membebaskan para narapidana untuk mencegah penyebaran covid-19, napi koruptor diminta dikecualikan.

Kebencian kepada koruptor sepertinya melebihi kebencian kita kepada teroris, bandar narkoba, pelanggar HAM, serta pelaku kejahatan transnasional. Dalam perdebatan soal pembebasan napi, yang diminta dikecualikan kiranya cuma napi korupsi. Padahal, korupsi, terorisme,  narkoba, juga pelanggaran HAM dan kejahatan transnasional sama-sama dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa.

Dalam hukum berlaku prinsip equality before the law, persamaan di hadapan hukum. Penolakan pembebasan napi koruptor demi mencegah penyebaran covid-19 kiranya melanggar prinsip equality before the law.  Terjadi  diskriminasi di sini.

Akan tetapi, kita sepertinya menganut prinsip diskriminasi “ke atas.” Untuk kejahatan level atas atau tingkat tinggi seperti korupsi, pembedaan atau diskriminasi boleh dilakukan. Koruptor pantang mendapat hak-hak istimewa seperti pembebasan, sekalipun untuk mencegah penyebaran covid-19. Koruptor semestinya justru mendapat hukuman lebih berat, yang dalam hal ini tidak dibebaskan meski demi mencegah penyebaran covid-19. Bagi para pegiat antikorupsi, itu bukan diskriminasi, melainkan keadilan.

Dasar pemikiran pembebasan napi ialah demi mencegah penyebaran covid-19. Ketika World Health Organization menyatakan covid-19 pandemi, setiap orang dan setiap tempat berpotensi terjangkit virus korona tersebut.

Covid-19 tidak pandang bulu, bisa menjangkiti koruptor, teroris, bandar narkoba, pelanggar HAM, pemerkosa, maling ayam. Pun covid tidak peduli bisa menyerang LP Nusakambangan, LP Sukamiskin, LP Anak Tangerang, LP Perempuan Pondok Bambu, berikut kepala LP dan sipir. Berlaku prinsip equality before the covid-19, persamaan di hadapan covid-19.

Dalam kerangka berpikir WHO bahwa covid-19 pandemi, penolakan pembebasan napi korupsi melanggar prinsip equality before the covid-19 itu. Yang menolak pembebasan napi mungkin berpikiran koruptor kebal covid-19 dan LP khusus koruptor anticovid-19.

Alih-alih napi korupsi kebal covid-19, membiarkan napi korupsi tetap berada di LP kiranya sama saja membiarkan mereka terjangkit covid-19. Bila napi koruptor terjangkit covid-19, kita baru “membebaskan” mereka dengan “merumahkan” yang berstatus dalam pantauan (ODP), “merumahsakitkan” yang positif covid-19 (PDP), dan menguburkan yang meninggal.

Indonesia Corruption Watch mengatakan pembebasan napi keliru karena jumlah mereka minim, cuma 4.000-an orang. Bukan jumlahnya yang jadi masalah, melainkan kerumunannya. Jamaah salat Jumat di masjid atau jemaat kebaktian di gereja jumlahnya mungkin kurang dari 4.000 tetapi disarankan untuk beribadah di rumah. Dua orang pun bila berkerumun bisa menyebabkan penyebaran covid-19. Makin banyak jumlah orang di satu tempat, makin besar potensi kerumunan.

WHO dan ahli-ahli kesehatan menyarankan kita menjaga jarak fisik dan sosial dengan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah untuk mencegah kerumunan. Pemerintah memutuskan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penularan covid-19.

Bila menggunakan kerangka berpikir equality before the covid-19, pertanyaannya ialah mengapa napi kejahatan lain “dirumahkan” sementara napi korupsi tidak boleh “dirumahkan”? Terjadi inequality before the covid-19.

Pandemi covid-19 ialah kejadian luar biasa. Dalam kondisi luar biasa, negara punya diskresi. Dalam kasus pembebasan napi korupsi, diskresi mesti berdasarkan prinsip equality before the covid-19 dan equality before the law.

Kementerian Hukum dan HAM membuat diskresi dengan mengajukan revisi peraturan pemerintah tentang pengecualian napi korupsi, terorisme, narkoba, pelanggaran HAM, dan kejahatan transnasional. Revisi itu kiranya bakal memungkinkan napi korupsi dan kejahatan luar biasa lain dibebaskan pula untuk mencegah penyebaran covid-19. Revisi itu bagaimanapun mestinya berdasarkan prinsip equality before covid-19, juga equality before the law.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima