Belajarlah dari Desa

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
23/4/2019 05:30
Belajarlah dari Desa
Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group(MI/Tiyok)

PESTA demokrasi di desa sungguh membuat saya bahagia. Inilah kali pertama saya memilih di desa kelahiran. Meski ada banyak pertanyaan warga 'berapa kami diberi sangu', ada kebersamaan yang penuh. Ini berbeda jauh jika dibadingkan dengan di masa Orde Baru ketika dalam setiap pemilu dibuat rekayasa bahwa negara dalam bahaya.

Ada suasana syak wasangka. Itulah impresi saya ketika remaja. Rakyat tak leluasa memilih, tetapi diintimidasi agar memilih partai penguasa.

Dari kampung halaman dengan jalan raya berkelok-kelok dan hutan jati di kanan-kiri, Desa Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kami memandang politik dengan serius, tapi juga jenaka. Politik sebagai keniscayaan suksesi kepemimpinan, tapi juga sebagai hiburan. Memilih tanpa paksaan.

Mereka berlomba, tetapi juga kadang saling bercanda. Kadang saling mengolok, tapi semata untuk joke. Ideologi saya kira tak mati, tetapi ini memang ‘politik berbagai yang unik’. Contoh saja, seorang caleg partai koalisi Jokowi bisa menang di beberapa TPS, tapi di tempat itu pula pasangan calon presiden Prabowo-Sandi juga menang. Ini tentu tak linier dengan di pusat.

Tradisi pemilihan kepala desa sejak berpuluh-puluh tahun lalu menempa jiwa mereka jadi tangguh untuk berbeda. Kini mereka tenang saja menanggapi hawa politik di Jakarta yang meninggi. Mereka tetap menunggu KPU yang akan memutuskan 22 Mei nanti. Mereka tak turut ‘berperang kata’ seperti di lini masa media sosial.

Dalam bahasa mereka, merespons deklarasi kemenangan berkali-kali oleh Prabowo, tanda ia tengah bersyukur kompetisi yang berat ini berakhir. “Karena itu, tak usah dicerca," kata seseorang kepada temannya. Sang teman itu menjawab, "Siap, Presiden," seraya memberi hormat.

Ini aksi tiru-tiru barisan orang yang memberi hormat kepada Prabowo seraya mengucapkan, "Siap, Presiden," seusai deklarasi.

Seseorang yang lain lagi menimpali. "Dia sedang membayangkan menjadi presiden. Hanya membayangkan saja, masa dicela?" katanya kepada yang lain. “Pak Prabowo sebenarnya hanya kurang bergaul dengan orang-orang desa seperti kami. Belajarlah legowo dari kami, dari desa," tambahnya.

Pada Pemilu 2014, Prabowo juga mengklaim menang dan menegasi hasil hitung cepat (quick count) beberapa lembaga survei arus utama yang merilis angka kemenangan untuk Jokowi.

Dulu Prabowo juga melakukan deklarasi dan sujud syukur. Kini klaim lima tahun lalu berulang. Sejak 17 April ia tiga kali melakukan deklarasi. Ahli psikologi Fakultas Psikologi UI Hamdi Muluk pun menyebut Prabowo berpotensi mengalami gangguan kejiawan yang disebut delusi. Mungkinkah?

Pihak Prabowo juga melaporkan enam lembaga survei ke polisi. Seperti juga di Pemilu 2014, beberapa lembaga survei yang berbasis kerja ilmiah dilaporkan ke lembaga yang sama. Padahal, sudah ribuan kali mereka melakukan survei dan hitung cepat untuk pemilu lokal maupun nasional, dan tak ada masalah.

Eksistensi mereka juga diakui undang-undang. Prabowo juga bergembira ketika versi hitung cepat lembaga survei pada Pilkada Jakarta 2017 Anies-Sandi mengalahkan Ahok-Djarot. Bukankah hitung cepat semula juga untuk mengantisipasi jika lembaga resmi penghitungan suara melakukan manipulasi?

Rakyat paham bahwa Pemilu 2019 dengan 800 ribu lebih TPS serta geografi yang tak semuanya mudah dijangkau pastilah tak sempurna. Mereka percaya KPU dan Bawaslu lembaga penyelenggara pemilu yang profesional. Kalaupun ada kekisruhan, bukankah kedua kubu juga merasa dirugikan?

Tugas besar dengan pemilu yang amat rumit di dunia ini telah banyak memakan korban jiwa para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara karena kelelahan. Mari kita tundukkan kepala untuk mereka yang gugur karena menunaikan tugas.

Mereka pasti tak sempurna, tetapi berkat mereka pula kerja raksasa Pemilu Serentak 2019 berjalan lancar, dan pasar pun menyambut riang.

"Kita mesti percaya KPU, jangan percaya hantu," kata seorang petugas pemilu seraya bercanda. Ia seperti menyindir kehebohan di Jakarta yang mencerca KPU sepanjang waktu.

Orang-orang desa, berbasis masyarakat agraris, salah satu nilai lebihnya ialah sabar menerima proses sebab setiap biji dan pohon yang ditanam masing-masing punya usianya sendiri. Mereka tahu kapan pohon berbunga dan kapan berbuah. Kapan panen. Tak bisa instan. Meski zaman berlari, kekuatan itu tak sepenuhnya memudar.

Sabar menerima proses itu sungguh membahagiakan untuk menyikapi politik elektoral yang panas. Elite yang memanaskan, rakyat justru yang mendinginkan. Kota yang menggaduhkan, desa yang meneduhkan. Betul kata meraka, belajarlah dari desa.

Saya percaya, seperti orang-orang desa, betapa pun kini kegaduhan pemilu menghalangi sebagian kita untuk bahagia, setelah 22 Mei nanti Prabowo-Sandiaga akan mengakui juga, meski perlu waktu.
Bahwa kalah dan menang adalah sesuatu yang niscaya dalam sebuah kompetisi, dalam pemilu.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima