Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Eksistensi oposisi pastilah mulia; girah rekonsiliasi sungguh terpuji. Keduanya menguatkan demokrasi. Oposisi menuntut berada di seberang. Menantang. Sementara itu rekonsiliasi mesti masuk, bersepakat tentang beberapa syarat agar sebuah bangsa kembali harmoni.
Namun, dua kebajikan itu belum tentu bermanfaat jika disatupadukan. Ia memang satu ikatan adekuat, tapi beda senyawa. Keduanya beda tugas. Beda pegas.
Oposisi yang berkelas sama mulianya dengan pemerintah yang tegak lurus. Oposisi memang harus menjadi sangkakala dan alarm tanda bahaya setiap ada intensi penyimpangan sekecil apa pun dari pemeritah. Ia pantang bungkam untuk hal ihwal yang penuh transaksi tak terpuji.
Pemilu 2019 di negeri muslim terbesar ini memang amat membelah. Kebencian pun membuncah. Rekonsiliasi jadi penting, menyambung kembali relasi yang saling menegasi. Luka akibat politik elektoral yang banal dan brutal memang mesti disembuhkan.
Namun, salah dan celaka jika ada yang memaknai rekonsiliasi untuk melemahkan oposisi. Terlebih jika melakukannya dengan bagi-bagi kursi. Apa bedanya dengan politik dagang sapi? Ketika adab demokrasi harus kian tinggi, justru bertumbuh praktik 'hengki-pengki'. Semoga ini tak terjadi.
Rekonsiliasi juga bisa bersepakat dan hormat akan posisi masing-masing. Hukum tak boleh dipermainkan. Dalam demokrasi postulatnya ialah, pemerintahan yang kukuh juga lahir dari oposisi yang kuat. Ia tak sekadar nyaring berteriak, tapi juga menawarkan solusi dengan bijak. Oposisi yang bermartabat juga mengakui kinerja pemerintah yang 'setarikan-seembusan napas' dengan rakyat.
Sinyal bubarnya kubu Adil Makmur memang telah dimaklumatkan Prabowo. Ia mengungkapkan setelah seluruh gugatan pihaknya dinegasi Mahkamah Konstitusi, berakhir pula koalisi. Partai pendukungnya dipersilakan menentukan masa depannya sendiri-sendiri. Termasuk jika mereka ingin bersekutu dengan sang seteru. Era SBY dan juga Jokowi telah pula ada presedennya.
Namun, kini alangkah elok jika para pendukung Prabowo-Sandi kompak dalam perahu persekutuannya semula: Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Koalisi ini memiliki 226 kursi (39%). Sementara itu, kubu Jokowi-Amin: PDIP, Golkar, NasDem, PPP, menguasai 349 kursi (61%).
Dengan kekuatan parlemen seperti itu, koalisi Indonesia Kerja cukup kuat di DPR. Oposisi masih bisa berfungsi sebagai check and balances. Jika Demokrat, PAN, terlebih Gerindra--karena hanya PKS yang tegas nyatakan oposisi--kekuatan pemerintah sangat gembrot (di atas 90%). Persekutuan obesitas seperti ini jelas tak sehat.
Seperti era SBY-Boediono, dengan 75% suara di parlemen, justru tak efektif. Dalam kasus Bank Century, misalnya, partai koalisi seperti Golkar, jadi 'pelantang' yang paling galak menyerang kabinet. Menteri Sri Mulyani pun harus hengkang. Pemerintahan seperti dikendalikan petinggi partai.
Kekhawatiran lain, pemerintahan yang kelewat kuat jadi 'janin' otoritarianisme. Celakalah demokrasi kita yang masih muda. Apa bedanya dengan era Soeharto? Apa yang dikatakan Lord Acton (1834-1902) bisa jadi benar. "Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut merusak secara absolut."
Pemilu yang membelah memang mesti lekas disembuhkan. Namun, penyembuhan dengan obat berlebihan takaran bisa jadi penyakit baru. Kita mesti matang menimbang. Tak boleh reaktif, tapi selektif. Terlebih dalam menguatkan demokrasi.
Bangsa yang lewah dalam berbagai urusan kini memang tengah kita rasakan. Aksi perempuan labil membawa anjing ke masjid salah satu contohnya. Apa pun perempuan itu salah, tapi reaksi berlebihan dari banyak pihak, sungguh lewah. Memperkukuh demokrasi dengan merawat oposisi juga mesti tepat benar takarannya.***
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved