Ekspor dan Subsitusi Impor

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
10/12/2019 05:30
Ekspor dan Subsitusi Impor
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

DUA kali setidaknya Presiden Joko Widodo menegaskan keinginannya menurunkan defisit neraca transaksi berjalan. Pertama disampaikan saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia dan kedua saat meresmikan pabrik baru polyethylene milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

Menurut Presiden, biang keladi besarnya defisit neraca transaksi berjalan ialah tingginya impor sehingga menyebabkan membengkaknya defisit perdagangan. Karena itu, langkah yang akan dilakukannya ialah mendorong industri yang bisa menghasilkan produk subsitusi impor dan sekaligus bisa meningkatkan ekspor.

Seperti dikatakan Presiden, dibutuhkan kemauan kuat untuk melakukan itu. Seperti industri polyethylene, seharusnya sejak lama Indonesia memilikinya karena kita mempunyai sumber daya untuk menghasilkan itu. Namun, sejak Indonesia merdeka, baru satu PT Chandra Asri yang kita bisa bangun, sedangkan yang lain baru sekadar 'peletakan batu pertama'.

Tidak usah heran apabila sampai sekarang 50% kebutuhan polyethylene masih harus kita impor. Untuk produk itu saja setiap tahun paling tidak Rp8 triliun devisa yang harus kita keluarkan.

Dua kali arahan Presiden Jokowi itu seharusnya diterjemahkan ke dalam rencana aksi. Seperti sering disampaikan pemimpin Afrika Selatan, Nelson Mandela, visi tanpa aksi hanyalah sebuah mimpi. Kita tidak bisa lagi berhenti pada mimpi, tetapi bagaimana menyelesaikan masalah akut di negara ini.

Untuk itu, memang harus ada kerja sama di antara kita. Apalagi kita sedang dihadapkan pada perlambatan yang lebih dalam dari perekonomian global tahun depan. Kita harus mempertahankan industri yang ada agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dan bahkan menjadikan semua industri yang kita miliki itu sebagai andalan mengendalikan defisit perdagangan.

Pemetaan terhadap kekuatan dan kelemahan industri kita harus berorientasi pada satu tujuan, yakni bagaimana menjadikan Indonesia sebagai pemenang. Kita harus bersikap seperti Presiden AS Donald Trump yang menjadikan kepentingan negaranya yang paling utama.

Bahkan, kita tidak hanya harus fokus pada lima industri yang menjadi unggulan, yakni makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, otomotif, elektronik, dan produk kimia, tetapi juga industri yang menjadi pendukungnya. Apa yang memang menjadi kekuatan Indonesia harus terus didorong dan jangan malah dilemahkan.

Sengaja kita mengingatkan industri pendukung karena banyak ekspor yang membutuhkan itu. Seperti ekspor produk otomotif, makanan dan minuman, atau tekstil dan produk tekstil, tidak mungkin bisa dilakukan tanpa dukungan produsen palet kayu dan boks karton. Semakin besar volume ekspornya semakin besar kebutuhan produk pendukungnya.

Sering kali kita tidak melihat pentingnya kehadiran produk pendukung ekspor itu. Sekarang ini kisruh tentang Peraturan Menteri Perdagangan No 84/2019 mengancam industri pendukung ekspor. Akibatnya, produk bahan baku untuk pembuatan karton boks terancam menurun sampai 50% dan industri produk ekspor tidak punya pilihan lain kecuali mengimpor bahan baku kebutuhan mereka.

Di sinilah kita melihat perlunya pejabat-pejabat kementerian melihat persoalan secara lebih utuh. Jangan parsial dan mendahulukan kepentingan kementeriannya sehingga lupa kepentingan Indonesianya. Kalau cara pandangnya selalu miopik, keinginan Presiden mendorong ekspor pasti tidak pernah akan bisa kita capai.

Memang kita tidak juga menginginkan peningkatan ekspor mengorbankan persoalan lingkungan, misalnya. Namun, kita harus sadar bahwa dalam setiap langkah yang akan ditempuh pasti ada masalahnya. Kita jangan larut dalam masalah, tetapi bagaimana menyelesaikan masalah itu. Teknologi merupakan salah satu alat yang bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.

Di sinilah dibutuhkan kecerdasan. Persoalan sampah dihadapi seluruh masyarakat di dunia. Akan tetapi, mereka tidak menjadikan masalah itu sebagai beban, dan malah dijadikan peluang. Di Jepang, sampah bisa mereka olah menjadi tenaga listrik.

Tanpa pernah kita berupaya mencari solusi, kita dihadapkan pada bayang-bayang perlambatan ekonomi. Tahun depan sudah diingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita berada di bawah 5%.

Karena itu, kita harus berupaya sekuat tenaga agar industri yang sudah ada terus bertahan. Jangan sampai ada industri yang mati karena akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Ketika pekerjaan hilang, daya beli masyarakat menurun, dan itu merupakan sinyal buruk bagi perekonomian kita.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima