FIR  

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
13/8/2019 05:30
FIR  
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

AKHIR pekan lalu mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Chappy Hakim meluncurkan buku terbaru yang berjudul FIR di Kepulauan Riau. Pesan yang ingin disampaikan, ada tiga flight information region (FIR) di wilayah Indonesia, yaitu Jakarta, Makassar, dan Kepulauan Riau. Namun, hanya dua FIR yang dikelola sendiri oleh Indonesia. Adapun FIR di Kepulauan Riau dikelola Singapura.

Mengapa bisa? Ternyata pada 1946, saat Indonesia baru merdeka dan Singapura belum menjadi sebuah negara, ada keputusan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) bahwa pengaturan lalu lintas penerbangan di kawasan Selat Malaka pengelolaannya diserahkan kepada Singapura.

Sekitar 50 tahun kemudian, ketika Indonesia dan Singapura sudah sama-sama menjadi negara yang berdaulat, dibuat perjanjian di antara kedua negara. Kesepakatan pada Perjanjian 1995, pengelolaan lalu lintas udara di kawasan itu tetap diserahkan kepada Singapura. 

Apa konsekuensi perjanjian tersebut? Semua penerbangan baik sipil maupun militer yang akan melintasi kawasan tersebut harus meminta izin kepada pengelola lalu lintas udara di Singapura. Termasuk penerbangan di dalam wilayah Indonesia, ketika masuk FIR Singapura harus meminta izin kepada otoritas negara tetangga tersebut.

Menurut doktor hukum udara, Kolonel Supri Abu, Singapura memiliki otoritas penuh untuk mengatur lalu lintas pesawat yang ada di wilayah kedaulatan Indonesia, baik yang ada sekitar Kepulauan Riau maupun Sumatra. Bahkan Singapura kemudian menetapkan traditional training area untuk angkatan udara mereka yang sering kali masuk sampai 12 mil wilayah Indonesia.

Setelah 25 tahun perjanjian ditandatangani, apakah tidak saatnya perjanjian 1995 itu ditinjau kembali? Chappy Hakim berpendapat saatnya Indonesia seharusnya mengambil inisiatif untuk meminta perundingan kembali. Ada tiga alasan yang menguatkan hal tersebut. Pertama ialah adanya Undang-Undang Penerbangan Nomor 1/2009 yang memerintahkan kita mengelola wilayah udara kita sendiri. 

Kedua, Presiden Joko Widodo pada 2015 sudah memerintahkan agar Indonesia mengambil alih pengelolaan lalu lintas udara di Kepulauan Riau. Ketiga, kemampuan infrastruktur dan sumber daya Indonesia sudah memadai untuk mengelola FIR di seluruh wilayah Indonesia.

Lalu apa yang menjadi penghambat kita tidak bisa meminta Singapura untuk merundingkan kembali perjanjian itu? Diplomat senior, Makarim Wibisono, menjelaskan bahwa secara teknis Indonesia mempunyai kemampuan diplomasi untuk meminta pengelolaan sendiri FIR di Kepulauan Riau. Namun, syaratnya, kita harus satu bahasa tentang keinginan kita untuk mengelola FIR di Kepulauan Riau tersebut.

Kesulitan yang sering dihadapi diplomat Indonesia ialah kita sendiri tidak pernah mempunyai satu bahasa tentang pengelolaan FIR di Kepulauan Riau tersebut. Kadang ada pejabat yang dengan tegas mengatakan pengelolaan FIR di Kepulauan Riau sebagai bagian dari kedaulatan negara, tetapi ada juga yang mengatakan itu sekadar masalah ekonomi yang tidak apa-apa dikelola Singapura sepanjang Indonesia bisa mendapatkan bagi hasil yang pantas.

Dua pandangan yang berbeda dari para pejabat Indonesia itu akhirnya dimanfaatkan Singapura. Mereka paham kondisi itu dan mencoba meng-entertain para pejabat yang prokepada kepentingan mereka. Singapura tidak perlu mengotori tangannya untuk mendapatkan tujuan yang mereka inginkan.

Kelemahan lain yang ada pada kita ialah sikap rendah diri. Termasuk pers Indonesia, menurut Makarim Wibisono, ikut memainkan peran. Pers di Indonesia senang untuk mengeksploitasi ketidakmampuan bangsanya sendiri. Pemberitaan negatif ini akhirnya dimanfaatkan negara lain ketika perundingan dilakukan, apalagi ketika melibatkan organisasi internasional.

Ketika kita hendak merayakan 74 tahun kemerdekaan, terasa ironis bahwa kita tidak memiliki rasa kebersamaan sebagai bangsa. Kita tidak pernah mau belajar bahwa penjajahan 350 tahun yang dilakukan Belanda disebabkan ketidakkompakan kita. Akibatnya mudah dijalankan politik devide et impera karena kita gampang diadu domba.

Chappy Hakim berpandangan, kuat dasar Indonesia untuk meminta pengelolaan FIR di Kepulauan Riau karena AirNav Indonesia kini sudah memiliki peralatan navigasi yang sama dengan Singapura. Kedua, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia pun memiliki peralatan yang mampu mendeteksi fenomena alam yang bisa berpengaruh terhadap keselamatan penerbangan.

Pengalaman Kamboja untuk mengelola sendiri FIR di wilayahnya merupakan contoh bahwa tidak ada yang sulit untuk melakukan perundingan kembali. Hanya dalam waktu dua tahun Kamboja bisa melepaskan diri dari FIR yang dikelola Thailand.

Sekarang tinggal terpulang kepada kita sebagai bangsa, apakah kita akan terus membiarkan pengelolaan lalu lintas udara di wilayah Kepulauan Riau tetap dikelola negara lain. Atau kita berunding baik-baik agar kita dan Singapura sama-sama mengelola FIR masing-masing.

Kemerdekaan yang sudah 74 tahun kita rasakan sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kita bangsa yang mampu mengelola negaranya sendiri. Seharusnya kita berani mengatakan, "No fear FIR." Kita tidak pernah akan bisa menjadi bangsa besar apabila tidak memiliki kepercayaan diri yang besar.
 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima