Lapang Dada

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
03/5/2019 05:30
Lapang Dada
Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group(MI/Tiyok)

BAYU Muhano, anak muda yang gesit itu serta merta menghentikan mobilnya. Sebab, dari arah kiri tiba-tiba sebuah sepeda motor memotong berbelok ke arah kanan. Kalau saja refleksnya tak 'pakem', sepeda motor itu kena 'hajar'. Tak sekali dua ia dipotong jalurnya serupa itu.

"Kami mesti berlapang dada saja kalau di jalanan. Sepeda motor di sini sering seperti itu. Kalaupun kita benar,karena bawa mobil, tetap aja salah, Pak," kata pemuda berkulit putih bersih itu, suaranya tenang.

Kemarin siang, Bayu membawa saya ke Stasiun Kereta Api Purwokerto dari sebuah hotel di kota itu. Sudah beberapa bulan ia membawa kendaraan beraplikasi. Lulusan Jurusan Bahasa Inggris Universitas Jenderal Soedirman berusia 25 tahun itu bercerita tentang penghasilannya lumayan. Ia selalu mencapai poin yang ditargetkan. Artinya, ia selalu dapat bonus.

"Asal kita rajin dan berlapang dada di jalan," katanya lagi. Anak muda yang optimistis. Sambil menunggu pekerjaan sesuai ilmunya, ia membawa mobil beraplikasi.

Saya tak hendak membahas para sopir kendaraan online, tapi soal sikap lapang dada itu. Lapang dada ialah frase kiasan. Salah satu artinya ialah senang, tidak gusar. Hari-hari ini lapang dada kerap diujarkan beberapa tokoh.

Konteksnya berkaitan Pemilu 2019. Jika nanti KPU mengumumkan siapa presiden-wakil presiden terpilih, yang kalah harus menerima dengan lapang dada.

Lapang dada tentu juga berlaku bagi calon anggota legislatif yang tak mendapat kursi di parlemen. Terlebih bagi caleg petahana, kekalahan sungguh menyakitkan. Sementara bagi yang menang, juga jangan 'menepuk dada'. Kiasan yang berarti loba, sombong.

Lapang dada kerap disuarakan karena keterbelahan yang tajam akibat pemilihan presiden. Kubu Prabowo-Sandi terus menggemakan kecurangan KPU untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Mereka membahasakannya kecurangan terstruktur, sistematis, masif, dan brutal. Mereka hanya meyakini Prabowo-Sandi yang menang. Jika Jokowi-Amin menang berarti curang. Bukankah tuduhan dari kubu 02 juga terstruktur, sistematis, masif, dan brutal?

Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional III yang dihelat Rabu lalu juga mendorong kubu Prabowo-Sandi mendesak KPU dan Bawaslu agar mendiskualifikasi pasangan capres 01. Rekomendasi yang tak bijak. Sebab, proses penghitungan suara belum final. KPU baru akan mengumumkan 22 Mei. Tak ada proses tabayyun (mencari kejelasan) yang memadai.

"Jangan menekan-menekan KPU karena KPU tidak bisa ditekan siapa pun. KPU juga tidak akan tunduk kepada pihak mana pun. Itu prinsipnya. KPU tidak tunduk pada 01, tidak tunduk pada 02, kami tunduk pada undang-undang," tegas komisioner KPU Wahyu Setiyawan menanggapi Ijtima Ulama III.

Komisi Fatwa MUI juga tak sepakat dengan rekomendasi Ijtim Ulama. Hasil rapat komisi ini menyerukan untuk menghormati dan mempercayakan kepada lembaga negara yang diberikan tugas dan kewenangan oleh konstitusi untuk mengurus pemilu.

Untunglah masyarakat tak pandir. Sebuah survei menunjukkan 92,5% akan menerima siapa pun nanti yang terpilih menjadi presiden. Mereka berlapang dada. Begitulah seharusnya sikap warga negara. Pemilu harus mengakhiri perbedaan pilihan. Siapa pun yang terpilih, ia presiden seluruh warga negara. Begitulah demokrasi mengajarkan.

Namun, sikap lapang dada justru sulit bagi para elite. Ada nuansa zero-same-gime menegasi seluruh upaya diskusi. Itu sebabnya banyak pihak, seperti  Muhammadiyah, NU, dan beberapa ormas Islam,  menawarkan jasa memediasi menuju rekonsiliasi kubu Jokowi dan Prabowo. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa pimpinan ormas Islam juga mendorong agar Jokowi dan Prabowo segera melakukan rekonsiliasi.

Mantan Presiden BJ Habibie ketika menerima para tokoh Suluh Indonesia, juga meminta semua pihak menahan diri dan mengakhiri polarisasi. Percaya pada mekanisme hukum. Jangan bersepekulasi. Ia meminta kemajuan bangsa yang telah diraih selama era demokrasi dijaga.

Lapang dada memang sikap yang tak mudah. Butuh jiwa-jiwa demokrat yang tangguh, yang memahami makna kontestasi secara sungguh. Mereka yang memahami dalam politik elektoral kemenangan dan kekalahan ialah hal biasa. Betapa pun kalah berkali-kali. Bagi sang demokrat kemenangannya juga ketika ia menerima kekalahan dengan jiwa besar.***

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima