Satu-satunya Pikiran Sehat

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
19/9/2019 05:10
Satu-satunya Pikiran Sehat
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI)

DI ruang publik kiranya terbuka kemungkinan terjadi pertarungan sengit antara prinsip-prinsip demokrasi dan prinsip-prinsip konstitusi. Keduanya dapat mengklaim diri sebagai satu-satunya pemilik pikiran sehat.

Pertarungan klaim satu-satunya pikiran sehat itu terjadi sebagian karena hebatnya kebebasan berekspresi, dan sebagian lainnya karena masih rendahnya budaya sadar berkonstitusi.

Pernyataan itu mengandung pengakuan bahwa ada 'jarak' kecepatan berdemokrasi dengan kecepatan sadar berkonstitusi. Pengakuan jujur itu rasanya penting agar tidak terjadi kekuatan demokrasi mengalahkan kekuatan konstitusi, atau sebaliknya kekuatan konstitusi mengalahkan kekuatan demokrasi.

Dalam perkara pilpres telah terbentuk kesesuaian kekuatan demokrasi dengan kekuatan konstitusi. Sengketa pilpres bukan lagi sengketa 'klaim kebenaran' melawan 'klaim legitimasi', melainkan 'klaim kesahihan' negara hukum yang ditegakkan pengawal konstitusi. Semua menerima satunya 'pikiran sehat'.

Demikianlah, betapapun seru dan sengitnya kontestasi dan kompetisi dalam pilpres, kita sampai pada penerimaan bersama atas putusan MK. Tidak ada 'jarak' antara prinsip-prinsip berdemokrasi dan prinsip-prinsip berkonstitusi. Di situ kita sampai pada jawaban tunggal afirmatif.

Pengakuan faktual dalam pilpres itu kini mendapat kecaman berkaitan dengan revisi UU KPK. Jawaban afirmatif terhadap presiden terpilih seperti ada yang ingin mementahkannya dengan satu pikiran yang dianggap pikiran sehat bahwa presiden dapat mencampuri kewenangan konstitusi pembuat undang-undang. Dalam perkara ini tampaklah 'jarak' yang masih panjang antara prinsip berdemokrasi dan prinsip berkonstitusi.

Penolakan terhadap sebuah RUU dapat dan boleh diekspresikan melalui prinsip berdemokrasi, antara lain membawanya ke jalanan melalui unjuk rasa. Yang disuarakan di jalanan itu digerakkan keyakinan bahwa mereka memiliki 'klaim kebenaran'.

Setiap 'klaim kebenaran' seharusnya didengarkan. Namun, kenyataannya revisi RUU KPK berlanjut terus di jalur konstitusi, dimenangkan menjadi UU oleh mereka yang punya dua klaim sekaligus, yakni 'klaim legitimasi' karena dipilih rakyat dan 'klaim konstitusional' karena DPR memang dipercaya kontitusi sebagai pembuat undang-undang.

Normanya ialah setiap RUU dibahas untuk mendapat persetujuan bersama DPR dan presiden. Jika tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Padahal yang disebut 'masa itu' menjelang akhir bagi DPR sekarang, tepatnya tidak ada lagi masa persidangan bagi DPR hasil Pemilu 2014. Sebaliknya, presiden hasil Pilpres 2014 pun berada dalam 'masa demisioner'. Sesungguhnya dan senyatanya presiden tidak punya lagi 'klaim kepatutan' untuk memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan kepada sebuah RUU.

UU KPK yang baru telah dibuat DPR di masa akhir persidangan. Terbuka presiden tidak mengesahkannya. Akan tetapi, dalam 30 hari RUU itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Pikiran membawanya ke jalanan berunjuk rasa, pikiran sehat dalam perspektif demokrasi. Namun, bukan satu-satunya pikiran sehat. Dalam perspektif membudayakan konstitusionalisme, pikiran sehat satu-satunya ialah membawa undang-undang itu untuk diuji di MK.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima