Seriuskah Ber-Pancasila?

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
07/8/2019 05:30
Seriuskah Ber-Pancasila?
Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group(MI)

"TIDAK ada toleransi sedikit pun bagi yang mengganggu Pancasila." Ini ancaman Presiden Joko Widodo ketika  pidato bertajuk Visi Indonesia, Juli lalu.

Namun, bersungguh-sungguhkah negara ini ber-Pancasila? Pertanyaan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan balik, tak percayakah dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)? Lembaga yang didirikan untuk membumikan Pancasila? Ketua Badan Pengarah BPIP dijabat Megawati Soekarnoputri, mantan presiden. Putri Bung Karno, salah seorang penggali utama Pancasila.

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pun yang tengah membesar dan mengancam Pancasila dibubarkan lewat Perppu. Masih tak percaya? Bukankah kaum nasionalis menjadikan Pancasila dalam setiap tarikan napas? "Kami Indonesia, kami Pancasila." Itu semua tak cukup.

Menurut Bung Karno, sebagai (weltanschauung) (pandangan hidup, mahkota filsafat), Pancasila bisa menyelamatkan bangsa Indonesia. Sebagai (weltanschauung) Pancasila tak serupa (Declaratioan of Independence)-nya Amerika Serikat dan (Manifesto Komunis)-nya Uni Soviet. Pancasila ialah peningkatan (hogere optrekking) dari kedua ideologi itu.

Kenapa? Karena (Declaratioan of Independence) tak mempunyai nilai keadilan sosial, sedangkan (Manifesto Komunis) tak mengandung Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila ialah ideologi jalan ketiga, jalan tengah. Ideologi yang khas bangsa Indonesia. Identitas diri.

Yang mencemaskan ialah Pancasila sebagai teks dan sebagai praktik tak berjumpa dalam satu ombak. Hasil survei berbagai lembaga, misalnya Oxfam dan Bank Dunia kesenjangan ekonomi kita amat tinggi. Menurut Oxfam (2017), kekayaan empat orang terkaya Indonesia setara dengan kekayaan 100 juta orang termiskin. Betapa liberalnya ekonomi kita.

Cita-cita negara adil makmur tak pernah sungguh-sungguh diwujudkan. Pasal 33 UUD 1945 ditelanjangi habis-habisan. (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) hanya teks mati. Asasnya jelas kapitalisme. Koperasi dicampakkan.

Siapakah pula kini yang menguasai (cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak?) Benarkah, (bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?) Rasanya yang makmur tetaplah para pemilik modal. Segelintir orang.

Mana pula praktik, (perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan?) "Perampasan dan perusakan dan perusakan sumber daya alam oleh pemodal kuat terjadi secara sistematis, masif, dan terstruktur, menyisakan malapetaka ekologis, ketidakadilan, dan keterancaman kesinambungan pembangunan," tulis Yudi Latif (Revolusi Pancasila, 2015).

Menurut Yudi, untuk memulihkan krisis serius ini butuh Revolusi Pancasila, sebuah ikhtiar perubahan mendasar pada sistem sosial untuk mewujudkan kehidupan yang merdeka, adil, dan makmur.

Revolusi Pancasila bukan Revolusi Prancis (1789) yang menciptakan masyarakat kapitalis-borjuis. Ia juga bukan Revolusi Uni Soviet (1917), revolusi kaum proletar yang melahirkan kediktatoran proletariat. Revolusi Pancasila ialah revolusi kemanusiaan. Ia melampuai batas kelas dan golongan. Tujuannya untuk mewujudkan masyarakat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

PDIP (dengan basis kaum Marhaen), yang akan berkongres pada 8-11 Agustus ini, adakah punya kegalauan dengan kesenjangan sosial yang amat tinggi ini? Partai ini dua kali berturut-turut menang Pemilu 2009 dan 2019, mestinya menjadi lokomotif Revolusi Pancasila. Apa justru mabuk kuasa? Terlampau riuh bicara persatuan tapi membiarkan kaki-tangan kapitalisme menguasai prekonomian kita, sama artinya membangun istana pasir.

Ia sama dan sebangun pula dengan meminta warga membangun inklusivitas, tetapi di mana-mana secara terbuka para pedagang (dengan seizin penguasa tentu) menawarkan kehidupan/hunian eksklusif. Sudah pasti terpisah tembok kukuh dengan mereka yang termiskinkan itu.

Jika tak ingin Pancasila bertahan hanya sebagai slogan, mestinya ada upaya habis-habisan mengupayakan Revolusi Pancasila. Keadilan sosial, terutama, memang sila yang paling banyak dikhianati sejak kelahirannya.
 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima