Arswendo, Riwayat yang tak Tamat

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
23/7/2019 05:10
 Arswendo, Riwayat yang tak Tamat
Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

'GEGER Monitor' ketika itu membuat saya guyah. Sebagai wartawan pemula di Media Indonesia, yang merupakan reinkarnasi harian Prioritas yang juga dibunuh penguasa, ada rasa cemas yang tak tertahankan. Ada nubuat tabloid yang tengah mendaki tinggi ini bakal tamat.

Benar adanya. Pada 23 Oktober 1990, SIUPP No 194/1984 dicabut Menteri Penerangan Harmoko.Padahal, sang menteri pemilik saham tabloid ini juga. Galib waktu itu mengurus SIUPP, sang penguasa minta jatah saham kosong. Dalam pendakiannya ketika itu Monitor tengah berada di puncak. Tirasnya fantastis, 720 eksemplar. Padahal, bertahun-tahun media pelat merah ini tak punya daya pikat sama sekali. Bahkan, hampir mati.

Sang pemimpin redaksi Monitor, Sarwendo, yang populer dengan nama Arswendo Atmowiloto--sebab nama asli katanya tak bikin berkah-- diterungku lima tahun. Bui untuk sebuah angket 'main-main' bertajuk 'Kagum Lima Juta' (Monitor, 15 Oktober 1990). Hasilnya, sosok yang paling dikagumi menurut pembaca tabloid ini berturut-turut Soeharto, BJ Habibie, Soekarno, dan Iwan Fals. Kanjeng Nabi Muhammad SAW di posisi ke-11. Arswendo di urutan ke-10.

Soeharto, meski namanya di nomor satu, murka juga. Ketua MUI, para ustaz, tokoh-tokoh beberapa organisasi Islam, juga marah. Massa mengepung kantor Monitor. Arwendo dituduh menebar SARA. Yang tak terduga tokoh sekaliber Nurcholish Madjid juga merampang. Ia merasa disepelekan. Usahanya membangun kedalaman toleransi beragama didangkalkan Arswendo.

Saya berdiskusi dengan beberapa teman wartawan senior. "Bukankah soal Nabi Muhammad SAW kalah populer juga kesalahan para ulama yang tak maksimal memopulerkan sang Nabi? Mungkin metode dakwah mereka yang salah?" Saya bertanya. Lagi pula itu kan versi pembaca Monitor. Saya juga bukan pembaca tabloid 'lher' itu.

Arswendo yang juga punya nama samaran Titi Nginung dan beberapa nama lain melalui televisi meminta maaf. "Tanpa ada yang memberi tahu pun, harusnya sudah tahu. Nyatanya saya bego. Sangat bego. Jahilun," katanya.

Di tengah hawa gerah amarah, seingat saya Fachri Ali membela Arswendo. Ia menulis kolom sangat bagus di halaman satu Media Indonesia. Intinya, ia bersedih Arswendo harus menjadi orang rantai karena sebuah angket. Gus Dur lebih tegas lagi pembelaannya. "Nabi kita tidak akan rendah hanya karena diangketkan seorang Arswendo. Setiap hari 1 miliar manusia sudah membacakan selawat untuk beliau, kok. Saya tidak pernah setuju dengan pencabutan SIUPP apa pun. Bawalah ke pengadilan, itulah penyelesaian terbaik," kata Gus Dur yang saya baca kemudian.

Bagi saya, nilai penting Arswendo bukan dalam soal capaian jurnalismenya, melainkan kreativitas dan kebebasannya dalam dunia tulis-menulis. Ia juga menulis cerita pendek, novel, naskah drama, skenario film, dan kritik televisi. Ia berkredo, Mengarang itu Gampang seperti judul bukunya. Ini bisa diperluas menjadi 'Hidup itu Gampang'. Arswendo tak peduli para kritikus melabeli karyanya sastra atau bukan. Saya kira banyak penulis yang 'terbebaskan' karena Arswendo.

Mungkin karena hasrat kuliahnya tak tuntas (hanya beberapa bulan di IKIP Surakarta, kini UNS), Arwendo bisa habis-habisan menulis kreatif. Tak kurang 50 buku lahir dari tangannya. Antara lain skenario film Pengkhianatan G.30 S PKI yang tak kunjung berhenti menjadi kontroversi, novel Keluarga Cemara, dan novel Senopati Pamungkas.

Sebagai wartawan, ia beberapa kali memimpin dan menjadi konsultan di banyak media cetak, antara lain Hai, Midi, Monitor, Fantasi, Aura, Pro TV, Bianglala, Ina (yang berubah nama menjadi Ino). Karena kecakapannya membesarkan media, ada yang memberinya julukan Arswendo 'Raja Midas'.

Sikapnya yang terbuka, bicaranya yang jenaka, dan kadang 'nakal' membuat hidupnya tak jumud. Ia menjadi pribadi yang asyik. Tak dibelenggu pagar formalisme. Ia menjadi inspirasi siapa pun yang berkehendak menjadi penulis. Namun, yang pasti, ia sosok yang keras pada diri sendiri. Hari-hari Arswendo ialah hari-hari menulis. Hari-hari berkarya, bahkan ketika tubuhnya tak berdaya.

Ketika mendengar lelayu berpulangnya Arswendo karena kanker prostat, seketika itu pula saya ingat Monitor dan bui lima tahun untuknya. Rekuiem Ahad pagi itu mengantarkan jasadnya menuju alam kubur. Epitafnya tertulis: Paulus Arswendo Atmowiloto. Banyak orang kehilangan lelaki kreatif kelahiran Surakarta, 26 November 1948 itu. Namun, saya berusaha tak berduka karena ia meninggalkan banyak karya yang akan terus hidup. Riwayat yang tak tamat. Selamat berpulang, Mas Wendo.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima