Tinggalkan Pemilu Mata Duitan

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
29/4/2019 05:30
Tinggalkan Pemilu Mata Duitan
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Tiyok)

TELAH bergema di ruang publik keinginan banyak kalangan agar pemilu serentak dievaluasi, bahkan dievaluasi dengan sangat keras. Sangat keras, yaitu kita berani menyaring, membuang, bahkan memisahkan kembali yang semula dipandang bagus dilaksanakan serentak.

Pemilu serentak menelan korban sedikitnya 272 petugas KPPS meninggal dunia akibat kelelahan. Fakta itu membuat kita prihatin. Sejujurnya harus dicari sang penyebab.

Untuk menjadi petugas KPPS, misalnya, negara tidak mewajibkan pemeriksaan kesehatan. Menjadi petugas KPPS sebuah tugas yang sedikit atau banyak membuat stres. Inilah stres yang berlangsung dalam tempo yang cepat dan padat.

Saya bukan dokter, tapi spekulatif izinkan saya berpandangan bahwa petugas KPPS meninggal karena kondisi fisik dan kesehatan mereka tidak cukup prima untuk mengurus pemilu serentak yang dinilai paling rumit di dunia. Dari sudut pandang itu tentu bukan pemilu serentak yang menjadi  persoalan. Persoalan pada personalia. Kita perlu menyaring petugas KPPS lebih keras dan ketat dalam perkara kesehatan.

Itu pun belum cukup. Kita pun perlu menambah lebih banyak petugas KPPS sedemikian rupa sehingga sehari seorang petugas cukup bertugas maksimum 8 jam. Lalu tiba saatnya bergiliran dengan petugas yang lain. Demikianlah orang yang bertugas mengurus pemilu serentak dalam sehat dan segar. Apakah masalah selesai? Tidak.

Semua itu masalah teknis yang tidak langsung berurusan dengan masalah substansial, yaitu hak konstitusional rakyat. Yang substansial ialah begitu hebat suasana kebatinan pilpres membuat pileg terpinggirkan. Padahal pileg pun sangat penting karena di situlah warga memilih partai dan orang yang mewakilinya duduk di parlemen. Sebuah urusan yang ruwet karena begitu banyak partai dan demikian banyaknya caleg yang umumnya tidak dikenal rakyat.

Kalau dipikir mendalam, sekalipun seperti telmi (telat mikir) karena post factum, bukankah pilpres memilih eksekutif, sedangkan pileg memilih legislatif? Dua cabang kekuasaan yang terpisah dalam sistem ketatanegaraan kita. Akan tetapi, kenapa kita satukan dalam pemilu serentak? Bukankah lebih pas pilpres diselenggarakan serentak dengan pilkada, yaitu sama-sama dalam cabang kekuasaan eksekutif?

Evaluasi yang keras juga kiranya perlu dilakukan menyangkut dahsyat dan ganasnya politik uang. Pemilu membikin rakyat mata duitan. Katanya pemilu pesta demokrasi. Pesta kok enggak bagi-bagi duit? Betapa ironis, di banyak tempat petahana yang amanah sebagai wakil rakyat sekalipun, yang rajin 'menyapa' konstituennya, pun berkemungkinan tidak terpilih kembali tanpa main wuwur uang.

Karena itu, seperti telah saya kemukakan di forum ini, kita juga harus berani keras merombak agar dalam pileg yang dipilih rakyat partai saja. Reputasi partai dan nama caleg beserta rekam jejaknya menjadi faktor yang mendorong rakyat untuk memilih partai. Bukan adu besar dan top up politik uang.

Pencoblosan manual pun perlu terus dinarasikan agar ditinggalkan digantikan dengan pencoblosan elektronik. Prinsipnya, kurang lebih, di mana perbankan bisa punya ATM, di mana bisa e-banking atau m-banking, di situ pula prinsipnya pemilu elektronik dapat diselenggarakan.

Dapat diselenggarakan dalam dua hal sekaligus, yaitu pencoblosan maupun penghitungan suara. Investasi pemilu diarahkan pada infrastruktur berbarengan dengan investasi untuk mencerdaskan rakyat dalam urusan kemajuan teknologi digital sehingga antara lain warga melek media, mampu mandiri menolak bahkan melawan hoaks.

Sesungguhnya dan senyatanya berapa besar penghematan pemilu tanpa surat suara, tanpa kotak suara, tanpa berhari-hari menghitung suara, tanpa penyelenggara dan pengawas berlapis-lapis di TPS di seluruh pelosok Tanah Air sampai di KPU dan Bawaslu di Jakarta Pusat?

Semua itu tugas pemerintah dan DPR hasil Pemilu 2019 untuk berani dengan keras mengevaluasi pemilu yang terang-terangan telah dirusak politik uang.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima