Middle Income Trap

27/7/2019 05:30
Middle Income Trap
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

SUDAH sejak 1985 kita mendengar istilah itu. Sebuah situasi yang dihadapi negara-negara berkembang yang tidak pernah bisa naik kelas menjadi negara maju. Mereka tidak pernah bisa memberi nilai tambah yang tinggi dari produk manufaktur yang dihasilkan dan akhirnya terus terperangkap dengan pendapatan per kapita antara US$3.000 hingga US$12.000.

Menurut catatan Bank Dunia, baru 13 negara dari 101 negara berkembang yang bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah, salah satunya ialah Korea Selatan.

Korea bisa naik kelas karena mampu mendorong investasi pada industri dengan nilai tambah yang tinggi. Keberhasilan itu ditopang kemampuan mereka mempersiapkan sumber daya manusia yang berani untuk melakukan eksperimen dan menghasilkan karya besar.

Samuel L Huntington pernah membahas secara khusus keberhasilan Korea itu dalam bukunya ‘Culture Matters’. Disiplin, etos kerja yang tinggi, kemampuan untuk menghasilkan produk, dan bahkan mereproduksi membawa Korea berbeda nasibnya dengan Gana yang pada 1960-an sama-sama tergolong negara miskin.

Kita pun bisa seumur-umur tidak keluar dari jebakan itu kalau kita tidak mau berubah diri. Tidak mungkin kita akan bisa membangun negeri kalau yang selalu dimunculkan sikap mau menang sendiri dan penuh curiga. Kita terus saling mengumbar kelemahan, bukan saling menopang kekuatannya.

Tidak pernah kita bosan untuk menyampaikan, setelah selesai dengan perhelatan pemilihan umum, sekarang ini waktunya bagi kita untuk bekerja. Perlambatan ekonomi karena gontok-gontokan perebutan kekuasaan harus diakhiri. Jangan habiskan waktu hanya untuk urusan perpolitikan.

Kondisi yang tengah kita hadapi sekarang ini tidaklah normal. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok mulai terasa imbasnya bukan hanya kepada mereka yang sedang bertikai, melainkan juga seluruh dunia. Apalagi sekarang kita sedang dihadapkan pada musim paceklik karena musim kemarau yang mengeringkan waduk dan sungai.

Kita harus bergegas untuk menarik investasi masuk. Kita kembangkan industri yang berbasis potensi yang kita miliki agar memberikan nilai tambah yang tinggi. Industri manufaktur harus menjadi kekuatan dari negara ini kalau kita mau keluar dari jebakan pendapatan menengah ini.

Pembangunan manusia yang memiliki kapasitas dan kompetensi harus segera dilakukan. Bonus demografi yang kita miliki hanya tinggal satu dekade lagi untuk bisa dijadikan modal pembangunan. Kalau satu dekade ini terlepas, kita akan menjadi bangsa yang ‘tua sebelum kaya’.

Sungguh mengerikan bila banyak warga bangsa ini kelak tidak berdaya ketika mereka sakit. Negara pun tidak mampu menjalankan peran untuk memberikan pelayanan sosial karena lebih banyak orang yang membutuhkan bantuan daripada yang memberi kontribusi pada penerimaan negara.

Oleh karena itu, Prof Dorodjatun Kuntjoro-Jakti sering mengingatkan kita agar tidak terlalu fokus pada kepemilikan. Yang harus lebih diutamakan justru kemanfaatannya. Kita harus mampu memperbesar tabungan nasional agar kita sudah kaya ketika bangsa ini semakin menua kelak. Kita harus seperti bangsa Jepang yang sudah siap menghadapi ‘masa tuanya’.

Kita pun harus sadar perjalanan untuk naik kelas itu tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan yang sangat keras karena tidak semua negara suka kalau Indonesia menjadi negara yang kuat. Pengusaha Prajogo Pangestu pernah mengalami beratnya ketika hendak membangun PT Chandra Asri Petrochemical. 

Proyek yang sudah setengah jalan pernah diminta untuk dihentikan karena letter of credit senilai US$2,7 miliar tiba-tiba dibatalkan atas permintaan Bank Dunia. Alasannya, Indonesia dinilai belum layak memiliki industri petrokimia.

Di sinilah dituntut ketangguhan dan kecerdasan. Bangsa ini harus lebih cerdik mencari jalan agar keluar dari perangkap pendapatan menengah. Bahkan harus ada keberanian untuk menghadapi hegemoni negara-negara besar.

Kita bisa belajar dari filosofi pengusaha Mochtar Riady apabila ingin menjadi besar. Menurut Mochtar, kita harus menunggang kuda apabila ingin mengejar kuda. Dalam dunia yang sudah berlari kencang, mustahil kita akan bisa mengejarnya apabila kemudian memulai dari awal.

Jepang, Korea, dan sekarang Tiongkok menerapkan konsep ATM, yaitu amati, tiru, dan modifikasi, untuk menjadi negara maju. Tiongkok tidak mungkin bisa membuat kereta cepat apabila tidak meniru apa yang sudah dibuat Jepang, Prancis, dan Jerman. Setelah teknologinya mereka kuasai, Tiongkok kini menjadi negara terbesar yang menggunakan kereta cepat dengan panjang rel mencapai 38 ribu kilometer.

Semua pencapaian itu bisa diraih ketika ada ketenangan dalam bekerja dan semua orang memberikan kontribusi yang positif. Mustahil kita akan menjadi negara maju dan makmur apabila hanya berkutat soal kekuasaan dan berpikir politik terus.

Tidak salah apabila dengan gonjang-ganjing politik yang terus terjadi sampai sekarang lalu ada yang bertanya: “Kapan kita akan bekerja?”
 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima