Koalisi Oplosan

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
16/10/2019 05:10
Koalisi Oplosan
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI)

KOALISI politik di negara ini bisa dikatakan rapuh. Gara-garanya koalisi dibangun di atas fondasi kepentingan, bukan ideologi.

Ibarat kawin paksa, parpol terpaksa berkoalisi karena kepentingan. Kepentingan yang memaksakan perkawinan di antara parpol-parpol. Tidak mengherankan, koalisi setiap saat terancam perceraian bila kepentingan sudah terpenuhi atau tidak terpenuhi.

Parpol bisa gonta-ganti pasangan koalisi. Ketika di masa kampanye koalisi-koalisi saling beroposisi, setelah pilpres beberapa parpol anggota koalisi yang kalah menyeberang ke koalisi pemenang.

Pada Pemilu 2014, koalisi pendukung Jokowi-Jusuf Kalla terdiri dari empat parpol, yakni PDIP, PKB, Hanura, NasDem. Dalam koalisi pendukung Prabowo-Hatta Radjasa bergabung lima parpol, yakni Gerindra, PKS, PAN, Golkar, dan PPP. Satu parpol, yakni Demokrat, mengambil posisi penyeimbang.

Ketika koalisi parpol pendukung Jokowi-Kalla memenangi Pemilu 2014, berlangsung ‘kawin paksa’ pada Golkar dan PPP yang tadinya berada di koalisi seberang.
Kepentingan kekuasaan, yakni mengamankan kebijakan pemerintah di parlemen, yang memaksakan perkawinan koalisi itu.

Pada Pemilu 2019, koalisi berubah. Di koalisi pendukung Jokowi-KH Ma’ruf Amin bergabung 10 parpol, yakni PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, PBB. Di koalisi Prabowo-Sandi bergabung lima parpol, yakni Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Partai Berkarya. Dua dari lima parpol koalisi ini, Gerindra dan Demokrat, kini bersiap menyeberang, berkoalisi dengan koalisi pendukung Jokowi-Amin yang memenangi pemilu.

Koalisi model begini bisa menghadirkan koalisi oplosan. Oplosan artinya campuran atau percampuran. Bensin oplosan artinya bensin yang bercampur minyak tanah. Koalisi oplosan maksudnya parpol yang bergabung dalam satu koalisi, tetapi sering bersikap seperti oposan terhadap koalisinya.

Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada satu atau dua parpol koalisi yang mendapat jatah di kabinet, tetapi sering kali mengkritik pemerintah. Sikap berkoalisi mereka bercampur dengan sikap beroposisi. Ini yang disebut koalisi oplosan.

Di periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, PAN pernah mendapat jatah menteri di kabinet, tetapi sering mengeritik pemerintah. Ini yang namanya parpol koalisi oplosan. Harian ini dalam editorialnya menyebut PAN mempraktikkan politik plinplan.

Kita mungkin perlu memeriksa DNA politik setiap parpol. Ada parpol yang DNA politiknya berkuasa, tetapi mungkin ada pula parpol yang DNA politiknya beroposisi.

Golkar sepanjang Orde Baru menjadi parpol berkuasa. Sejak dimulainya Reformasi hingga detik ini, Golkar selalu bergabung dengan pemenang.

Partai Golkar sepertinya Machiavellian, penganut Machiavellianis­me. Filosof Niccolo Machiavelli berkata, “If you can’t beat them, join them.” “Kalau kalah, bergabung saja dengan yang menang.”

Golkar tidak punya pengalaman menjadi oposisi. Dia tidak betah hidup di habitat oposisi. Ketika kalah, dia bermigrasi ke habitat pemenang. Tetapi, parpol tersebut jelas bukan parpol koalisi oplosan, melainkan parpol koalisi tulen.

Pada zaman Orde Baru, PDI ketika dipimpin Megawati, dianggap parpol oposan. Selama 10 tahun di era Reformasi, dari 2004 sampai 2014, parpol ini juga memosisikan diri sebagai parpol oposisi.

PDIP kini menjadi parpol berkuasa. Mungkin karena DNA politiknya oposisi, sesekali dia ‘mengkritik’ presiden. Dia, misalnya, meminta jatah menteri paling banyak di kabinet. Dia juga pernah minta presiden me-reshuffle salah satu menteri. Sikap koalisi parpol tersebut dioplos atau dicampur dengan sedikit sikap oposan.

Kini, satu atau dua parpol koalisi seberang, yakni Demokrat dan Gerindra, diberitakan ingin bergabung dengan koalisi pemenang Pilpres 2019. Dikabarkan, kedua parpol bakal mendapat jatah menteri di kabinet.

Bicara soal kabinet, penyusunannya menjadi hak sepenuhnya Presiden. Ada baiknya Presiden memeriksa secara saksama DNA politik mereka. Jangan sampai satu atau kedua parpol menjadi anggota koalisi oplosan. Sudah berkoalisi di kabinet, tetapi tetap beroposisi di parlemen.

Pemeriksaan DNA politik itu penting karena semasa pemilu DNA politik Demokrat dan Gerindra ialah oposisi. Gerindra bahkan belum pernah berkuasa sehingga sangat mungkin DNA politiknya beroposisi.

DNA politik bisa berubah, tidak serupa DNA biologi yang tak bisa berubah. Presiden harus memastikan itu, apakah DNA politik mereka sungguh-sungguh berubah dari DNA oposisi menjadi DNA koalisi.

Pemeriksaan seperti itu merupakan pekerjaan jangka pendek. Dalam jangka panjang, kita mesti melakukan institusionalisasi atau pelembagaan politik koalisi agar yang tercipta bukan koa­lisi oplosan melainkan koalisi permanen. Pelembagaan politik koalisi akan menghasilkan pelembagaan mekanisme checks and balances. Itulah demokrasi sesungguhnya.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima