Perlukah Amendemen Konstitusi?

Saur M Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
07/10/2019 05:30
Perlukah Amendemen Konstitusi?
Saur M Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI)

KURANG lebih 15 tahun sudah kita hidup berbangsa dan bernegara tanpa GBHN. Empat kali pemilu telah kita lalui dengan aman dan lancar, pemerintahan berjalan stabil, tiada 'urusan' dengan GBHN.

Pertanyaannya, apa perlunya kembali ke masa lalu? Kenapa mesti repot-repot kembali punya GBHN, seperti negara ini tidak punya urusan lain dalam perkara ketatanegaraan yang lebih besar?

GBHN di masa lalu ialah produk MPR yang harus dilaksanakan presiden yang dipilih MPR. Yang paling berkuasa ialah wakil rakyat di MPR, bukan rakyat.

Semua 'logika' di dalam kekuasaan MPR itu kemudian gugur karena presiden dipilih langsung oleh rakyat. Hemat saya, dipilih langsung oleh rakyat tidak dengan sendirinya berarti presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak memiliki garis-garis besar haluan negara dalam memimpin bangsa dan negara. Bukankah sebagai capres, dia menyampaikan resmi visi dan misinya ke KPU, lembaga negara yang berwenang, yang kemudian diperdebatkan dalam forum kepublikan?

Sesungguhnya dan senyatanya visi dan misi itulah yang dapat dipandang sebagai sari pati garis-garis besar haluan negara ketika capres menjadi presiden terpilih, yang harus ditunaikannya ketika resmi menjadi Presiden RI.

Dalam perspektif itu, persoalan tinggal bagaimana mengangkat visi dan misi presiden itu sedemikian rupa sehingga lebih sempurna dalam materi/konten dan berkedudukan lebih tinggi dan lebih kuat di dalam tata hukum negara. Pilihannya tidak harus menjadi domain MPR, melainkan bisa pula menjadi domain DPR berupa undang-undang tentang GBHN.

Visi dan misi presiden yang telah diikat dan diperkuat menjadi undang-undang itu berkaitan dengan UU APBN. Anggaran pendapatan dan belanja negara kiranya antara lain berisi ekspresi presiden untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dijanjikannya kepada rakyat dalam kampanye pilpres. Visi dan misi yang telah diikat dalam UU GBHN itu secara bertahap dalam 5 tahun dilaksanakan presiden dalam program yang tampak dalam setiap APBN.

Pemikiran di atas berbeda dengan pemikiran MPR lama yang mewariskan rekomendasi kepada MPR baru agar GBHN dihidupkan melalui kekuasaan MPR, yakni amendemen terbatas UUD 1945. Sebuah pemikiran yang sebetulnya mengandung simplifikasi.

Amendemen konstitusi ialah jalan lebar, panjang, dan berliku. Pada mulanya beragenda 'perubahan terbatas', ternyata bergulir lebih jauh menjadi 'perubahan lebih luas' UUD 1945. Pertanyaannya, siapa menjamin hanya sampai di situ?

Terbuka kemungkinan lain, yakni perubahan konstitusi 'seluas-luasnya', sebagaimana terjadi pada MPR hasil Pemilu 1999. Kala itu (1999-2002) sampai terjadi empat kali perubahan UUD 1945.

Tentu saja terbuka pula kemungkinan lain, yakni hidupnya pandangan kembali saja kepada UUD 1945 yang asli. Inilah konstitusi yang di masa saya di bangku sekolah dulu dilukiskan sebagai konstitusi yang bersifat supel dan fleksibel, yang mengatur pokok-pokoknya saja.

Di tengah keinginan melakukan perubahan UUD 1945, kiranya juga selalu ada kemungkinan kalangan yang memilih pro-status quo. Buat apa ada GBHN yang bakal 'mengekang' bahkan dapat 'menjerat' presiden? Ini bukan pertanyaan iseng. Ini pertanyaan serius, amat serius.

GBHN di dalam konstitusi dapat 'menjerat' presiden akibat terbukanya ruang sangat lebar untuk MPR 'suatu ketika' menafsir bahwa presiden 'tidak melaksanakan' GBHN, alias melanggar konstitusi, sehingga presiden dapat dimakzulkan. Jadi, janganlah mengira 'perubahan terbatas' konstitusi tidak dapat berakibat jauh di masa depan.

Kalau toh ada keinginan MPR mengubah UUD 1945, janganlah pula sembunyi-sembunyi seperti pencuri di malam gelap dan janganlah berpandangan sempit berkacamata bendi. Dengarkanlah dengan sepenuh hati dan sepenuh akal budi pandangan-pandangan berbeda, terutama keberatan-keberatan publik.

Protes besar-besaran melalui demonstrasi bukan pilihan cerdas kita berdemokrasi. Pilihan kita ialah melalui dialog terbuka yang mendalam, bukan lewat poster dan teriakan, apalagi anarkisme.


 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima