Business as Usual

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
10/7/2019 05:30
Business as Usual
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

SANGAT wajar apabila Presiden Joko Widodo merasa kesal. Meski sudah berulang kali masalah defisit transaksi berjalan diangkat dalam sidang kabinet, langkah nyata untuk menyelesaikan masalah itu tidak kunjung ada.

Kunci persoalan defisit transaksi berjalan terletak pada kinerja ekspor. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor hingga Mei 2019 turun 8,6% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Akibatnya, defisit perdagangan tahun ini tercatat sudah mencapai US$2,14 miliar.

Sumbangan terbesar dari defisit perdagangan itu berasal dari sektor minyak dan gas (migas). Impor minyak yang tinggi menyebabkan defisit migas meningkat menjadi US$3,75 miliar.

Beruntung dalam kondisi seperti ini arus modal yang masuk ke Indonesia di atas Rp170 triliun. Itulah yang membuat nilai tukar rupiah masih bisa dikendalikan. Namun, kita harus belajar pengalaman di 2011, yaitu meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan menggoyahkan kepercayaan pasar terhadap kesehatan neraca pembayaran sehingga membuat nilai tukar rupiah merosot.

Untuk itulah tepat jika Presiden mengatakan perlunya kita untuk tidak bekerja biasa-biasa. Bukan saatnya lagi bagi kita untuk business as usual. Kita membutuhkan terobosan yang berani agar tidak tersandera oleh persoalan defisit neraca transaksi berjalan.

Apa yang perlu dilakukan? Sederhana saja, yaitu sinergi antarkementerian untuk mendorong investasi dan ekspor. Ada dua sektor yang harus menjadi perhatian utama, yakni energi dan industri.

Kita tahu bahwa energi merupakan pilar bagi sebuah bangsa untuk bisa melakukan pembangunan. Sayang, di tengah gencarnya pembangunan yang membutuhkan banyak energi, produksi minyak kita cenderung terus menurun. Sekarang produksi minyak nasional di bawah 800 ribu barel per hari, padahal kebutuhan sudah mencapai 1,4 juta barel.

Beruntung kita masih memiliki produksi gas yang besar sehingga defisit minyak bisa disubstitusi gas. Namun, tanpa eksplorasi baru, produksi gas kita pun beberapa tahun ke depan juga menurun. Kalau kondisi itu tidak segera diperbaiki, tidak mengherankan apabila kita akan mengalami krisis energi.

Dalam kondisi ini dibutuhkan terobosan besar. Aturan perizinan untuk eksplorasi migas tidak cukup hanya dijanjikan dipermudah. Hal itu tidak hanya bergantung kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tetapi juga Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta pemerintah daerah.

Sekarang izin di bidang migas bukannya semakin mudah, melainkan semakin ruwet. Persetujuan plan of development (POD) Blok Masela, misalnya, terhenti karena harus ikut dievaluasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, di Karuizawa, Jepang, Menteri ESDM Ignasius Jonan berjanji menyerahkan POD pada pertemuan para pemimpin G-20 di Osaka, akhir Juni lalu.

Keruwetan cara berpikir para pejabat kita juga sering terjadi di bidang perdagangan. Kinerja industri-industri yang berorientasi ekspor sering tersendat karena aturan yang tiba-tiba berubah.

Ambil contoh industri karton dan kertas pembungkus. Kita mempunyai keunggulan karena memiliki industri efisien dan biaya produksi kompetitif. Selama ini produksinya diekspor ke Tiongkok.

Tiba-tiba atas nama lingkungan, kita melarang impor kertas bekas karena ada plastik di antara kertas bekas tersebut. Sebenarnya sudah ada teknologi yang bisa memisahkannya dan tidak harus merusak lingkungan. Hanya, karena ada satu-dua industri yang tidak mampu menerapkan teknologi ramah lingkungan, pemerintah melarang semua impor kertas bekas.

Padahal, impor kertas bekas memenuhi sekitar 50% bahan baku industri. Ada negara-negara pengekspor yang sebenarnya mengelola kertas bekas itu dengan baik, seperti Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Akan tetapi, karena birokrasi kita tidak mau pusing, mereka memilih untuk melarang semuanya.

Apa akibatnya? Industri karton dan kertas pembungkus pindah ke Vietnam. Negara itu yang kemudian menikmati peluang ekspor. Kinerja ekspor Vietnam semakin bagus jika dibandingkan dengan kita karena mereka memberikan fasilitas khusus juga kepada Samsung untuk mengembangkan industri di sana.

Dari ekspor Samsung saja, Vietnam mendapatkan devisa US$100 miliar per tahun. Kalau tidak bisa lebih agresif dalam menarik investasi dan mendorong ekspor, bagaimana kita bisa menyelesaikan persoalan defisit neraca transaksi berjalan?



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima