Kabinet Harus Satu Suara

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
29/8/2019 05:10
Kabinet Harus Satu Suara
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI)

JUDUL itu dipetik dari pernyataan tegas Presiden Jokowi tatkala memimpin rapat terbatas mengenai impor sampah dan limbah plastik ke Indonesia di Istana Bogor, Selasa (27/8).

Penegasan Presiden itu perkara mendasar yang kiranya perlu dicamkan kembali para menteri. Satunya suara kabinet mencerminkan soliditas dan taat asas.

Tiap menteri dalam domainnya masing-masing tentu punya titik berdiri masing-masing. Dari titik berdiri masing-masing itu tampaklah 'pemandangan' berbeda-beda.

Akan tetapi, rapat kabinet bukan perjalanan wisata tiap turis boleh punya pandangan berbeda sekalipun yang dilihat pemandangan yang sama. Turis boleh selfie, menteri tidak boleh 'selfie' dengan kewenangannya demi kepentingan titik berdiri kementeriannya.

Contoh, impor sampah demi industri kiranya pemandangan 'indah' di mata menteri perindustrian, sebaliknya kiranya pemandangan 'busuk' di mata menteri lingkungan hidup. Bolehkah kabinet dua suara? Tidak. Harus satu suara, kata Presiden. Siapakah yang dimenangkan?

Jawaban harus lebih dulu dikembalikan kepada prinsip dasar. Kita bukan sedang mengelola barang bernama sampah impor, kita sedang berurusan dengan lingkungan tempat manusia hidup. Kita bukan sedang berurusan dengan hidup manusia 'hari ini' saja, tapi hidup 'hari depan' manusia.

Menteri perindustrian mewakili mereka yang fokus utamanya barang dan jasa. Menteri lingkungan hidup mewakili mereka, kaum environmentalist yang fokus utamanya kebersihan lingkungan, bukan barang dan jasa. Hampir mustahil mempertemukan keduanya dalam damai.

Kata Prof Lester C Thurow, mantan dekan Sloan School of Management MIT, pecinta lingkungan hidup tidak khawatir dengan indahnya ekonomi bebas. Tapi, bagi mereka lingkungan hijau (green environment) lebih berharga, lebih bernilai daripada uang hijau (green money).

Kabinet berhadapan dengan besarnya tingkat pemahaman bersama dan besarnya rasa saling hormat. Kabinet berhadapan pula dengan dua kewenangan besar, yakni kewenangan moral dan kewenangan formal. Bagaimana Presiden menyelesaikannya?

Presidenlah yang punya puncak dua kewenangan itu sekaligus. Persoalan ialah tergantung perkaranya, apakah Presiden berani memilih dari dua puncak kewenangan itu untuk mengambil titik berdiri tertentu demi terciptanya kabinet satu suara? Dalam bahasa yang padat, Presiden memberikan keteladanan dengan menentukan arah ke mana negara mau dibawa.

Ke mana negara mau dibawa, apakah pro-uang hijau atau lingkungan hijau, bukan hanya perlu berpikir besar, melainkan juga menunjukkan karakter pribadi besar. Hemat saya itulah yang terjadi tatkala Presiden Jokowi tegas bilang kabinet harus satu suara.

Dengan begitu, dalam kabinet, Presiden mengambil keputusan yang mengilhami, yakni dia membangun besarnya pemahaman bersama dan tingginya rasa saling hormat atas satu suara yang diputuskan kabinet.

Kabinet sekarang umurnya kurang lebih tinggal 2 bulan. Harapan kita jadilah menteri yang 'berarti', di atas itu jadilah anak bangsa yang 'berarti'.

Presiden sekarang ialah juga presiden terpilih yang masih akan memimpin kabinet 5 tahun 2 bulan. Akan ada menteri-menteri wajah baru. Di masa akhir kabinet ini kiranya bagus Presiden memberi contoh kejelasan peran menteri sebagai 'pedoman' untuk yang baru.

Dalam pro dan kontra yang tinggi perihal isu kepublikan, kabinet harus satu suara. Untuk itu, kali ini kewenangan moral menang atas kewenangan formal bahwa Indonesia bukan tong sampah.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima