Peradilan Pilkada Jelang Tenggat

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
16/1/2020 05:10
Peradilan Pilkada Jelang Tenggat
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MAHKAMAH Konstitusi mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah bertentangan dengan konstitusi sejak diucapkan putusan Nomor 97/PUU-XI/2013 pada 19 Mei 2014. Hampir enam tahun berlalu, inkonstitusionalitas itu dirawat penuh kesadaran.

Benar bahwa MK masih berwenang mengadili perselisihan hasil pilkada selama belum ada undang-undang yang mengatur mengenai badan peradilan khusus pilkada. Akan tetapi, sampai kapan MK dibiarkan berlama-lama melanggar putusannya sendiri?

Pembentukan badan peradilan khusus pilkada itu diatur dalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Disebutkan pada ayat (1) bahwa perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus.

Selama empat tahun sejak UU 10/2016 disahkan pada 1 Juli 2016, pembuat undang-undang tetap mager, malas bergerak, untuk membentuknya. Pasal 157 ayat (2) menyebutkan bahwa badan peradilan khusus dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional.

Pemungutan suara serentak nasional dalam pilkada, sesuai ketentuan Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016, dilaksanakan pada November 2024. Itu artinya, tinggal empat tahun waktu yang tersedia untuk membentuk badan peradilan khusus pilkada.

Sangat disayangkan pembuat undang-undang, DPR, dan pemerintah tak kunjung membentuk peradilan khusus pilkada. Andai saat ini badan peradilan itu sudah terbentuk, tentu bisa berfungsi untuk menyelesaikan perselisihan hasil pilkada yang digelar di 270 daerah pada September tahun ini. Tidak ada lagi pilkada yang digelar setelah September tahun ini sampai November 2024.

Mengapa badan peradilan khusus pilkada perlu segera dibentuk? Harus jujur diakui bahwa selama ini terlalu banyak pihak terlibat dalam penyelesaian hukum pilkada sehingga keadilan tak serta-merta bisa dihadirkan.

Institusi yang terlibat dalam masalah hukum pilkada ialah Bawaslu, kepolisian, kejaksaan, peradilan umum, peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Dengan begitu banyaknya institusi yang terlibat, keadilan menjauh, hak pencari keadilan yang terlanggar tidak bisa dikembalikan.

Setiap institusi yang terlibat dalam penyelesaian masalah hukum pilkada sering mengedepankan tafsiran masing-masing atas undang-undang yang berlaku. Sering pula terjadi, untuk satu kasus yang sama, putusannya bisa berbeda tergantung siapa yang menanganinya dan di daerah mana kasus itu diselesaikan.

Keberadaan badan peradilan khusus pilkada diharapkan menjadi pusat penyelesaian masalah hukum pilkada secara terpadu. Penyelesaian di bawah satu atap bisa mencegah disharmoni putusan pengadilan sekaligus menjauhkan konflik kepentingan.

Sejauh ini para ahli terbelah saat mendiskusikan bentuk konkret badan peradilan khusus pilkada. Ada yang mengusulkan peradilan khusus itu ditempatkan di bawah Mahkamah Agung. Dengan demikian, peradilan khusus pilkada menjadi salah satu kamar di pengadilan negeri, sama seperti pengadilan korupsi yang merupakan pengadilan khusus, berada di lingkungan peradilan umum.

Akan tetapi, menempatkan badan peradilan khusus itu berada di bawah Mahkamah Agung sama saja memaksa benteng terakhir keadilan itu untuk menelan ludahnya sendiri. Bukankah Mahkamah Agung sudah menolak menangangi perselisihan pilkada sehingga dialihkan ke Mahkamah Konstitusi?

Ada juga ahli yang mengusulkan badan peradilan khusus pilkada itu berada di luar Mahkamah Agung. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa dipertimbangkan untuk ditingkatkan perannya menjadi badan peradilan khusus pilkada.

Jika itu pilihannya, Bawaslu harus dipastikan memiliki kompetensi untuk menangani segala sengketa yang timbul akibat proses pilkada. Kompetensi yang dimaksud mencakup administrasi pilkada, tindak pidana pilkada, dan perselisihan hasil pilkada.

Sejauh ini, harus jujur dikatakan bahwa Bawaslu cukup memadai dan berpengalaman menyelesaikan semua sengketa pilkada tersebut. Yang dibutuhkan Bawaslu hanyalah kepercayaan otoritas pembuat undang-undang.

Apa pun bentuk peradilan khusus, di bawah Mahkamah Agung atau berada di luar Mahkamah Agung, yang paling penting ialah keberadaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Tidak cukup kuat jika hanya dicantolkan pada Pasal 157 UU 10/2016.

Selanjutnya, perlu dipertimbangkan agar peradilan pilkada itu disatukan dengan peradilan pemilu. Persoalan hukum pilkada dan pemilu sama-sama membutuhkan penyelesaian secara komprehensif. Bukankah penyelenggara pilkada dan pemilu dalam satu tangan, yaitu Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara, pengawasnya ialah Bawaslu, dan penjaga etiknya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Tak kunjung dibentuknya peradilan khusus pilkada semakin mengukuhkan tabiat politik bangsa ini yang doyan bekerja jelang tenggat.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima