Prasangka

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
13/7/2019 05:30
Prasangka
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

BEGITU pentingnya persoalan ekspor sampai-sampai Presiden Joko Widodo melontarkan gagasan untuk membentuk Kementerian Ekspor. Hanya,kalau dipikir lebih dalam, siapa sebenarnya yang berperan terhadap peningkatan ekspor? Apakah birokrasi bisa menggenjot ekspor ataukah itu pekerjaan para pengusaha?
 
Kita pasti sepakat, yang menentukan sebuah negara bisa menggenjot ekspor ialah pengusaha. Merekalah yang tahu apa peluang pasar yang ada. Dari sana mereka memikirkan bagaimana menghasilkan produk yang bisa diekspor dan bagaimana cara memenangi persaingan di pasar global.
 
Kata kunci untuk memenangi persaingan di pasar global terletak kepada kemampuan untuk menciptakan efisiensi agar bisa menghasilkan produk kompetitif dengan kualitas bagus. Tanpa dua hal itu, keinginan untuk meningkatkan ekspor hanyalah sebuah utopia.
 
Di mana lalu tugas pemerintah? Tugas pemerintah ialah membantu pengusaha memperlancar proses produksi. Bagaimana membuat pengusaha tidak kerepotan mengurusi izin produksi maupun izin ekspor. Pemerintah mau berdiri paling depan kalau ada hambatan perdagangan di pasar global.
 
Lihat bagaimana cara Presiden AS Donald Trump membela kepentingan para pengusahanya. Walaupun tidak umum dilakukan, tetapi ia kenakan tarif bea masuk yang tinggi kepada negara-negara yang membuat negaranya babak belur dalam urusan perdagangan. Ia paksa mitra dagangnya membuka pasar bagi produk-produk asal AS.
 
Di sinilah persoalan sering kali muncul. Pejabat kita cenderung bersikap seperti pengusaha, daripada menjadi birokrat. Sayangnya, mereka bukan orang yang paham persoalan teknis baik untuk produksi maupun ekspor, tetapi kemudian membuat peraturan mengenai kedua hal itu.
 
Tidak usah heran apabila peraturan yang ada sering kali tidak sejalan dengan tujuan besar yang diharapkan negara. Padahal semua negara berlomba untuk meningkatkan ekspor agar mendapatkan devisa. Kita memerlukan devisa karena banyak kebutuhan masyarakat yang masih harus diimpor. Tetapi, peraturan yang kita keluarkan cenderung menghambat ekspor.
   
Pengusaha Garibaldi Thohir berpandangan, pengusaha Indonesia sebenarnya piawai menangkap peluang pasar. Kalau pemerintah memberi keleluasaan kepada pengusaha untuk meningkatkan ekspor, pasti mereka bisa menjalankannya. Namun, syaratnya, pemerintah boleh melepas kepalanya, tetapi tetap memegang ekornya.
   
Boy Thohir berpandangan, cukup tiga hal yang menjadi perhatian pemerintah dalam mengatur para pengusaha agar tidak berbuat macam-macam. Pertama, menerapkan pajak yang memungkinkan negara mendapatkan penerimaan yang cukup untuk belanja negara. Kedua, mengawasi masalah lingkungan agar alam ini tidak rusak karena kegiatan usaha. Ketiga, memaksa pengusaha menerapkan tanggung jawab sosial dari perusahaannya atau CSR agar mereka peduli kepada masyarakat yang tinggal di dekat perusahaan.
 
Sekarang pemerintah cenderung ingin menghitung uang yang ada di dompet pengusaha. Ketika dompetnya terlihat tebal, pemerintah merasa pengusaha terlalu banyak mendapatkan untung. Agar keuntungannya tidak terlalu banyak, lalu dibuatlah aturan-aturan yang tidak umum berlaku di dunia bisnis sehingga akhirnya pengusaha takut menanamkan modal di Indonesia.
   
Kalau pemerintah ingin membuat pengusaha tidak terlalu banyak untung, seharusnya naikkan saja tarif pajaknya. Bagi pengusaha tidak masalah pajak tinggi sepanjang itu pasti dan tidak berubah-ubah karena dengan itu pengusaha bisa berhitung.
   
Sekarang ketika pemerintah takut pengusaha untung dan membuat peraturan yang aneh-aneh justru membuat pengusaha enggan berbisnis di Indonesia. Ketika tidak banyak pengusaha berinvestasi, tidak banyak inovasi yang dikembangkan. Tanpa inovasi yang mencukupi, jangan harap kita bisa berbicara di pasar global dan mampu meningkatkan ekspor.
   
Tidak bosan kita sampaikan, begitu banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong ekspor. Tetapi, karena aturan tidak jelas dan tidak fokus kepada industri yang diunggulkan, akhirnya semua tidak menjadi apa-apa. Ekspor kita setiap tahun tidak pernah bisa lebih dari US$200 miliar.
   
Bandingkan dengan Vietnam, yang dari Samsung saja bisa mendapatkan ekspor US$100 miliar. Thailand dari dua andalannya, otomotif dan pariwisata masing-masing bisa menyumbang devisa US$50 miliar. Tidak usah heran apabila ekspor kita tidak ada apa-apanya dibandingkan Thailand dan bahkan mulai ditinggalkan Vietnam.
   
Sengaja kita angkat lagi urusan ekspor ini karena tidak masuk akal kita kalah dibandingkan negara-negara di kawasan ini. Produk yang bisa kita kembangkan begitu banyak dan bodoh sekali kalau kita tidak mampu memanfaatkannya. Sekarang tinggal kemauan kita untuk berubah dan memberi ruang yang lebih leluasa kepada para pengusaha untuk berbuat. Kalau tidak Presiden pasti akan kesal lagi melihat ekspor kita yang tidak bergerak.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima