Bisnis dan Hukum

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
15/6/2019 05:10
Bisnis dan Hukum
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

UPAYA perbaikan iklim usaha terus kita lakukan. Untuk apa? Agar investasi mengalir ke Indonesia dan dengan itulah kualitas pertumbuhan ekonomi bisa menjadi lebih baik. Kita tahu dengan investasi akan terbuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan ketika makin banyak warga yang bisa bekerja, daya beli akan semakin meningkat.

Enam belas paket kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah dimaksudkan untuk menarik investasi. Pertanyaan besar sekarang, sudahkah investasi yang masuk sebesar seperti yang kita harapkan?

Kita harus berani mengatakan, "Belum!" Presiden Joko Widodo pun berulang kali menegaskan, dirinya belum puas dengan arus investasi yang masuk. Kita berharap investasi yang masuk bisa lebih besar karena potensi yang kita miliki begitu besar.

Tentu pertanyaan selanjutnya mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa berbagai terobosan yang dilakukan pemerintah mulai dari pemberian kemudahan izin berusaha, membangun berbagai macam infrastruktur, hingga pemberian tax holiday tidak juga membuat orang tertarik menanamkan modalnya di Indonesia?

Kita sering lupa tentang persoalan kepastian hukum. Hal ini kita angkat bukan untuk mengistimewakan bisnis dari hukum. Yang ingin kita ingatkan, sejauh mana hukum didasarkan kepada penegakan agar tercipta level playing field bukan karena faktor balas dendam?

Setidaknya ada dua kasus bisnis yang pantas untuk menjadi kajian bersama karena akan berpengaruh terhadap investasi. Pertama ialah hukuman kepada mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan yang dinyatakan bersalah hanya karena melakukan investasi di sektor hulu.

Kedua ialah penetapan tersangka kepada pengusaha Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim atas penerimaan bantuan likuiditas Bank Indonesia yang sebenarnya sudah diselesaikan pemerintah Indonesia melalui master of settlement and acquisition agreement pada 1999.

Kasus yang menimpa Karen terasa janggal karena yang ia lakukan bersama Direksi Pertamina ialah melakukan investasi di sektor hulu untuk meningkatkan cadangan minyak. Saat memberikan kesaksian di persidangan, Presiden Direktur Medco Energy, Hilmi Panigoro menjelaskan, karakter industri minyak dan gas memang penuh risiko. Oleh karena itu, investasi yang dilakukan Pertamina di Australia adalah bekerja sama dengan perusahaan dunia lain untuk mengurangi risiko tadi.

Bahwa ternyata sumur minyak yang dicari itu tidak memiliki kandungan minyak yang memadai, menurut Hilmi, itu juga merupakan bagian dari risiko. Namun, perusahaan migas harus berani melakukan eksplorasi karena itulah yang memungkinkan perusahaan menjadi besar.

Aneh ketika kemudian eksplorasi di Australia itu tidak menghasilkan, lalu direksi Pertamina dianggap melakukan korupsi. Dissenting opinion yang disampaikan Hakim ad hoc Anwar mencerminkan kejanggalan atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada Karen dan direksi Pertamina lain karena tidak ada korupsi yang sebenarnya mereka lakukan.

Kasus ini menjadi bahan pembicaraan di dunia migas karena tidak umum seorang direksi dihukum karena investasi yang ia lakukan. Direksi perusahaan asing lain yang ikut dalam eksplorasi di Australia pun tidak ada yang dijatuhi hukuman pidana karena kebijakan investasi yang mereka lakukan.

Pertanyaan yang sama pantas disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengangkat kembali kasus BLBI. Kita tahu kasus yang menjadi bagian dari upaya penggulingan Presiden Soeharto, diputuskan pemerintah Indonesia saat itu untuk diselesaikan di luar pengadilan (out of court settlement).

Kepada penerima BLBI, pemerintah menawarkan tiga cara penyelesaian, yaitu MSAA bagi obligor yang mampu menyerahkan aset sesuai kewajibannya; master of refinancing and notes issuance agreement (MRNIA) bagi obligor yang asetnya di bawah kewajibannya; dan akta pengakuan utang (APU) bagi mereka yang tidak memiliki aset untuk menutupi kewajibannya. Pemerintah Republik Indonesia ketika itu berjanji memberikan release and discharge kepada mereka yang mau memenuhi tawaran tersebut.

Kini setelah 20 tahun berlalu, ternyata pemerintah ingkar janji terhadap kesepakatan yang sudah dibuat. Secara sepihak kesepakatan itu dianggap tidak berlaku. Kalau KPK menilai ada tindakan korupsi dalam pengeluaran MSAA, seharusnya dibuktikan terlebih dulu bahwa pemerintah pada waktu itu bersalah.

Sepanjang kita tidak pernah mau menghormati yang namanya kontrak atau kesepakatan, orang akan takut untuk berbisnis di Indonesia. Tidak pernah ada pengusaha yang tenang menanamkan modalnya di Indonesia, ketika peraturan bisa berubah secara tiba-tiba.

Saatnya pemerintah, legislatif, dan yudikatif untuk duduk bersama menyamakan persepsi tentang bagaimana membangun negara ini. Sepanjang semua hanya memikirkan kepentingannya, kita tidak pernah akan ke mana-mana. Hukum harus menjadi payung bagi berjalannya bisnis yang baik, bukan untuk membuat orang takut berbisnis di Indonesia.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima