Gonzaga

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
07/11/2019 05:10
Gonzaga
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BELAJAR bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup. Dalam bahasa Latin disebut non schole, sed vitae discimus. Kalimat yang diucapkan Seneca, filsuf dan pujangga Romawi itu masih relevan pada masa sekarang.

Disebut relevan karena pada umumnya orangtua menyekolahkan anaknya semata-mata untuk mencari angka tinggi yang tecermin dalam peringkat di kelas. Anak dipaksa belajar agar pintar, bukan menjadi terdidik. Tatkala anak tidak naik kelas, pengadilan pun menjadi pilihan menyelesaikan soal.

Orientasi menjadi anak pintar, bukan anak terdidik, salah satu pangkal soal sekolah tidak lagi dijadikan sebagai persemaian benih-benih nilai harkat dan martabat kemanusiaan. Akibatnya, orang-orang pintar menjadi koruptor. Sekitar 86% koruptor di negeri ini ialah jebolan perguruan tinggi.

Harkat dan martabat kemanusiaan itu bertautan dengan karakter. Kamus mengartikan karakter sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Thomas Lickona mendefinisikan karakter sebagai melakukan hal yang benar ketika tidak ada orang yang melihat.

Melakukan hal yang benar ketika tidak ada orang yang melihat hanya bisa tumbuh kembang di lingkungan sekolah yang memperkuat karakter siswa melalui penyelarasan olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olahraga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Harus jujur dikatakan bahwa keluarga yang menginginkan anaknya pintar menekankan pada olah pikir semata. Obsesi sekolah sebagai pabrik nilai merasuk sangat jauh ke dalam sukma orangtua. Ketika anak tidak naik kelas, pengadilan dianggap sebagai solusi. "Kok, anak saya tidak naik kelas, padahal angka merahnya cuma satu mata pelajaran."

Rujukan yang dipakai untuk menggugat ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Disebutkan, peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 mata pelajaran pada kompetensi pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/atau sikap belum baik.

Peraturan yang diteken Anies Baswedan saat menjabat Mendikbud itu juga menyebutkan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan pada semua mata pelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dan, ini yang dilupakan, ketentuan naik kelas kewenangan penuh sekolah.

Biarkan pengadilan yang memutuskan benar salah ketimbang menempuh hukum rimba. Soal baik buruknya menjadi urusan di ranah publik. Tatkala orangtua memuliakan pengetahuan dan menihilkan sikap, pada saat itulah sekolah dianggap hanya bertujuan menciptakan manusia pandai, bukan manusia terdidik nan cerdas. Jika itu yang terjadi, benarlah perkataan filsuf Prancis Jean Jacques Rousseau bahwa manusia dilahirkan dalam kondisi bebas, namun di mana-mana ia terbelenggu.

Menolak terbelenggu bisa ditemukan dalam filosofi pendidikan di SMA Kolose Gonzaga, Jakarta. Pendidikan di sekolah itu mengembangkan potensi reflektif, kritis, dan spiritual siswa serta komitmen mereka untuk bertindak dan berbagi pengalaman dalam pencapaian 4C yang menjadi visi sekolah.

Adapun 4C yang dimaksud ialah conscience (memiliki hati nurani yang benar), competence (berkemampuan akademik yang unggul), compassion (berkepedulian sosial), dan commitment (tanggung jawab penuh).

Ringkasnya, visi sekolah itu mau mengatakan di sana dididik manusia yang bebas dan bertanggung jawab. Kebebasan itu bisa dilihat dari aturan, misalnya, mengenai rambut untuk pria. Disebutkan, rambut pelajar putra hendaknya dicukur rapi. Panjang rambut bagian belakang di atas kerah baju pada saat posisi kepala tegak. Rambut bagian samping tidak menutup telinga. Tinggi rambut tidak lebih dari 5 cm baik yang berambut lurus maupun kribo.

Meski demikian, bagi pelajar putra, yang nilai rata-rata rapornya pada akhir semester terakhir= 80, diperbolehkan berambut panjang dan rapi. Jika ditemukan siswa Gonzaga berambut panjang itu artinya ia pintar dan berkarakter kuat.

Rokok barang haram di sekolah itu. Karena itu, siswa dilarang merokok di lingkungan dan sekitar sekolah (radius 100 m) selama jam pelajaran maupun kegiatan yang diadakan di luar sekolah (selama 24 jam). Merokok merupakan perbuatan terlarang sehingga hukumannya dikeluarkan dari sekolah tanpa melalui proses peringatan terlebih dulu.

Pendidikan karakter yang sangat kental di SMA Kolose Gonzaga, bisa jadi, mengikuti tauladan pemilik nama yang dipakai, yaitu St Aloysius Gonzaga yang lahir pada 9 Maret 1568 di Lombardia Italia. Ia mengibaratkan dirinya sebagai sepotong besi yang telah bengkok karena itu ia masuk biara agar dirinya yang bengkok kembali lurus. Ia sangat mencintai kerendahan hati.

Kerendahan hati itulah yang menjauh dari kasus yang kini heboh di SMA Kolose Gonzaga. Tidak naik kelas itu bukan semata-mata persoalan akademis, tapi juga menyangkut aspek nonakademik yang dapat diukur dari standardisasi norma yang diterapkan sekolah. Bisa saja siswa yang angka merahnya cuma satu tidak naik kelas karena siswa itu ketahuan merokok atau makan di kelas. Orangtua siswa dan pihak sekolah perlu meneladani Gonzaga yang rendah hati itu.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima